BerandaFikihFikih NazilahMasalah Politik Tidak Ada Kaitannya dengan Islam ?

Masalah Politik Tidak Ada Kaitannya dengan Islam ?

- Advertisement -spot_img

PolitikSeorang ustadz kondang dalam ceramahnya di sebuah stasiun TV swasta nasional membuat pernyataan kontroversial. Sang ustadz menyatakan masalah kepemimpinan tidak ada kaitannya dengan masalah agama. Oleh karenanya tidak masalah jika seorang muslim mengangkat orang kafir sebagai pemimpin. Ia menganalogikan masalah kepemimpinan dengan pesawat terbang, dimana para penumpang muslim tidak mengapa naik pesawat yang dipiloti oleh seorang non-muslim.

Pernyataan sang ustadz tersebut merupakan hakekat dari paham sekulerisme. Pernyataan yang disampaikan oleh sang ustadz adalah pernyataan yang salah kaprah. Analoginya adalah analogi yang rusak. Sebab, ia melakukan analogi di saat sudah ada dalil-dalil syar’i yang shahih dan sharih (tegas) tentang keharaman mengangkat orang kafir sebagai pemimpin.

Bagi seorang muslim, seluruh aspek kehidupannya telah diatur oleh Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Jika urusan buang air kecil dan buang air besar saja terdapat tuntunan yang rinci dan jelas dalam syariat Islam; bagaimana mungkin masalah kepemimpinan yang berkaitan dengan urusan ratusan juta manusia tidak memiliki tuntunan dalam syariat Islam?

Salman Al-Farisi RA yang berasal dari Persia pernah ditanyai oleh orang-orang kafir tentang hal itu.

عَنْ سَلْمَانَ قَالَ قِيلَ لَهُ قَدْ عَلَّمَكُمْ نَبِيُّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلَّ شَيْءٍ حَتَّى الْخِرَاءَةَ قَالَ فَقَالَ أَجَلْ لَقَدْ نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ لِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِالْيَمِينِ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِأَقَلَّ مِنْ ثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِرَجِيعٍ أَوْ بِعَظْمٍ

Dari Salman Al-Farisi bahwasanya ia pernah ditanya, “Apakah nabi kalian telah mengajarkan kepada kalian semua perkara, sampai urusan buang air?” Salman menjawab, “Ya, benar. Beliau melarang kami menghadap kiblat jika sedang buang air besar atau buang air kencing. Beliau melarang kami bersuci (setelah buang air besar atau buang air kecil) dengan tangan kanan. Beliau melarang kami bersuci dengan batu yang berjumlah kurang dari tiga biji. Dan beliau melarang kami bersuci dengan tahi unta atau dengan tulang.” (HR. Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, dan An-Nasai)

Dalam lafal yang lain disebutkan:

عَنْ سَلْمَانَ قَالَ قَالَ بَعْضُ الْمُشْرِكِينَ وَهُمْ يَسْتَهْزِئُونَ بِهِ إِنِّي لَأَرَى صَاحِبَكُمْ يُعَلِّمُكُمْ حَتَّى الْخِرَاءَةِ قَالَ سَلْمَانُ أَجَلْ أَمَرَنَا أَنْ لَا نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ وَلَا نَسْتَنْجِيَ بِأَيْمَانِنَا وَلَا نَكْتَفِيَ بِدُونِ ثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ لَيْسَ فِيهَا رَجِيعٌ وَلَا عَظْمٌ

Dari Salman Al-Farisi bahwasanya sebagian orang musyrikin, dengan nada mengejek, pernah berkata kepadanya, “Sungguh aku melihat kawan kalian (yaitu Nabi SAW) mengajarkan kepada kalian semua perkara, sampai urusan buang air.” Salman menjawab, “Ya, benar. Beliau memerintahkan kepada kami untuk tidak menghadap kiblat jika sedang buang air besar atau buang air kencing. Beliau memerintahkan kepada kami untuk tidak bersuci (setelah buang air besar atau buang air kecil) dengan tangan kanan. Beliau memerintahkan kepada kami untuk tidak dengan batu yang berjumlah kurang dari tiga biji. Dan beliau memerintahkan kepada kami untuk tidak bersuci dengan tahi unta atau dengan tulang.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Islam adalah agama yang sempurna. Semua masalah yang berkenaan dengan kehidupan umat manusia telah diberikan tuntunan yang jelas dalam syariat Islam, baik secara global maupun secara terperinci. Hal-hal yang bersifat baku seperti pokok-pokok akidah, ibadah ritual, akhlak, keluarga, warisan, dan pidana diatur secara terperinci oleh Al-Quran dan As-Sunnah.

Adapun perkara-perkara yang bisa berubah dengan adanya perubahan tempat, waktu, dan manusia seperti urusan politik, ekonomi, militer, dan sejenisnya; maka Al-Qur’an dan as-sunnah memberikan tuntunan secara global. Rincian dari tuntunan tersebut diserahkan kepada ijtihad para ulama mujtahidin dengan mengacu kepada ketentuan umum dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Allah SWT berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

Pada hari ini Aku telah menyempurnakan untuk kalian agama kalian, dan Aku telah menggenapkan nikmat-Ku atas kalian, dan Aku telah meridhai Islam sebagai dien kalian.” (QS. Al-Maidah [5]: 3)

وَنَزَّلْنا عَلَيْكَ الْكِتابَ تِبْياناً لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدىً وَرَحْمَةً وَبُشْرى لِلْمُسْلِمِينَ

Dan Kami telah menurunkan kepadamu kitab suci [Al-Qur’an] sebagai penjelasan atas segala perkara, petunjuk, kasih sayang, dan kabar gembira bagi kaum muslimin. (QS. An-Nahl [16]: 89)

Seorang muslim sejati adalah orang yang telah berikrar setia untuk diatur seluruh aspek kehidupannya dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Shalatnya, zakatnya, shaumnya, hajinya, tilawah Al-Qur’annya, ekonominya, politiknya, budayanya, militernya, dan semua aspek kehidupannya adalah ibadah kepada Allah SWT. Caranya adalah dengan menjalani seluruh aspek kehidupan tersebut sesuai syariat Allah dan diniatkan untuk mencari ridha Allah semata. Hal itu sebagaimana ditegaskan oleh ikrar yang ia baca berulang kali setiap harinya:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (162) لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ (163)

Katakanlah, “Sesungguhnya shalatku, penyembelihanku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya. Demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (QS. Al-An’am [6]: 162-163)

Dalam sejarah tercatat, ulama’ su’ yang pertama kali menyatakan bahwa Islam hanya mengatur urusan ruhani dan tidak mengatur urusan duniawi (ekonomi, politik, sosial, militer, dan lainnya) adalah Ali Abdurrazziq. Ia adalah alumni Universitas Al-Azhar yang melanjutkan studinya di Inggris, hingga meraih gelar kesarjanaan di negeri sekuler tersebut. Ia kemudian diangkat menjadi hakim Pengadilan Agama di propinsi Al-Manshurah, Mesir. Pada tahun 1925 M —satu tahun setelah Musthafa Kamal Pasha meruntuhkan Khilafah Utsmaniyah dan mendirikan negara sekuler Turki— Ali Abdurrazziq menegaskan prinsip sekulerisme tersebut dalam bukunya, Al-Islam wa Ushul Al-Hukmi.

Kesesatan pemikiran Ali Abdurrazziq tersebut membuat marah para ulama Islam. Dewan Ulama Al-Azhar yang beranggotakan 24 ulama senior Universitas Al-Azhar menyidang Ali Abdurrazziq. Hasil sidang tersebut adalah Universitas Al-Azhar mencabut gelar kesarjanaan (keulamaan) Ali Abdurrazziq. Keputusan Dewan Ulama Universitas Al-Azhar tersebut dikeluarkan pada hari Rabu, 22 Muharram 1344 H / 12 Agustus 1925 M.

Buku karya Ali Abdurrazziq tersebut mendapat bantahan dari para ulama senior dunia Islam, di antaranya Syaikh Muhammad Khidhir Husain (mantan Rektor Universitas Al-Azhar), Syaikh Musthafa Shabri (Syakhul Islam / Mufti terakhir Khilafah Utsmaniyah), Syaikh Muhammad Thahir bin ‘Asyur At-Tunizi (Rektor Universitas Az-Zaitunah Tunisia dan Mufti Madzhab Maliki), Syaikh Muhammad Bakhit Al-Muthi’i, dan lain-lain.

Belakangan para ulama Islam menemukan fakta bahwa buku Ali Abdurraziq tersebut bukan karya orisinil. Dr. Dhiyauddhin Ar-Rayyis dalam bukunya, Al-Islam wa Al-Khilafah, menyebutkan bahwa buku Ali Abdurrazziq tersebut tidak lain hanyalah terjemahan Ali Abdurrazziq terhadap karya David Samuel Margoliouth (1858 – 1940) atau Thomas Walker Arnold (1864-1930).

David Samuel Margoliouth adalah seorang orientalis Yahudi Inggris dan Profesor Bahasa Arab pada Universitas Oxford. Adapun Thomas Walker Arnold adalah seorang orientalis Kristen Inggris, Dekan Fakultas Oriental di Universitas Punjab dan Profesor Studi Islam dan Arab pada Universitas London. Ali Abdurrazziq sendiri pernah hidup dan kuliah di Inggris selama dua tahun.

Semoga Allah melindungi kita dari paham kufur sekulerisme dan penyesatan para ulama su’. Wallahu a’lam bish-shawab.

Referensi:

Muhammad Thahir bin Asyur, Naqdun Ilmiyyun li-Kitab Al-Islam wa Ushulil Hukmi, Kairo: Al-Mathba’ah As-Salafiyah, cet. 1, 1344 H.

Muhammad Ra’fat Utsman, Riyasatud Daulah fi Al-Fiqh Al-Islami, Kairo: Darul Kitab Al-Jami’i, cet. 1, 1395 H.

Abdullah bin Umar Ad-Dumaiji, Al-Imamah Al-Uzhma ‘inda Ahlis Sunnah wal Jama’ah, Riyadh: Dar At-Thayyibah, cet. 2, 1408 H.

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
Stay Connected
16,985FansSuka
2,458PengikutMengikuti
61,453PelangganBerlangganan
Must Read
- Advertisement -spot_img
Related News
- Advertisement -spot_img

Silakan tulis komentar Anda demi perbaikan artikel-artikel kami