Daftar Isi
Untuk mendapatkan naskah khutbah jum’at berikut, silakan klik Santri Darsya
Khutbah Pertama
اَلْـحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِلْإِسْلَامِ، وَشَرَّفَنَا بِالْإِيمَانِ، وَجَعَلَنَا مِنْ أُمَّةِ سَيِّدِ الْأَنَامِ، نَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ.
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَىٰ يَوْمِ الدِّينِ.
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ، أُوصِيكُمْ وَنَفْسِي الْمُقَصِّرَةَ أَوَّلًا بِتَقْوَى اللَّهِ، فَهِيَ وَصِيَّةُ اللَّهِ لِلْأَوَّلِينَ وَالْآخِرِينَ. قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: ﴿وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ﴾ [النِّسَاء: ١٣١].
وَقَالَ نَبِيُّنَا الْمُصْطُفَى مُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ»
Ma‘āsyiral muslimīn rahimakumullāh,
Marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā, yang telah melimpahkan kepada kita lautan nikmat yang tak terhitung jumlahnya.
Nikmat sehat yang membuat kita mampu berdiri di rumah Allah ini, nikmat iman yang menuntun hati kita menuju kebenaran, dan nikmat Islam yang menjadi cahaya dalam kegelapan dunia.
Berapa banyak manusia hari ini yang tampak tersenyum, tetapi hatinya gelisah.
Berapa banyak yang rumahnya megah, tapi jiwanya kosong.
Namun kita — dengan izin Allah — masih diberi karunia iman, yang menenangkan hati di kala susah, dan menguatkan langkah di kala goyah.
Segala puji bagi Allah, Rabb yang menenangkan jiwa-jiwa yang resah dengan dzikir kepada-Nya.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muḥammad ﷺ, yang dengan perjuangannya kita mengenal makna sejati dari ketenangan:
bahwa hati yang damai bukan karena dunia yang luas, tetapi karena hati yang tunduk kepada Rabbul-‘Ālamīn.
Ma‘āsyiral muslimīn rahimakumullāh,
Khatib berwasiat kepada diri khatib sendiri dan kepada seluruh jamaah sekalian: marilah kita tingkatkan ketakwaan kepada Allah Ta‘ālā. Takwa bukan sekadar ucapan, tapi jalan hidup — yang membuat hati selamat di dunia dan akhirat. Takwa adalah benteng yang menjaga kita ketika dunia menggoda, dan pelipur ketika hati dilanda duka.
Allah Ta‘ālā berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Islam.” (QS. Āli ‘Imrān: 102)
Wahai hamba-hamba Allah,
ketahuilah — ketenangan jiwa tidak pernah lahir dari harta yang banyak, atau jabatan yang tinggi, tetapi dari hati yang bertakwa.
Hati yang senantiasa ingat bahwa setiap napas adalah karunia, dan setiap ujian adalah kasih sayang dari Allah.
Orang yang bertakwa itu mungkin tak selalu tertawa, tapi hatinya tenang.
Mungkin air matanya sering menetes, tapi jiwanya lapang.
Karena ia tahu, di balik setiap kesedihan ada hikmah, dan di balik setiap musibah ada rahmat.
Maka, wahai saudara-saudaraku yang dirahmati Allah,
marilah kita perbaharui iman kita, perkuat ketakwaan kita, dan dekatkan diri kita kepada Allah.
Karena hanya dalam ketakwaanlah hati menemukan kedamaian yang sejati.
Sebagaimana firman-Nya:
أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.” (QS. ar-Ra‘d: 28)
Ma‘āsyiral muslimīn rahimakumullāh,
Kita hidup di zaman yang serba cepat, serba sibuk, dan serba menekan. Dunia tampak semakin canggih, tetapi hati manusia justru semakin rapuh. Di balik senyum yang dipamerkan di media sosial, banyak jiwa yang menjerit dalam kesunyian. Stres, kecemasan, dan depresi kini bukan hanya milik mereka yang jauh dari agama, tapi juga mulai menyentuh umat Islam sendiri. Berapa banyak di antara saudara-saudara kita yang merasa kehilangan arah hidup, kehilangan semangat, kehilangan makna — padahal segala fasilitas dunia ada di genggaman mereka. Rumah indah, kendaraan mewah, karier cemerlang, tapi hati kosong tanpa rasa tenteram. Mereka berlari mengejar kebahagiaan di luar dirinya, padahal sumber ketenangan sejati ada di dalam hati yang terhubung kepada Allah.
Ironisnya, banyak yang akhirnya memilih jalan yang paling tragis: mengakhiri hidup karena merasa tak sanggup menghadapi tekanan dunia. Kasus bunuh diri meningkat, bahkan di kalangan muda yang semestinya penuh harapan. Semua ini menunjukkan bahwa penyakit zaman ini bukan hanya masalah medis, tetapi krisis ruhani yang dalam. Jiwa manusia lapar bukan karena kurang makan, tetapi karena jauh dari dzikir dan iman. Hati manusia gersang bukan karena kekurangan hiburan, tetapi karena kehilangan hubungan dengan Penciptanya. Maka, hanya dengan kembali kepada Allah, dengan iman dan dzikir yang hidup, hati akan menemukan ketenangan yang telah lama ia rindukan.
Ma‘āsyiral muslimīn rahimakumullāh,
Islam adalah agama yang sempurna, yang tidak hanya mengatur urusan lahiriah, tetapi juga memelihara kehidupan batin manusia. Islam mengajarkan kita bagaimana menyehatkan tubuh dengan makan yang halal, tidur yang cukup, dan menjaga kebersihan; tetapi lebih dari itu, Islam juga mengajarkan bagaimana menyehatkan hati — dengan iman, dzikir, dan amal saleh. Karena manusia bukan hanya jasad yang membutuhkan makanan, tetapi juga ruh yang membutuhkan ketenangan. Banyak orang tampak kuat secara fisik, tetapi jiwanya lemah, mudah goyah, mudah marah, dan mudah putus asa. Padahal, ketenangan dan kekuatan sejati tidak terletak pada otot atau harta, melainkan pada hati yang bersih, lembut, dan selalu terhubung kepada Allah.
Rasulullah ﷺ bersabda:
أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً، إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
“Ketahuilah, sesungguhnya dalam jasad ada segumpal daging; jika ia baik maka baiklah seluruh jasad, dan jika ia rusak maka rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah, itu adalah hati.”
(HR. al-Bukhārī, no. 52; Muslim, no. 1599)
Para ulama menjelaskan bahwa sabda ini bukan sekadar kiasan, melainkan sebuah kaidah besar dalam kehidupan manusia. Ibnu Rajab al-Ḥanbalī rahimahullāh berkata: “Hadis ini menunjukkan bahwa perbaikan lahiriah seseorang tidak akan terjadi tanpa perbaikan hatinya. Karena hati adalah raja, sedangkan anggota tubuh adalah tentaranya. Jika rajanya baik, maka tentaranya pun akan taat dan lurus.” (Jāmi‘ al-‘Ulūm wa al-Ḥikam, 1/210).
Maka, sumber dari segala perilaku, ucapan, dan keputusan manusia adalah apa yang tersembunyi di dalam hatinya. Bila hati terisi cahaya iman, seluruh hidupnya akan dipenuhi kebaikan. Namun bila hati gelap oleh dosa dan lalai dari Allah, maka hidupnya akan gersang, penuh kegelisahan, meski dunia telah digenggamnya. Karena itu, membersihkan hati dengan taubat, menyiraminya dengan dzikir, dan menenangkannya dengan shalat — itulah jalan menuju kesehatan jiwa yang sejati dan ketenangan hidup yang hakiki.
Ma‘āsyiral muslimīn rahimakumullāh,
Sesungguhnya ketenangan jiwa adalah dambaan setiap manusia, tetapi tidak semua mengetahui di mana letaknya. Sebagian mencarinya dalam harta, sebagian lagi dalam hiburan dan gemerlap dunia. Namun semakin mereka mengejar, semakin jauh pula rasa tenang itu pergi. Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā telah menunjukkan jalan ketenangan yang sejati dalam firman-Nya:
أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.” (QS. ar-Ra‘d: 28)
Dzikir bukan hanya gerakan lisan, tetapi juga getaran hati yang selalu sadar akan kehadiran Allah dalam setiap keadaan. Ketika seseorang berdzikir dengan hati yang hidup, ia seperti menemukan pelabuhan setelah lama terombang-ambing dalam ombak kehidupan. Dzikir menentramkan batin, menyejukkan jiwa yang resah, dan menjadi benteng kokoh dari kegelisahan dunia yang mencekik banyak hati.
Para ulama menjelaskan bahwa ayat ini mengandung rahasia besar tentang kebahagiaan hidup. Imam Ibnu Katsīr rahimahullāh berkata dalam tafsirnya: “Yakni hati orang-orang yang beriman akan tenang dan tenteram dengan mengingat Allah, karena hati tidak akan merasa aman, damai, dan bahagia kecuali jika bersandar kepada-Nya.” (Tafsīr Ibn Kathīr, 4/428).
Al-Imām al-Qurṭubī menambahkan: “Dzikir kepada Allah adalah sebab terbesar bagi ketenangan hati, karena ia menghubungkan hamba dengan Rabb-nya yang Maha Kuasa, dan siapa yang dekat dengan Allah, maka hilanglah ketakutannya dan lenyaplah kesedihannya.” (al-Jāmi‘ li Aḥkām al-Qur’ān, 9/288).
Wahai saudara-saudaraku yang dirahmati Allah,
Orang beriman memandang ujian hidup bukan sebagai bentuk kebencian, tetapi tanda kasih sayang dari Allah agar ia lebih dekat kepada-Nya. Ia sadar bahwa setiap kesedihan adalah undangan untuk bersujud, setiap kehilangan adalah panggilan untuk kembali. Inilah buah dari tauhid yang hidup: hati yang yakin bahwa tidak ada satu pun yang terjadi kecuali dengan kehendak Allah, dan semua yang Allah kehendaki pasti baik bagi hamba-Nya. Dari keyakinan inilah lahir ketenangan batin yang sejati. Ia mungkin hidup dalam kesederhanaan, tetapi hatinya lapang; ia mungkin diuji dengan derita, tetapi jiwanya damai. Sebab ia tahu, di balik semua itu ada tangan lembut Allah yang sedang membimbingnya menuju kebahagiaan abadi.
Ma‘āsyiral muslimīn rahimakumullāh,
Dalam menghadapi gelombang ujian dan tekanan hidup, Islam tidak membiarkan kita berjalan sendirian. Ia memberikan jalan keluar yang menenangkan dan meneguhkan jiwa. Jalan pertama adalah tawakal — menyerahkan hasil kepada Allah setelah berusaha sekuat tenaga. Orang yang bertawakal tidak mudah cemas terhadap masa depan, karena ia yakin bahwa segala urusan telah diatur oleh Zat yang Maha Bijaksana. Setelah itu, shalat dan doa menjadi tempat terbaik untuk bersandar. Saat dahi menyentuh sajadah, beban yang menyesakkan dada terasa luruh satu per satu. Dalam doa yang tulus, seorang hamba merasakan kedekatan dengan Rabb-nya, sebagaimana firman Allah Ta‘ālā:
﴿ وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ ﴾
“Dan mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat; sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. al-Baqarah: 153)
Selain itu, Islam juga menanamkan dua pilar keseimbangan batin: sabar dan syukur. Ketika diuji, sabar menjadi penopang hati; ketika diberi nikmat, syukur menjadi penjaga agar tidak sombong. Dua hal ini menjadikan hidup seorang mukmin selalu tenang — baik dalam suka maupun duka. Lingkungan yang saleh dan majelis ilmu pun menjadi obat yang menumbuhkan semangat dan optimisme. Di sana hati yang letih kembali hidup, jiwa yang lemah kembali kuat. Namun, semua itu tidak akan sempurna tanpa menjauhi maksiat. Sebab dosa adalah racun bagi jiwa; ia menggelapkan hati, memadamkan cahaya iman, dan mencuri rasa bahagia dari dada seorang mukmin. Maka, siapa yang ingin jiwanya tenang dan hatinya kuat, hendaklah ia menjaga diri dari dosa, memperbanyak istighfar, dan meniti hidup dengan iman, dzikir, serta amal saleh. Di situlah rahasia kebahagiaan yang dijanjikan Islam — ketenangan yang tak tergoyahkan, meski dunia di sekelilingnya berguncang.
Ma‘āsyiral muslimīn rahimakumullāh,
Sejarah Islam menyimpan kisah-kisah yang mengguncang hati, tentang jiwa-jiwa yang tenang di tengah derita. Lihatlah Bilāl bin Rabāh raḍiyallāhu ‘anhu — seorang budak yang disiksa di tengah padang pasir yang membara, tubuhnya ditindih batu besar, namun lisannya tetap bergetar menyebut, “Aḥad, Aḥad…” — “Allah Yang Maha Esa… Allah Yang Maha Esa…” Ia bukan tidak merasakan sakit, tapi hatinya tenggelam dalam cinta dan keyakinan kepada Allah. Dari kisah Bilāl kita belajar, bahwa ketenangan bukan milik mereka yang hidup tanpa ujian, melainkan milik mereka yang hatinya terikat pada Allah di setiap keadaan.
Dan lihat pula Nabi Ayyūb ‘alaihissalām — kehilangan harta, anak, bahkan kesehatan, namun lisannya tidak pernah lepas dari pujian. Ia berkata, “Rabbi, Engkau telah memberiku nikmat begitu lama, dan kini Engkau mengambilnya. Maka aku malu jika aku mengeluh.” Betapa indah ketenangan seorang hamba yang pasrah sepenuhnya kepada Rabb-nya. Dari keduanya kita belajar, bahwa bahagia sejati bukan karena keadaan yang sempurna, tapi karena hati yang selalu bersama Allah. Siapa pun yang hatinya hidup dengan iman dan dzikir, ia akan menemukan ketenangan, bahkan di tengah badai kehidupan.
Wahai jamaah yang dimuliakan Allah,
Marilah kita jadikan iman dan dzikir sebagai vitamin rohani dalam kehidupan yang penuh hiruk-pikuk ini. Jangan biarkan hati kita kering dari mengingat Allah, hingga kegelisahan dan kecemasan menjadi penguasa jiwa. Setiap kali dada terasa sesak, kembalilah kepada Sang Pencipta, karena hanya Dia yang mampu menenangkan hati yang resah. Dan jika di sekitar kita ada saudara yang sedang rapuh secara mental, ulurkan tangan kasih dan nasihatkan dengan lembut — sebab menenangkan jiwa yang gundah adalah ibadah yang mulia di sisi Allah. Semoga kita semua termasuk hamba-hamba yang hatinya tenteram karena iman, dan menjadi peneduh bagi hati-hati yang terluka.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.
Ma‘āsyiral muslimīn rahimakumullāh,
Sesungguhnya kesehatan mental bukan sekadar urusan pikiran, melainkan juga cerminan dari keimanan. Iman yang kokoh menumbuhkan hati yang tenang, sabar, dan lapang dalam menghadapi segala ketentuan Allah. Jiwa yang beriman tidak mudah goyah oleh kehilangan, tidak putus asa oleh ujian, dan tidak sombong ketika diberi nikmat. Ia menyadari bahwa setiap peristiwa adalah bagian dari kasih sayang dan hikmah Ilahi. Maka dzikir dan doa menjadi terapi paling ampuh, penenang yang tidak bisa digantikan oleh dunia apa pun.
Wahai saudara-saudaraku, marilah kita hidupkan hati dengan dzikir, perbanyak istighfar, dan senantiasa membaca Al-Qur’an. Rawat pula hubungan dengan sesama melalui silaturahmi dan saling dukung dalam kebaikan. Jika hati terasa berat dan pikiran tertekan, jangan pendam sendiri — mintalah nasihat kepada para ulama atau ahli yang amanah. Jadikan masjid dan majelis ilmu sebagai tempat penyembuhan hati, tempat di mana air mata menjadi saksi rindu kita kepada Allah, dan dzikir menjadi obat bagi jiwa yang letih.
فَيَاأَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى اِنَّ اللهَ وَ مَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَعَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَعَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَآءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مَجِيْبُ الدَّعَوَاتِ
اللّٰهُمَّ ٱجْعَلْنَا مِنَ ٱلَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ ٱلْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ أَحْسَنَهُ، وَوَفِّقْنَا لِٱتِّبَاعِ نَبِيِّكَ ٱلْمُصْطَفَى ﷺ فِي ٱلْأَقْوَالِ وَٱلْأَفْعَالِ.
اللّٰهُمَّ ٱجْعَلْنَا مِمَّنْ يَقْتَدِيْ بِرَسُوْلِكَ ﷺ فِي كُلِّ أُمُوْرِنَا، فِي عِبَادَاتِنَا، فِي مُعَامَلَاتِنَا، وَفِي أَخْلَاقِنَا.
اللّٰهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا أَزْوَاجَنَا وَذُرِّيَّاتِنَا، وَٱجْعَلْهُمْ قُرَّةَ أَعْيُنٍ لَنَا، وَٱجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا.
اللَّهُمَّ ارْزُقْنَا صُحْبَةَ الصَّالِحِينَ، وَمَجَالِسَ الذِّكْرِ، وَقُلُوبًا مُتَحَابَّةً فِيكَ، وَنَجِّنَا مِنَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا، وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا، وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ.
اللَّهُمَّ اجْعَلْ قُلُوبَنَا مُطْمَئِنَّةً بِذِكْرِكَ، وَصَلَاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنِنَا، وَاجْمَعْنَا وَأُسَرَنَا عَلَى طَاعَتِكَ وَمَحَبَّتِكَ.
اللَّهُمَّ أَذْهِبْ عَنَّا الْهَمَّ وَالْغَمَّ وَالْحُزْنَ، وَمَلِّئْ قُلُوبَنَا بِالسَّكِينَةِ وَالرِّضَا وَالطُّمَأْنِينَةِ.
اَللّٰهُمَّ اجْعَلْ قُلُوبَنَا مُطْمَئِنَّةً بِذِكْرِكَ، وَنُفُوسَنَا رَاضِيَةً بِقَضَائِكَ، وَأَعِذْنَا مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ، وَمِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَمِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عبادَ اللهِ، إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ. فَاذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ.




