BerandaKajianTsaqafahAmal-amal Ketaatan

Amal-amal Ketaatan

- Advertisement -spot_img

Pada umumnya, kaum muslimin memaknai ketaan kepada syari’at Islam hanya sebatas seseorang mengerjakan apa yang diperintahkan agama, urf yang berlaku di kalangan mereka seperti sering shalat berjama’ah di masjid, rajin mendatangi majlis kajian, dan tidak pernah melakukan dosa-dosa secara zahir. padahal hakekat ketaatan tidak sebatas demikian, namun juga termasuk dalam lingkup arti yang luas mencakup segala aspeknya secara zahir maupun batin.

Menurut Imam Al Ghozali menyebutkan bahwa perintah Allah ada yang wajib dan ada yang sunah.

Hukum wajib menurut para ahli fiqih adalah
مَا يُثَاب على فعله ويعاقب على تَركه

“Perbuatan yang diberi pahala jika dikerjakan, dan disiksa apabila ditinggalkan.

Sedang pengertian sunnah menurut para ahli fiqih adalah :

ما يُثابُ فاعِالُهُ ولا يُعاقبُ تارِكُهُ

Segala tindakan dimana pelakunya mendapat pahala dan yang tidak melakukannya tidak berdosa.

Yang wajib merupakan harta pokok. Dia adalah modal perdagangan yang dengannya kita bisa selamat.

Sementara yang sunah merupakan laba yang dengannya kita bisa meraih derajat mulia.

Menunaikan yang wajib adalah taqarrub kepada Allâh Azza wa Jalla yang paling utama. Bila hamba menunaikannya dengan sempurna, ia akan mendapatkan keberuntungan, pun akan menggapai surga dan selamat dari neraka.

Pernah seorang dari Najd datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam dan bertanya tentang (amalan wajib dalam) Islam. Rasul Shallallahu ‘alaihi wa salam menjawab, “Lima shalat yang wajib sehari semalam.”

Ia berkata, “Apa ada kewajiban (shalat) atasku yang lain?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa salam  menjawab, “Tidak, kecuali bila engkau melakukannya dengan suka rela (tathawwu’).”

Rasululullah Shallallahu ‘alaihi wa salam juga menyebutkan tentang kewajiban puasa, juga zakat, dan orang tersebut pun bertanya; apakah ada kewajiban atasku yang lain; Beliau Shallallahu ‘alaihi wa salam menjawab: “Tidak, kecuali bila engkau melakukannya suka rela.”

Maka orang tersebut pun pergi dengan mengatakan: “Demi Allâh, aku tidak akan menambah ataupun menguranginya.” Rasul Shallallahu ‘alaihi wa salam pun bersabda: “Ia akan mendapatkan keberuntungan bila jujur.”[HR. Bukhari dan Muslim]

Namun orang yang melakukan amalan-amalan tathawwu’ (sunnah) akan lebih banyak mendapatkan keberuntungan dan lebih tinggi derajatnya dari yang sekedar menunaikan yang wajib semata. Apalagi seseorang tak lepas dari kekurangan dan kealpaan saat melaksanakan amalan wajibnya.

Orang yang menunaikan hal-hal yang wajib dengan sempurna berarti ia mencintai Allâh Azza wa Jalla . Sedangkan orang yang masih menambahnya dengan amalan-amalan sunnah, ia dicintai Allâh Azza wa Jalla. Ini seperti dalam hadits qudsi:

وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيهِ ، وَمَا يَزالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أحْبَبْتُهُ ، كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ ، ويَدَهُ الَّتي يَبْطِشُ بِهَا ، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإنْ سَألَنِي أعْطَيْتُهُ ، وَلَئِن اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ

Artinya:

Dan tidaklah seorang hamba mendekat kepada-Ku; yang lebih aku cintai daripada apa-apa yang telah Aku fardhukan kepadanya. Hamba-Ku terus-menerus mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku pun mencintainya. Bila Aku telah mencintainya, maka Aku pun menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia pakai untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia pakai untuk berjalan. Bila ia meminta kepada-Ku, Aku pun pasti memberinya. Dan bila ia meminta perlindungan kepada-Ku, Aku pun pasti akan melindunginya.”[HR. Bukhari]

Secara umum ada dua kategori dari mereka yang selamat yaitu:

*Pertama:*

Mereka yang mencintai Allâh Azza wa Jalla , yaitu yang menunaikan yang wajib, berhenti pada batasan-batasan-Nya.

*Kedua:*

Mereka yang dicintai Allâh, yaitu mereka yang melakukan yang sunnah disamping yang wajib. Dan inilah yang dimaksud Ibnul Qayyim rahimahullohu dengan ucapannya: [Hal ini akan menghantarkan hamba menuju tingkatan memperoleh cinta-Nya (mahbûbiyyah) setelah menggenggam tingkatan mencintai-Nya (mahabbah)].

Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah menyatakan, bahwa para wali Allâh Azza wa Jalla yang dekat dengan-Nya ada dua golongan:

  1. Orang yang bertaqarrub dengan menunaikan yang fardhu, dengan mengerjakan yang wajib dan meninggalkan yang diharamkan.

Mereka ini adalah al-muqtashidûn (seperti dalam al-Qur’an surat Fâthir ayat 32) ash-hâbul yamîn (seperti dalam al-Qur’an surat Al-Wâqi’ah ayat 27).

Menunaikan amalan wajib adalah amal yang paling utama seperti ucapan Umar Bin al-Khatthab Radhiyallahu anhu : “Amalan yang paling utama adalah menunaikan apa-apa yang Allâh wajibkan, dan menjauhi apa yang Allâh haramkan, serta mempunyai niat yang benar dalam menggapai apa yang ada di sisi Allâh.

  1. Di samping bertaqarrub dengan yang wajib, juga bertaqarrub dengan yang sunnah.

Mereka berada pada  tingkatan sâbiqun muqarrabûn (Yang bergegas menjemput kebaikan dan dekat dengan-Nya). Setelah menunaikan yang wajib, mereka giat pula melakukan yang sunnah, dan bersikap wara’ dengan tidak melakukan hal-hal yang dimakruhkan, walaupun kecil bentuknya

Ini membuat hamba mendapatkan kecintaan dari Allâh; seperti dalam hadits qudsi di atas: (Hamba-Ku terus-menerus mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku pun mencintainya). Orang yang dicintai Allâh, akan diberikan untuknya kecintaan dan ketaatan kepada-Nya, selalu dzikir ingat kepada-Nya, dan mendapatkan kedudukan di sisi-Nya

Amalan-amalan nafilah (sunnah) dalam bertaqarrub kepada Allâh tentu banyak ragamnya; di mana intinya adalah amalan-amalan yang bersifat tambahan dari amalan-amalan yang wajib; seperti shalat, zakat, puasa, haji ataupun umrah yang bermuatan sunnah, bukan wajib.

Semoga kita semua, selain berusaha melaksanakan yang wajib, juga dapat melaksanakan amalan2 sunnah. Sehingga kita dapat meraih cinta Allah dan cinta kita tidak bertepuk sebelah tangan. Karena banyak yang mengaku mencintai Allah, namun Allah tidak cinta kepadanya. Hal ini disebabkan ia enggan melaksanakan amalan sunnah bahkan menyia-nyiakan amalan wajib.

Oleh : Ust. Yazid Nuruddin (Staff Pengajar Darusy Syahadah)

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
Stay Connected
16,985FansSuka
2,458PengikutMengikuti
61,453PelangganBerlangganan
Must Read
- Advertisement -spot_img
Related News
- Advertisement -spot_img

Silakan tulis komentar Anda demi perbaikan artikel-artikel kami