BerandaKabar PondokKupas Tuntas Sejarah Mushaf Al-Qur'an di Nusantara

Kupas Tuntas Sejarah Mushaf Al-Qur’an di Nusantara

- Advertisement -spot_img

Darusy Syahadah-Ahad, 28 Agustus 2022 Ma’had Aly Darusy Syahadah Putri Mengadakan Kuliah Tamu untuk Seluruh Mahasantri.

Kegiatan tersebut diisi oleh Ustadz Muhtar Sholahuddin, S.Pd.I., M. Hum dengan tema “Mujahadah Ulama dalam Penulisan Mushaf Nusantara”.

Acara dilaksanakan di Aula Ma’had dan dimulai pukul pukul 09.00 hingga 11.30 WIB.

Beliau Ustadz Muhtar telah menyelesaikan studi S2 di Universitas Diponegoro Semarang.

Salah satu kesibukan beliau saat ini adalah menjadi pembicara dan peneliti tema sejarah peradaban Islam di Surakarta.

Beliau juga menjadi salah satu dosen pengajar di Ma’had Aly Nurul Iman.

Pada pengantar materi, beliau menyampaikan bahwa bukan hanya tadabur Al-Qur’an saja yang memiliki hikmah luar biasa, tadabur sejarah pun juga memiliki hikmah yang luar biasa.

Maka dari itu, beliau mengaitkannya dengan sejarah tentang penulisan Al–Qur’an.

Sejarah Penulisan Mushaf

Ustadz Muhtar menjelaskan bahwa salah satu tradisi salafus shalih adalah menulis mushaf Al-Qur’an.

Tahapan penulisan Al-Qur’an ada banyak, dari Zaid bin Tsabit dan timnya, kemudian dititipkan kepada Hafshah (istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang pandai dalam menulis sebab belajar dengan Syifa yang ahli dalam menulis dan meruqyah).

Kemudian tahap penulisan selanjutnya dilakukan pada masa Abu Bakar lalu oleh Utsman bin Affan dan kata “mushaf” sendiri disebutkan dalam QS. Al-Bayyinah: 2.

Al-Quran di era khalifah Ustman bin Affan tidak memiliki harakat dan titik, dan sekarang berada di museum Turki.

Ustadz mengatakan, “Al-Qur’an itu Ilahiyyah, sedangkan mushaf itu ilmiah.”

Ini membuktikan bahwa, betapa agama atau peradaban Islam memiliki nilai ilmiah yang tinggi.

Setelah menyampaikan pengantar, mulailah beliau masuk pada inti materi yaitu penulisan mushaf di Nusantara.

Penyalinan Al-Quran di Indonesia dilakukan di akhir abad 13, ketika Pasai, Aceh di ujung laut pulau Sumatra.

Penyalinan Al-Quran secara tradisional terus berlanjut sampai akhir abad 19 atau awal abad 20.

Al-Quran tertua di Indonesia berasal dari akhir abad 16. Tempat penyalinan pun tidak hanya di Jawa, tapi hampir merata di wilayah Indonesia seperti Aceh, Kepulauan Riau, Palembang, Banten, Cirebon, Madura, Lombok, Makasar, Ternate, Pontianak dll.

Tiga pihak yang menjadi sponsor penulisan mushaf di Nusantara adalah Kerajaan, Pesantren, dan Elite Sosial.

Kupas Tuntas Sejarah Mushaf Al-Qur'an di Nusantara
Foto Dok. Kuliah tamu di Ma’had Aly Darusy Syahadah

Ustadz menyampaikan bahwa Pesantren Tahfidz yang baik adalah yang memiliki ‘Qur’an Tulisan’ yang ditulis santrinya.

Ada sekitar 1000 lebih (1075) mushaf tulis tangan yang berasal dari Nusantara. Mushaf ini ditulis mulai dari abad ke-17 sampai abad ke-19.

Pada penjelasan ini, beliau menyertakan macam–macam khat yang biasa dipakai untuk menulis Al–Quran; Khat Naskhi, Khat Ats-Tsulus, Khat Al-Farasi, dan Khat Ad-Diwani.

Ustadz mengatakan bahwa biaya penyalinan mushaf Al-Qur’an itu mahal. Harga sebuah manuskrip Al-Qur’an masa lampau mencapai 25 golden per-buah (±20-50 juta).

Suasana Kegiatan

Sesekali Ustadz juga melontarkan pertanyaan kepada Mahasantri dan mengecohkan jawaban, agar Mahasantri lebih teliti, kritis, dan tidak asal terima informasi.

Pada akhir materi, beliau mengenalkan tentang iluminasi Al-Qur’an.

Iluminasi Al-Qur’an adalah hiasan naskah yang bersifat abstrak yang berfungsi sebagai ‘penerang’ bagi teks yang ditampilkan.

Hiasan yang sering digunakan di Indonesia adalah floral (tumbuhan) dan sedikit unsur geometrisnya.

Setiap iluminasi dan dekorasi memiliki nilai seni tersendiri. Di sini membuktikan bahwa penulisan mushaf Al-Qur’an pada masa lampau dilakukan oleh 2 ahli; ahli tulis dan ahli hias.

Penyalinan mushaf Al-Qur’an di Jawa Tengah yang dilakukan Kesultanan, pada umumnya indah dari sisi kaligrafi maupun iluminasinya.

Lalu beliau memperlihatkan gambar/dokumentasi proses penyalinan Al-Quran di masa lampau, salah satunya foto yang diambil oleh Kassian Lephas (fotografer Istana Yogyakarta).

Ustadz juga menampilkan gambar/dokumentasi mushaf-mushaf Al-Quran yang berada di Jawa Tengah.

Salah satunya mushaf yang dimiliki KH. Nasrun, pemilik Ponpes Al-Manshur Popongan, Delanggu, Jawa Tengah.

Mushaf ini berasal dari Raden Mas Tumenggung Wiryadiningrat Surakarta. Alas Naskah dari kertas Eropa. Berjumlah 308 halaman, berukuran 39×24,5 cm.

Aksara yang dipakai aksara Arab dan Bahasa Arab. Ditulis dengan tinta hitam dan merah. Khatnya khat naskhi. Tidak ada nomor halaman dab tidak ada kata alihnya.

Kemungkinan juru tulis dan hiasnya dari wilayah Trenggalu, Malaysia. Sebab, saat itu kerajaan Surakarta bersahabat dengan kerajaan Trenggalu. Wallahu a’lam bishawab.

Mahasantri sangat antusias menyimak penjelasan yang dibawakan oleh narasumber. Hal ini dikarenakan materi yang diangkat adalah seputar sejarah namun tidak pernah dipelajari sampai detail sebelumnya.

Setelah selesai menyampaikan keseluruhan materi, kemudian dibukalah sesi tanya jawab.

Beberapa Mahasantri bertanya seputar permasalahan yang kemungkinan terjadi ketika menulis Al-Qur’an.

Semoga dengan mendapatkan materi tersebut, Mahasantri lebih melek terhadap sejarah serta mengkaji peristiwa-peristiwa yang telah lampau untuk diambil ibrah atau pelajaran.

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
Stay Connected
16,985FansSuka
2,458PengikutMengikuti
61,453PelangganBerlangganan
Must Read
- Advertisement -spot_img
Related News
- Advertisement -spot_img

Silakan tulis komentar Anda demi perbaikan artikel-artikel kami