BerandaKajianTsaqafahISLAM MEMANUSIAKAN JAWA 

ISLAM MEMANUSIAKAN JAWA 

- Advertisement -spot_img

Islam Memanusiakan Jawa 1

Jawa pra Islam

Sebelum Islam hadir mewarnai bumi khatulistiwa ini, Nusantara wa bil khusus tanah jawa didominasi oleh Hindu-Budha dalam warna-warni kehidupan masyarakatnya. Tidak sedikit dari warna yang ditorehkan adalah warna kelam yang mengerikan.

Mari kita lihat tanah jawa sebelum kedatangan Islam. Di tanah jawa, ada beberapa ritual keagamaan yang kalau boleh saya katakan sangat mengerikan. Salah satunya adalah sebagaimana terdapat dalam kitab pararaton. Kitab pararaton yang diartikan “kitab Raja-raja” merupakan naskah satra jawa kuno yang berisi sejarah para raja Singosari dan Majapahit.

Dalam kitab tersebut disebutkan bahwa Prabu Kertanegara (Raja terakhir dari Singosari) membuat sebuah ritual yang mengerikan, yaitu Ma lima (baca: Moolimo, orang jawa mesti ngerti).

Apa itu? Malima, menurut Prof. Rasyidi adalah ritual/upacara yang terdiri dari lima rangkaian ritual yang berbeda. Yaitu: Matsiya; ritual makan ikan gembung beracun, manuya; memakan daging dan minum darah gadis yang dijadikan kurban, madya; minum miras sampai mabuk, muthra; ritual tari sampai ekstase tak sadarkan diri, dan maithuna; zina masal. Dan Upacara ini dilaksanakan di tanah lapang yang disebut setra. [Islam dan kebatinan hal 94]

Tidak hanya itu, ada beberapa ritual pagan lainnya yang tak kalah mengerikan, yang jika dilakukan hari ini, maka akan menjadi pelanggaran HAM berat. Dalam melantik seorang raja, saat Adityawarman (seorang raja melayu) yang menjadi menantu raja Majapahit. Di saat upaca pelantikannya dilakukan di tengah-tengah lapangan penuh bangkai, ia duduk di atas timbunan bangkai, tertawa sambil minum darah sedangkan di hadapannya bangkai manusia yang dijadikan kurban. [Sejarah Kebudayaan Indonesa, Indonesia sejak Pengaruh India, hal 149]

Juga dalam upacara kematian, Raja Blambangan Tawang Alun II. Saat mayatnya dingaben (dibakar), maka ketika itu 271 dari 400 isterinya melakukan upacara ”pati obong” yaitu ritual yang dilakukan para isteri saat suami meninggal, yaitu ikut membakar diri mereka juga.

Sati atau pati obong yaitu ritual yang diadopsi dari India. Yaitu, perempuan yang baru saja menjadi janda, secara sukarela, atau dipaksa untuk membakar dirinya di atas tumpukan kayu api upacara kremasi suaminya. Praktik ini langka dan telah dilarang di India sejak tahun 1829. Istilah ini berasal dari dewi Sati yang membakar dirinya

Ini hanya segelintir warna kelam yang dilukiskan dalam kanvas sejarah masyarakat Jawa kala itu. Yang demikian terwarnai lewat keyakinan paganisme yang banyak dianut oleh orang-orang saat itu. Lantas bagaimana Islam memanusiakan meraka?

 Islam Memanusiakan Jawa 2

Keyakinan Animisme Pra Islam
“Tidak mengenal Islam bagi orang yang tidak mengenal Jahiliyah” -Umar bin Khatthab-

Kiranya perkataan Umar tersebut tepat untuk menjadi pengantar kita mengetahui perbedaan antara Islam dan paganisme. Untuk mengetahui apa dan bagaimana Islam me-manusia-kan manusia, maka sangat perlu kita mengetahui seperti apa jahiliyah sebelum Islam tiba di tanah Jawa.

Anismisme, adalah keyakinan kebanyakan manusia kala itu. Yaitu keyakinan bahwa setiap benda di muka bumi ini memiliki ruh yang harus dihormati dan dipuja.

Model keyakinan seperti ini bisa dibagi menjadi beberapa bagian, diantaranya; penyembahan kepada alam seperti matahari, bulan dan bintang, atau kepada benda mati yang diyakini memiliki kekuatan tertentu seperti batu dan pohon, juga ada penyembahan kepada hewan; monyet, babi dll, dan memuja roh nenek moyang [lihat Agama Wahyu dan Kepercayaan Budaya: 58-59]

Dan ironisnya kepercayaan model begini masih kita temukan pada hari ini. Karena masih ada keyakinan bahwa sesuatu yang dianggap keramat harus dihormati dengan memberi sajen agar tidak kena bala (sial).

Banyak sekali ritual atau tradisi yang mengandung TBC, Tahayyul, Bid’ah dan Churafat. Yang keseluruhannya adalah kemusyrikan. Dan keyakinan inilah yang menurunkan berbagai ritual mengerikan yang diyakini bahwa dengan mengerjakan hal tersebut bisa membuat roh-roh tersebut tenang dan tidak mengganggu.

Nah, dari rangkaian inilah kita bisa melihat bagaimana Islam sebagai agama yang me-manusia-kan manusia, Rahmata lil ‘alamin. Islam datang memang memberi warna-warni yang indah dalam kehidupan manusia dan menghapuskan kebodohan yang dianut sebagai sebuah keyakinan.
Jadi sangat konyol sekali, jika hari ini masih ada orang yang mengajak kepada ritual atau praktek paganisme model di atas. Karena secara tidak langsung ia mengajak kita kembali ke masa purbakala yang sangat primitif dan jadul.

 

Islam Memanusiakan Jawa 3
Islam Rahmatan lil ‘Alamin
Islam hadir memberi warna yang indah pada kanvas sejarah kemanusian. Memberikan cahaya bagi gelapnya kebodohan yang melanda manusia. Islam mengubah yang pada mulanya amoral menjadi bermoral, yang awalnya barbar menjadi beradab, dan dari yang mulanya benci menjadi cinta.

Banyak hal yang tercerahkan dengan hadirnya Islam di tanah Jawa. Dari berbagai tradisi pagan yang dipraktekkan berhasil diubah dan dimodiffikasi sesuai cara Islam yang memanusiakan manusia.

Dahulu, jika ada yang mati maka harus dibakar, maka Islam memberi tata cara pengurusan jenazah yang lebih manusiawi; dimandikan, dishalati, dikafani, dikuburkan dengan layak dan dido’akan.
Dahulu, para raja dan bangsawan tak berbatas dalam beristri 10, 20 bahkan ratusan. Islam hadir dengan menjadikan wanita dengan kedudukan yang mulia. Tidak dihilangkan sama sekali, namun dibatasi menjadi max 4 saja.
Dahulu, dalam kultur sosial, masyarakat dibedakan dengan tingkat sosial tertentu (kasta). Kemudian Islam hadir menghapusnya. Dalam Islam, apapun jabatan Anda, sementereng apapun status sosial Anda. Tetap di hadapan Allah, yang paling bertaqwa lah yang mulia.
Dahulu, dalam banyak ritual pagan; seperti nyadran, yang mulanya sebagai ritual pemujaan ruh nenek moyang, diubah menjadi moment untuk mendo’akan mereka yang telah tiada. Dan embel-embel kemusyrikan dihilangkan.
Dahulu, orang-orang begitu takut dengan berbagai takhayul dan khurafat. Menganggap banyak hal dan benda mati bisa memberi manfaat dan mudhorot. Akan tetapi saat Islam datang, keyakinan yang demikian dikikis hingga habis. Keyakinan yang benar adalah Allah sematalah yang mampu mengatur segalanya, memberi manfaat dan madhorot.

Dan masih banyak lagi. Islam benar-benar menjadi warna yang indah yang pernah mewarnai dinding sejarah manusia di bumi pertiwi ini. Meski kita harus akui, masih banyak sisa-sisa jahiliyah tersebut yang hingga kini masih terwariskan.

Maka adalah suatu fitnah yang keji, jika ada yang mengatakan Islam mengajarkan barbarisme dan tindakan amoral lainnya. Justru Islamlah yang menjadi spirit untuk memanusiakan manusia di tanah Jawa dan nusantara.

Semoga Allah membalas semua peran para da’i dan ulama yang menorehkan sentuhan dakwah mereka pada tanah Jawa dan nusantara ini.
Sumur data: data-data diatas dinukil dari tulisan Ari Wibowo, beliau adalah koordinator Pusat studi peradaban islam -PSPI-

 

Penulis: Fadjar Jaganegara di Bumi Nusantara

Editor: Yazid Abu Fida’

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
Stay Connected
16,985FansSuka
2,458PengikutMengikuti
61,453PelangganBerlangganan
Must Read
- Advertisement -spot_img
Related News
- Advertisement -spot_img

Silakan tulis komentar Anda demi perbaikan artikel-artikel kami