BerandaKajianAkidahYang Terpenting Di Antara Yang Paling Penting

Yang Terpenting Di Antara Yang Paling Penting

- Advertisement -spot_img

Telaah Kitab

السألة الأُولَى: الْعِلْمُ: وَهُوَ مَعْرِفَةُ اللهِ، وَمَعْرِفَةُ نَبِيِّهِ ـ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ـ، وَمَعْرِفَةُ دِينِ الإِسْلامِ بالأَدِلَّةِ.

المسألة الثَّانِيَةُ: الْعَمَلُ بِهِ.

المسألة الثَّالِثَةُ: الدَّعْوَةُ إِلَيْهِ. المسألة الرَّابِعَةُ: الصَّبْرُ عَلَى الأَذَى فِيهِ

Masalah yang pertama: Ilmu yaitu mengenal Allah, mengenal Nabi-Nya ` dan mengenal dinul Islam dengan dalil-dalil. Msalah ke dua: mengamalkannya. Masalah ke tiga: mendakwahkannya. Masalah ke empat: bersabar menghadapi gangguan yang ada.

Syarh

Definisi Ulama’

Pada kesempatan yang lalu telah dijelaskan bahwa kata ilmu bila dimutlakkan (tanpa ada keterangan tambahan yang mengindikasikan makna lain) maka yang dimaksud adalah ilmu syar’i. Demikian pula dengan istilah ulama’, bila diucapkan secara mutlak maka yang dimmaksud adalah ulama syari’ah. Syeikh Sholih Al-Munajid berkata:” Ulama’ adalah mereka yang memiliki kepakaran tentang syari’at Allah l , mereka adalah orang-orang yang mendalami agama Allah, merekalah yang mengerti  makna-makna yang terkandung dalam Al-kitab dan As-Sunnah” (Durus lisyaikh Shalih Al-Munajjid, pelajaran ke-222). Tak sekedar mengerti dan memahami saja, tetapi ulama sejati adalah mereka yang meiliki rasa takut kepada Allah dengan mengamalkan dan mendakwahkan ilmunya, Allah berfirman:

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama (QS Fathir: 28)

Ibnu ‘Abbas z mengatakan: “Sungguh yang takut kepada Allah l  adalah mereka yang mengenal-Nya, sebab setiap kali mengenal Yang Maha agung, Yang Maha perkasa, Yang Maha mengetahui, yang tersifati dengan sifat-sifat kesempurnaan, yang memiliki nama-nama yang maha indah maka seketika itu pula ilmunya akan semakin sempurna dan seketika itu pula rasa takutnya akan bertambah” (Tafsir Ibnu Katsir 6/544)

Pembagian Ilmu Syar’i

Para ulama mengatakan bahwa ilmu syar’I terbagi menjadi dua, tergantung kepada tingkat kewajiban menuntutnya. Pertama Fardhu ‘ain (wajib bagi setiap muslim yang baligh lagi berakal)  Rasulullah ` bersabda:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim” (HR Ibnu Majah dan yang lainya. Para Ulama brselisih tentang keshahihan hadits ini, Imam Al-Iraqy menyatakan dhaif lihat Takhrij Ahaditsul Ihya’ 1/2 . Namun sebagian yang lain menyatakan hadits ini hasan)

Imam Ahmad v berkata:  “Setiap orang wajib mencari ilmu, yang dengannya agamanya bisa tegak “. Beliau ditanya: Apa contohnya?”. Beliau menjawab: “Perkara-perkara yang tak selayaknya seseorang bodooh seperti sholat dan puasa” (Hasyiyah utsulust tsalatsah : 10)

Sedangkan yang ke dua adalah ilmu yang sifatnya adalah fardhu kifayah  yaitu kewajiban yang apabila sekelompok kaum muslimin telah melaksanakan dalam kadar yang memadai maka gugurlah kewajiban itu dari kaum muslimin yang laian. Mengenai ilmu ini Imam Nawawi v mengatakan: “ Yaitu suatu ilmu yang dengannya diperoleh suatu ukuran tertentu yang memungkinkan tegaknya dien seperti menghapal Al-Qur’an, mengetahui hadits beserta ilmu yang terkait dengannya, Ushul fiqh, nahwu dan sharf, mengenal biografi perawi hadits, ijma’ serta perselisihan para ulama. Adapun se ain ilmu syar’I namun diperlukan oleh suatu kaum maka itu juga fardhu kifayah seperti ilmu kedokteran, ilmu hisab” (Al-Majmu’ syarhul Muhadzab 1/27)

“Ilmu yaitu mengenal Allah, mengenal Nabi-Nya` serta mengenal dinul islam dengan dalil-dalil”. Ungkapan  Syeikh Muhammad ini menunjuk kepada ilmu syar’i yang paling wajib dan paling mendasar, yang tak sepatutnya seorang muslim bodoh tentangnya. Sebab ketiga hal ini merupakan poin mendasar yang menentukan sah dan tidaknya keimanan seseorang. Inilah alqauluts tsabit (perkataan yang teguh) yang akan menjadi penentu keselamatan seseorang  di akhirat. Dan inilah yang menjadi pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir kelak di alam kubur.

فَيَقُولَانِ لَهُ مَنْ رَبُّكَ فَيَقُولُ رَبِّيَ اللَّهُ فَيَقُولَانِ لَهُ مَا دِينُكَ فَيَقُولُ دِينِيَ الْإِسْلَامُ فَيَقُولَانِ لَهُ مَا هَذَا الرَّجُلُ الَّذِي بُعِثَ فِيكُمْ فَيَقُولُ هُوَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَقُولَانِ لَهُ وَمَا عِلْمُكَ فَيَقُولُ قَرَأْتُ كِتَابَ اللَّهِ فَآمَنْتُ بِهِ وَصَدَّقْتُ فَيُنَادِي مُنَادٍ فِي السَّمَاءِ أَنْ صَدَقَ عَبْدِي فَأَفْرِشُوهُ مِنْ الْجَنَّةِ وَأَلْبِسُوهُ مِنْ الْجَنَّةِ وَافْتَحُوا لَهُ بَابًا إِلَى الْجَنَّة

“Keduanya (Munkar dan Nakir) bertanya: “Siapa Rabb mu?. orang yang beriman menjawab: “Rabbku adalah Allah”. Keduanya berkata lagi :”Apa agamamu ?. Ia menjawab: “Agamaku adalah Islam”. Keduanya bertanya lagi: “Apa pendapatmu tentang laki-laki yang diutus kepadamu?. Ia menjawab: “Dia adalah utusan Allah”. Kedua malaikat bertanya lagi: “Apa ilmu mu?”. Orang beriman itu menjawab: “Aku membaca kitab Allah, aku beriman dan aku membenarkan isinya”. Terdengarlah suara dari langit: “Hambaku telah berkata benar, hamparkan untuknya tempat tidur dari jannah dan bukakan untuknya pintu menuju jannah”(HR Ahmad 17803, dishahihkan oleh Al-Albani dalam shahih targhib wat-tarhib 3/219)

Ucapan penulis v “ dengan dalil-dalil ”. maksudnya adalah dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah serta ijma’ . Inilah dalil-dalil yang disepakati para ulama. “ Dan beramal dengan ilmu itu”. Hal ini mengisyaratkan bahwa ilmu di atas tak boleh hanya sebatas teori tapi harus betul-betul dilaksanakan dalam kehidupan. itulah kunci keselamatan yang sebenarnya.

Ucapan penulis “Dan mendakwahkannya”  Maksudnya berdakwah mengajak manusia untuk komitmen dengan keempat hal di atas yaitu mengenal Allah, Rasul-Nya mengenal dinul islam serta beramal dengan konsekuensinya. Inilah dakwah tauhid yang merupakan tugas inti para Nabi dan Rasul.

Ucapan penulis “Dan bersabar dalam menghadapi gangguan”. Maksudnya adalah bersabar dalam dalam berkomiten terhadap itu semua, baik mengenal Allah, mengenal Rasul, mengenal dinul Islam, beramal dengan konsekuensinya, lebih-lebih bersabar dalam berdakwah kepada manusia. Sebab sudah menjadi karakter dakwah pasti akan memunculkan para penentang. Allah swt berfirman:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jika Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan“ (QS Al-An’Am: 112)

Referensi:

  1. Mutunu Thalibil ilmi Al-Mustawa Al-Awwal. Dikumpulkan dan ditahqiq  oleh Dr Abdul Muhsin bil Al-Qasim, Maktabah Malik Al-fahd, Riyadh, Saudi Arabia. 1434 H
  2. Tafsir Al-Qur’anul Adzim , Abu Fida’ Ismail bin Katsir, Daruth Thayyibah linnasyri wat-Tauzi, Saudi Arabia. Cet ke-2, 1420 H
  3. Hasyiyah Utsuluts tsalatsah, Aburrahman bin Al-Qasim An-Najdy, Wizaratus syu’unil Islamiyyah wal auqaf wadda’wah wal Irsyad, Saudi Arabia. 1416 H
  4. Syarh Tsalatsatul Ushul, Muhammad bin shalih Al-Utsaimin, Darul Aqidah , Mesir, 1420 H
  5. Al-Majmu’ Syarhul Muhadzab, Syarh Abu zakariya Muhyiddin Yahya bin syarf An-Nawawi ala Al-Muhadzab Lisyirazy. Versi Maktabah Syamil
  6. Takhrij Ahaditsil Ihya’, Al-Iraaqy, versi maktabah Syamilah
  7. Durus  shoutiyyah lissyaikh shalih Al-Munajid pelajaran ke-122, http//www.Islamweb.net
  8. Shahihut Targhib wat-tarhib jilid jilid III, Maktabatul ma’arif, Riyadh. tanpa tahun

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
Stay Connected
16,985FansSuka
2,458PengikutMengikuti
61,453PelangganBerlangganan
Must Read
- Advertisement -spot_img
Related News
- Advertisement -spot_img

Silakan tulis komentar Anda demi perbaikan artikel-artikel kami