BerandaKajianTarbiyahAgar Anak Tak Durhaka Kepada Orang Tua

Agar Anak Tak Durhaka Kepada Orang Tua

- Advertisement -spot_img

Musibah terbesar bagi orang tua adalah anak yang durhaka. Jika itu terjadi (kita berlindung kepada Allah dari hal tersebut), jangan langsung menyalahkan anak-anak.

Sebab bisa jadi kesalahan justru terjadi pada diri ke dua orang tua itu sendiri. Ada banyak faktor yang menyebabkan timbulnya perilaku durhaka anak kepada orang tua.

Semoga para Ayah dan Bunda mampu menghindarinya sehingga anak-anak tidak durhaka kepada kedua orang tua.

Di antara penyebabnya adalah sebagai berikut:

  1. Tidak Mendidik Anak Secara Islami

Tidak mungkin anak-anak akan menghormati dan berbakti bakti kepada kedua orang tua jika mereka tidak dididik dengan baik. Pun tidak mungkin juga anak-anak akan mendoakan orang tua jika tidak pernah diajari akan hal itu.

Allah Ta’ala berfirman tentang doa kepada kedua orang tua

وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيْرًا

“Dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.” (QS. Al-Isra: 24)

Pertanyaannya apabila orang tua tidak pernah mengajarkan akhlak dan perilaku Islami kepada anak-anak mereka pada masa kecil, lalu bagaimana mungkin anak-anak mereka akan mendoakan orang tuanya ketika besar nanti?

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat memperhatikan hal itu, sebagaimana yang diriwayatkan dari Ayub bin Musa, dari bapaknya, dari kakeknya, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

مَا نَحَلَ وَالِدٌ وَلَدًا مِنْ نَحْلٍ أَفْضَلَ مِنْ أَدَبٍ حَسَنٍ

Tidak ada pemberian orang tua kepada anaknya yang lebih baik dari pada akhlak yang baik.” (HR. at-Tirmidzi)

  1. Konflik Suami Istri

Pertengkaran dalam rumah tangga hampir pernah terjadi dalam semua keluarga. Tak terkecuali keluarga yang anggotanya orang baik sekalipun. Dahulu keluarga Ali bin Abi Thalib dan Fatimah radhiyallahu ‘anhuma juga pernah mengalami hal semacam ini.

Dari Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu beliau menceritakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi rumah Fatimah radhiyallahu ‘anha dan beliau tidak melihat Ali radhiyallahu ‘anhu di rumah.

Spontan beliau bertanya, “Di mana anak pamanmu?

“Tadi ada masalah dengan saya, terus dia marah kepadaku, lalu keluar. Siang ini dia tidak tidur di sampingku,” jelas Fatimah.

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada para sahabat tentang keberadaan Ali.

“Ya Rasulullah, dia di masjid, sedang tidur.” Datanglah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ke masjid dan beliau mendapati Ali sedang tidur sementara baju atasannya jatuh di samping dan dia terkena debu.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu mengusap debu itu sambil mengatakan

قُمْ أَبَا تُرَابٍ، قُمْ أَبَا تُرَابٍ

“Bangun, wahai Abu Thurab. Bangun, wahai Abu Thurab.” (HR. Bukhari 441 dan Muslim 2409)

Tentu tidak ada apa-apanya ketika keluarga kita dibandingkan dengan keluarga Ali dan Fatimah radhiyallahu ‘anhuma. Meskipun demikian, pertengkaran pun kadang terjadi di antara mereka.

Lalu apa yang membedakan konflik keluarga baik dengan yang tidak baik?

Konflik dalam keluarga muslim yang baik akan selalu dikelola dengan syariat, sementara keluarga yang buruk, konflik terus berlarut-larut tanpa kontrol dan melampaui batas.  Konflik model inilah yang akhirnya menjatuhkan wibawa orang tua di mata anak.

Secara fisik, bapak mempunyai fisik yang kuat dan anak-anak takut jika ia memukul mereka. Hal nilah yang membuat anak sering kali menahan diri melawan ayah. Meski demikian ada dendam kesumat yang membara dalam diri mereka terhadap sang ayah.

Berbeda dengan dengan ibu, karena ia bersikap lembut dan sayang terhadap anak-anak, sehingga anak-anak lebih berani untuk menentang, tidak berbakti kepadanya, serta mengeraskan suara di hadapan ibunya.

Hal yang lebih memprihatinkan adalah kadang kala dalam keadaan keluarga yang dipenuhi pertengkaran antara bapak dan ibu, seorang bapak justru menyuruh anak-anak untuk menentang dan durhaka kepada ibunya. Na’udzubillah min dzalik.

Oleh karena itu agar konflik tidak berimplikasi negatif pada anak maka ada beberapa hal yang harus dihindari. Pertama hindari KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga). Kedua, yang juga tak kalah penting adalah jangan menampakkan konflik suami istri di hadapan anak, agar wibawa orang tua tak jatuh di hadapan mereka.

  1. Teman dan Lingkungan Buruk

Sungguh, teman yang berakhlak buruk mempunyai dampak  yang sangat besar dalam menjadikan anak berakhlak buruk serta durhaka kepada kedua orang tua. Sebab, seseorang itu akan selalu meniru sikap temannya.

Sebagaimana diterangkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

اَلرَّجُلُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

Seseorang itu tergantung dengan kebiasaan temannya, maka hendaklah setiap kalian melihat siapa temannya.” (HR. At-Tirmidzi, ia mengatakan, “Hadits ini hasan gharib”)

Alangkah baik bila pasangan suami istri memperhatikan dan mengecek dahulu lingkungan sekitar rumah yang akan mereka tempati. Jangan terburu-buru memutuskan tinggal di sebuah lokasi sebelum mempertimbangkan plus dan minus lingkungan tersebut.

Orang Arab mengatakan

لتَمِسُوا الجارَ قَبْلَ الدَّارِ

“Carilah tetangga sebelum mencari rumah.”

  1. Menuruti Istri Secara Membabi Buta

Tak diragukan lagi bahwa hak-hak istri adalah kewajiban suami yang harus ditunaikan. Namun seorang istri bukanlah penghalang seorang suami untuk berbakti kepada orang tuanya, terutama sang ibu.

Bahkan mestinya seorang istri harus menjadi pendorong bagi suami untuk lebih berbakti kepada orang tua. Solusi terbaik dalam hal ini adalah bersikap seimbang dan proporsional. Jangan sampai pula orang tua dengan alasan berbakti kemudian terlalu mencampuri keluarga anak.

  1. Terlalu Memanjakan Anak

Hal ini bisa menjadi salah satu sebab anak durhaka kepada kedua orang tua. Orang yang bijaksana tentu tidak akan mendidik anak dengan memanjakannya. Akan tetapi akan mendidik dengan tegas, diiringi kelembutan dan kasih sayang sesuai dengan batasnya.

  1. Ada Hak Psikologis Anak yang Terabaikan

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata

أَنَّ الْأَقْرَعَ بْنَ حَابِسٍ أَبْصَرَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ الْحَسَنَ فَقَالَ إِنَّ لِي عَشْرَةً مِنْ الْوَلَدِ مَا قَبَّلْتُ وَاحِدًا مِنْهُمْ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (( إِنَّهُ مَنْ لَا يَرْحَمْ لَا يُرْحَمْ)) (رواه مسلم)

Bahwa Aqra’ bin Habis pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang mencium Hasan. Dia (Aqra’ bin Habis) lalu berkata, “Sesungguhnya aku mempunyai sepuluh orang anak namun aku tidak pernah mencium satu pun dari mereka.”

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang tidak menyayangi maka dia tidak akan disayangi.” (HR. Muslim)

Faktor utama adalah jika kedua orang tua selalu bertengkar atau terlalu sibuk sehingga jarang sekali bertemu dengan anak-anak. Bapak sibuk bekerja mencari penghidupan duniawi hingga jarang memberikan sentuhan kasih sayang pada sang buah hati.

Atau ibu menjadi wanita karir yang kurang waktunya untuk anak. Jika demikian halnya, tentu anak tidak akan menghormati kedua orang tuanya kelak, tidak mendapat didikan akhlak yang baik, dan tidak mengetahui hak-hak kedua orang tuanya.

Semoga kita menjadi orang tua yang baik bagi anak-anak kita, dan menjadi anak-anak yang berbakti kepada orang tua kita. Aamiin.

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
Stay Connected
16,985FansSuka
2,458PengikutMengikuti
61,453PelangganBerlangganan
Must Read
- Advertisement -spot_img
Related News
- Advertisement -spot_img

Silakan tulis komentar Anda demi perbaikan artikel-artikel kami