BerandaKajianTarbiyahMendidik Anak Untuk Jujur - Bagian 1

Mendidik Anak Untuk Jujur – Bagian 1

- Advertisement -spot_img

Seorang ibu merasa kewalahan menghadapi putranya yang suka berbohong padahal baru berusia 9 tahun. Sang anak sering sekali berbohong bahkan untuk hal-hal kecil sekali pun.

Ia berbohong tentang nilai ulangan hariannya, itentang siapa yang memecahkan pot bunga saat bermain bola, saat hendak pamit les, dan lain sebagainya.

Sang ibu merasa sudah mengajarkan nilai kejujuran pada anaknya, bahkan sering memarahi jika ketahuan berbohong.

Namun tetap tidak tampak tanda-tanda anak ini mau berubah. Lantas harus bagaimana?

Hal itu barangkali menjadi problem klasik bagi kita para orang tua dan pendidik. Terlebih di era modern saat ini dengan sarana perusak moral yang sedemikian masif dan bebasnya.

Berbohong adalah sebuah perilaku tercela yang bisa menjadi kebiasaan apabila tidak ditangani sedini mungkin.

Para pendidik, khususnya orang tua harus mencurahkan perhatian dan melakukan berbagai upaya perbaikan dari kebiasaan berbohong ini agar tidak mengakar kuat dalam diri seorang anak.

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يُكْتَبَ صِدِّيقًا، وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ كَذَّابًا

Sesungguhnya kejujuran itu membawa pada kebaikan dan kebaikan menghantarkan ke dalam surga. Tidaklah seseorang berbuat jujur hingga Allah mencatatnya sebagai orang yang selalu jujur.

Kebohongan akan membawa kepada keburukan dan keburukan itu menghantarkan ke dalam neraka. Sungguh seseorang terbiasa bohong hingga Allah mencatatnya sebagai seorang pembohong.” (HR. Bukhari no. 6094, Muslim no. 2607)

Maksudnya kejujuran akan menunjukkan kepada amal shalih yang bersih dari celaan. Adapun kedustaan akan mengatarkan kepada perbuatan dosa yaitu berpaling dari keistiqamahan.

Ada juga yang berpendapat bahwa kebohongan mengundang perbuatan maksiat. (Imam an-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, XVI/160)

Anak-anak memang tidak dilahirkan dalam keadaan otomatis untuk mengikuti moral yang baik. Moralitas adalah sesuatu yang dipelajari oleh seorang anak dalam tumbuh kembangnya secara bertahap dari tahun ke tahun.

Adapun perilaku berbohong merupakan salah satu dari tahapan tersebut. Dalam tumbuh kembangnya, anak-anak belajar tentang aturan-aturan sosial. Mereka belajar bahwa dalam kehidupan ini ada yang dinamakan khayalan, kebohongan, dan kenyataan.

Umumnya, perilaku berbohong ini muncul dalam diri anak ketika ia mulai bisa bicara. Rentang usia 4 sampai 9 tahun anak-anak masih banyak hidup dengan khayalan atau imajinasi mereka.

Anak belum bisa membedakan yang mana khayalan dan mana kenyataan. Mereka sering beranggapan bahwa binatang bisa bicara layaknya manusia, mereka mengira bahwa hantu dan monster itu benar-benar ada.

Mereka yakin bahwa kartun animasi itu benar-benar hidup dan menjadi teman mereka. Sering kali anak menempatkan diri menjadi bagian dari imaji tersebut.

Barulah setelah usia 9 tahun, anak-anak mulai memahami aturan “tidak boleh berbohong”. Mereka mulai memahami bahwa sesuatu yang bukan sebenarnya itu berarti berbohong.

Namun mereka masih memilah dan memilih, atau mempertimbangkan kapan mereka bisa berbohong atau tidak. Dalam artian, mereka belum benar-benar paham bahwa berbohong itu tercela.

Sebab ada kebutuhan lain yang lebih penting bagi mereka yaitu kebutuhan untuk diterima dengan baik oleh suatu kelompok sosial tertentu.

Petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Agar Anak Jujur

1. Jadilah Teladan dalam Kejujuran

Anak-anak adalah peniru yang sangat baik. Mereka meniru segala hal yang dilakukan oleh orang tua atau orang dewasa di sekitarnya, termasuk berbohong.

Ya, anak-anak belajar berbohong pertama kali dari orang tuanya. Disadari atau tidak, orang tua seringkali memberikan contoh yang salah dalam perilaku berbohong ini, sehingga anak-anak menirunya di kemudian hari.

Contoh kecil, saat seorang ibu ingin mengalihkan perhatian anaknya atau menghentikan tangis anaknya, ibu itu berkata, “Eh, lihat itu ada cicak.” atau “Eh, lihat ada pesawat terbang.”

Padahal sesungguhnya tidak ada cicak atau pesawat terbang di sana. Contoh lagi, saat ada tamu atau telpon sedangkan ibu atau ayah sedang menghindari orang yang bertamu atau telpon tersebut.

Ibu akan mengatakan, “Bilang saja ibu nggak ada di rumah.” Padahal ibu jelas-jelas ada di dalam rumah.

Orang tua merupakan model utama bagi anak-anak karena merupakan orang yang paling sering berada di dekat anak-anak. Jadi kita harus berhati-hati tentang masalah berbohong ini.

Jika sering berbohong, maka jangan salahkan anak bila kelak mereka ikut berbohong. Namun bila kita membiasakan anak untuk jujur sejak kecil maka insyaAllah mereka pun akan menjadi orang yang jujur dan mudah untuk diarahkan.

Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Abdullah bin Amir bahwa ia berkata, “Suatu ketika Ibu memanggilku. Saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di tengah-tengah kami.

Ibu memanggilku dan berkata, “Kemarilah aku akan memberimu sesuatu.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apa yang hendak kau berikan kepadanya?

Ibuku menjawab, “Aku akan memberinya kurma.” Rasulullah bersabda, “Kalau engkau tidak memberinya maka engkau akan menanggung dosa kedustaan.” (HR. Abu Dawud)

2. Beri Anak Pujian, Jangan Selalu Dikritik

Sering kali orang tua terburu-buru mengecap anak berbohong, mencurigai, dan mengkritiknya padahal anak berkata jujur. Kebanyakan orang tua pun akan segera memberikan label “pembohong” ketika anak pernah sekali berbohong.

Sehingga pada akhirnya anak pun mengambil kesimpulan bahwa “bohong atau jujur sama saja, ibu akan tetap bilang aku ini pembohong.”

Kebanyakan orang tua juga lebih sering mengeluarkan kalimat-kalimat negatif pada anak alih-alih memberinya semangat dan dorongan untuk selalu berbuat baik.

Lebih sering mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan anak, mengecilkan hati, memberikan julukan yang negatif, dan lain sebagainya sebagai bentuk dari “kekerasan verbal” terhadap seorang anak.

Anak-anak yang terlalu sering mendapatkan kritikan dari orang tuanya, akhirnya menjadi haus pujian. Mereka akan melakukan segala cara untuk membuat orang tuanya mau memuji, salah satunya adalah berbohong.

3. Jangan Berlebihan dalam Menghukum Anak

Hukuman memang merupakan salah satu cara mendidik. Namun berlebihan dalam menghukum akan membuat anak terbiasa untuk berbohong demi menghindari hukuman.

Anak-anak yang masih kecil biasanya cenderung “tidak sengaja” berbohong. Dalam artian, mereka belum bisa memprediksi sebab-akibat.

Jika kita menganggap jelas bahwa anak bermain bola dan memecahkan vas adalah suatu kesalahan, maka anak-anak tidak bisa berpikir demikian.

Mereka hanya berpikir, “Aku main bola dan aku nggak mecahin vas ibu. Bola yang mecahin vas ibu.” Itulah yang akan mereka pikirkan.

Oleh karena itu para orang tua dan pendidik harus berhati-hati dalam menerapkan metode hukuman dalam mendidik anak.

Abu Mas’ud  al-Badri berkata, “Suatu kali aku mencambuk budakku (yang masih kecil) dengan cemeti. Maka aku mendengar suara di belakangku, “Wahai Abu Mas’ud ketahuilah.”

Tetapi aku tidak menghiraukan karena saking marahnya. Saat sumber suara itu mendekat ternyata ia adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Aku pun  melempar cemeti itu dan beliau bersabda, “Wahai Abu Mas’ud ketahuilah bahwa Allah mampu untuk menyiksamu dengan yang lebih dari itu.” Maka sejak itu aku berjanji tak akan mencambuk budakku lagi.” (Bersambung)

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
Stay Connected
16,985FansSuka
2,458PengikutMengikuti
61,453PelangganBerlangganan
Must Read
- Advertisement -spot_img
Related News
- Advertisement -spot_img

Silakan tulis komentar Anda demi perbaikan artikel-artikel kami