BerandaKajianRenunganHati Selayak Susu

Hati Selayak Susu

- Advertisement -spot_img

Dalam perjalanan hamba meniti jalan ketaatan, ia tak hanya membutuhkan ilmu untuk melangkah dalam ibadah. Tapi ia pun memerlukan hati yang ikhlas yang mengolah ibadah hanya untuk-Nya.

Allah Azza Wa Jalla mengibaratkan indah hati yang ikhlas layaknya susu yang terdapat dalam perut binatang ternak. Ia terdapat antara kotoran dan darah, tapi susu tetaplah murni yang tak pernah tercampur dengan darah dan kotoran. Allah Subhanahu Wa Ta’la berfirman:

وَإِنَّ لَكُمْ فِي الْأَنْعَامِ لَعِبْرَةً نُسْقِيكُمْ مِمَّا فِي بُطُونِهِ مِنْ بَيْنِ فَرْثٍ وَدَمٍ لَبَنًا خَالِصًا سَائِغًا لِلشَّارِبِينَ

“Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya.”  (Surat An-Nahl: 66)

Maka hati yang selayak susu, tak pernah memperdulikan dunia ketika menapak tangga ketaatan dan tak pula mengharap puja-puji ketika beribadah. Hati selayak susu hanyalah murni mengharap ridho Allah tanpa pamrih dunia serta untaian indah pujian makhluq. (Lihat kitab Ahbaabullah, Abdul Badawi Al Khalafi)

Di balik bilik hati yang ikhlas terdapat sifat yang kita akan jumpai ketika hati telah murni selayaknya susu. Ia selalu menyembunyikan amalan dan ibadahnya dihadapan manusia dan hanya mempersembahkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’la. Ia berusaha bagaimana mengelola ibadahnya hanya menjadi urusan antara dirinya dengan Allah. Karena ia memahami bahwa Allah mencintai hamba yang menyembunyikan ibadahnya dari sorot mata manusia. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ التَّقِىَّ الْغَنِىَّ الْخَفِى

“Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, hamba yang hatinya selalu merasa cukup dan yang suka mengasingkan diri.” ( H.R Muslim)

Para pemilik hati selayaknya susu membangun gudang rahasia tempat ia menyembunyikan seluruh amalan dan ibadahnya. Ia rahasiakan amalan tersebut dan sembunyikan dari mata manusia supaya tak tertukar dengan riya’ pujian. Ia sembunyikan amalannya karena ia menyadari pula bahwa hatinya serapuh gelas kaca yang mudah pecah berkeping ketika dinilai manusia.

Daud bin Abi Hindi berpuasa selama 40 tahun dan tidak ada satupun orang, termasuk keluarganya yang mengetahuinya. Ia adalah seorang penjual sutera di pasar. Di pagi hari, ia keluar ke pasar sambil membawa sarapan pagi. Dan di tengah jalan menuju pasar, ia pun menyedekahkannya. Kemudian ia pun kembali ke rumahnya pada sore hari, sekaligus berbuka dan makan malam bersama keluarganya. Jadi orang-orang di pasar mengira bahwa ia telah sarapan di rumahnya.

Sedangkan orang-orang yang berada di rumah mengira bahwa ia menunaikan sarapan di pasar. Masya Allah, luar biasa trik beliau dalam menyembunyikan amalan.(lihat Shifatus Shofwah, Ibnul Jauziy, 3/300,  Darul Ma’rifah, Beirut, cetakan kedua, 1399 H )

Ayyub As Sikhtiyaniy memiliki kebiasaan bangun setiap malam. Ia pun selalu berusaha menyembunyikan amalannya. Jika waktu shubuh telah tiba, ia pura-pura mengeraskan suaranya seakan-akan ia baru bangun ketika itu. Sudahkah diri kita memiliki gudang rahasia amalan ?

Semoga selimuti kami dalam hangatnya doa kalian.

Oleh : Ustadz Oemar Mita, Lc

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
Stay Connected
16,985FansSuka
2,458PengikutMengikuti
61,453PelangganBerlangganan
Must Read
- Advertisement -spot_img
Related News
- Advertisement -spot_img

Silakan tulis komentar Anda demi perbaikan artikel-artikel kami