BerandaKajianTarbiyahUrgensi Keteladanan dalam Pendidikan (Bag. 2)

Urgensi Keteladanan dalam Pendidikan (Bag. 2)

- Advertisement -spot_img

TarbiyahSebuah masjid di Tokyo membutuhkan imam masjid dan khatib. Selain mengimami shalat berjama’ah, tugas pokoknya adalah menyampaikan khutbah Jum’at dan ceramah keagamaan tiap pekan. Salah satu keahlian yang dibutuhkan adalah kemampuan berbahasa Jepang, hafalan beberapa juz Al-Qur’an, dan pengetahuan keislaman. Pihak masjid menyediakan rumah dan gaji tetap 2000 dolar per bulan, atau sekitar Rp 28 juta dengan kurs dolar saat ini.

Saat mendengar iklan lowongan pekerjaan dari masjid di Tokyo tersebut, tentu banyak di antara kita yang tertarik. “Rumah dinas” dan gaji puluhan juta per bulan, untuk “tugas ringan” menjadi imam shalat, khatib Jum’at, dan ceramah; sungguh tawaran yang menggiurkan. Namun saat mengetahui keahlian yang dibutuhkan adalah bahasa Jepang dan hafalan beberapa juz Al-Qur’an, boleh jadi sebagian besar di antara kita akan mundur secara teratur.

Bahasa Jepang tentu keahlian yang sangat langka dikuasai oleh mubaligh dan juru dakwah di Indonesia. Tanpa menguasai bahasa Jepang, apa yang bisa dilakukan oleh seorang juru dakwah di Tokyo? Tentu kehadiran juru dakwah yang tidak menguasai bahasa Jepang di sana layaknya Tarzan di tengah kota metropolitan. Tanpa komunikasi yang baik dan lancar, dakwah  bisa dipastikan akan menemui kegagalan.

Ilustrasi di atas untuk zaman sekarang tentu sangat logis. Namun tahukah Anda, ratusan tahun yang lalu “Tarzan-Tarzan” muslim mampu mengemban tugas nyaris mustahil tersebut dengan  sangat sukses???

“Tarzan-Tarzan” muslim yang saya maksudkan di sini adalah para pedagang muslim Arab dari Yaman, Hijaz, dan sekitarnya. Mereka berlayar mengarungi Samudra Hindia, menempuh jarak ribuan mil jauhnya, untuk bisa mendarat di Samudra Pasai, Banten, Cirebon, Demak, Tuban, Gresik, dan pantai utara pulau Jawa. Mereka tidak memahami bahasa Aceh, bahasa Sunda, dan bahasa Jawa. Mereka mendatangi penduduk Sumatra dan Jawa yang mayoritasnya beragama Hindu, Budha, Animisme, dan Dinamisme. Mereka datang untuk berdagang, sambil mendakwahkan Islam kepada penduduk Sumatra dan Jawa.

Hasilnya? Jutaan penduduk Sumatra dan Jawa memeluk Islam secara sukarela. Kendala bahasa, agama, dan budaya tidak menjadi penghalang bagi para “Tarzan” muslim Arab tersebut untuk menyebarkan agama Allah di bumi Nusantara. Kini kita, umat Islam Indonesia, adalah bangsa muslim terbesar di dunia.

Apa rahasia di balik kesuksesan dakwah para pedagang muslim Arab di bumi Nusantara? Sederhana: Keteladanan. Mereka menunjukkan keindahan agama Islam lewat kemuliaan akhlak mereka sehari-hari. Mereka memperlihatkan akhlak kebersihan, keikhlasan, kejujuran, amanah, senyum, suka menolong sesama, dan lain-lainnya kepada penduduk pribumi. Keteladanan dan akhlak mulia itu lebih dari cukup untuk menaklukkan hati penduduk pribumi.

Syaikh Abdullah bin Sa’ad Adh-Dhayaf menulis: “Keteladanan yang baik itu mengetengahkan sebuah realita yang sudah mewakili banyak metode penyampaian dan pemengaruhan.” (Al-Qudwah Al-Hasanah wa Atsaruha fil I’lam bil-Islam, hlm. 244)

Syaikh Husni Adham Jarrar juga menulis: “Manhaj pendidikan nan unik yang ditempuh Islam dalam membina para pemeluknya sungguh memiliki pengaruh yang besar terhadap realita historis kaum muslimin. Islam bukan lagi sekedar teori-teori belaka, bukan pula kumpulan petuah dan nasehat. Islam telah menjadi contoh-contoh kemanusiaan yang hidup dan realita praktis yang teraplikasikan, serta tingkah laku dan tindakan yang bisa dilihat oleh mata dan didengar oleh telinga.”

“Hal itu meninggalkan pengaruh-pengaruhnya dalam realita kehidupan, dalam sepanjang perjalanan sejarah, dan mewujudkan contoh-contoh manusia yang dicetak olehnya dengan cetakan baru, serta melahirkannya kembali dengan sebuah kelahiran yang baru. Maka seakan-akan mereka adalah mushaf-mushaf yang berjalan…” (Al-Qudwah As-Shalihah, hal. 5)

Dr. Muhammad Musa Asy-Syarif dalam bukunya, Al-Qudwat Al-Kibar Baina At-Tahthim wa Al-Inbihar menyebutkan keteladanan yang baik memiliki banyak manfaat. Di antaranya adalah:

  1. Keteladanan yang baik akan mendorong manusia untuk mengikuti keistimewaan-keistimewaan dan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh para tokoh panutan.
  2. Keteladanan yang baik dari diri para tokoh panutan akan menumbuhkan perasaan bangga dalam jiwa para pengikutnya.
  3. Keteladanan yang baik akan mewariskan contoh ideal bagi generasi penerus.
  4. Keteladanan yang baik akan mendorong orang untuk memperbaiki dan meningkatkan kwalitas amalnya, sehingga bisa mendekati kebaikan kwalitas amal tokoh yang diteladani.
  5. Keteladanan yang baik akan menunjukkan keagungan agama ini dan bahwasanya keindahan dan keagungan agama ini bisa dilahirkan kembali dalam realita, melalui orang-orang yang melakukan amal-amal kebaikan sebagaimana dahulu para tokoh salaf
  6. Keteladanan yang baik akan melahirkan kekaguman, yang disusul oleh sikap mencontoh dan meniru hal-hal positif dalam diri tokoh teladan.
  7. Dengan keteladanan yang baik, umat Islam bisa memerankan tugas dakwah dengan baik. Banyak lembaga resmi dan bahkan negara pada saat ini tidak mampu memerankan tugas dakwah Islam, karena lembaga dan negara tidak mampu memberikan keteladanan yang baik bagi rakyat.

Wallahu a’lam bish-shawab.

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
Stay Connected
16,985FansSuka
2,458PengikutMengikuti
61,453PelangganBerlangganan
Must Read
- Advertisement -spot_img
Related News
- Advertisement -spot_img

Silakan tulis komentar Anda demi perbaikan artikel-artikel kami