BerandaKonsultasiFikihHukum Bersiwak Siang Hari Ramadhan Menurut Mazhab Syafi’i

Hukum Bersiwak Siang Hari Ramadhan Menurut Mazhab Syafi’i

- Advertisement -spot_img

Bulan Ramadhan kembali menyapa kaum muslimin di seluruh dunia. Semangat ibadah tampak jelas pada wajah-wajah umat Islam. Di samping itu bulan Ramadhan merupakan momen munculnya berbagai pertanyaan tentang fenomena-fenomena yang jamak terjadi di masyarakat. Di antara yang sering ditanyakan adalah hukum bersiwak atau sikat gigi pada siang hari di bulan Ramadhan.

Dalam tulisan ini akan dibahas secara khusus hukum bersiwak atau sikat gigi pada siang hari di bulan Ramadhan menurut madzhab Syafi’i, mengingat sebagian banyak masyarakat mengakui bermadzhab Syafi’i.

Sebelum membahas hukum siwak atau sikat gigi pada siang hari ketika Ramadhan, perlu kiranya dibahas tentang definisi siwak, mengingat dahulu belum dikenal istilah sikat gigi menggunakan pasta.

Imam an-Nawawi mengatakan, para ahli fikih mendefinisikan siwak sebagai sebuah alat yang digunakan untuk menggosok dan menyikat bagian dalam mulut (gigi) untuk menghilangkan aroma tak sedap dari mulut, baik berupa dahan kayu atau semisalnya. Maka dari pengertian di atas, sikat gigi yang ada pada hari ini dapat dikategorikan sebagai siwak.

Hukum Bersiwak Ketika Shaum di Bulan Ramadhan

Dalam madzhab Syafi’i hukum bersiwak atau sikat gigi ketika Ramadhan terbagi menjadi dua bagian; bersiwak ketika sebelum tergelincirnya matahari (Zhuhur) dan setelah Zhuhur. Sebab, dalam mazhab Syafi’i, pada masing-masing waktu tersebut memiliki konsekuensi hukum yang berbeda.

Hukum Bersiwak Sebelum Tergelincirnya Matahari

Adapun hukum bersiwak atau sikat gigi sebelum tergelincirnya matahari, maka hal ini dibolehkan. Berdasarkan keumuman hadits tentang siwak.

Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي أَوْ عَلَى النَّاسِ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ صَلَاةٍ

“Sekiranya tidak memberatkan ummatku atau manusia, niscaya aku akan perintahkan kepada mereka untuk bersiwak (menggosok gigi) pada setiap kali hendak shalat”. (HR. Al-Bukhari)

Para ulama Syafi’i juga tidak membedakan siwak yang digunakan ketika dilakukan sebelum tergelincirnya matahari, apakah siwak tersebut berasal dari kayu kering atau basah. Sehingga ini dijadikan standar untuk memasukkan gigi menggunakan pasta ke dalam makna tersebut.

Sahabat Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu juga berpendapat bolehnya bersiwak, baik dengan kayu basah atau kering, sebelum tergelincirnya matahari. Di antara ulama setelah generasi sahabat yang berpendapat demikian adalah Urwah bin Zubair, Abu Hanifah, Sufyan ats-Tsauri dan lainnya.

Dalam hadits di atas, anjuran untuk bersiwak tidak dibatasi dengan waktu, baik ketika puasa atau tidak, baik pada awal atau akhir puasa. Sehingga hukum bersiwak ketika puasa adalah boleh dan bersiwak sebelum tergelincirnya matahari ketika berpuasa termasuk dalam keumuman hadits ini.

Hukum Bersiwak Setelah Tergelincirnya Matahari

Bersiwak setelah tergelincirnya matahari bagi seorang yang berpuasa hukumnya makruh menurut madzhab Syafi’i, baik puasa sunnah maupun wajib. Pendapat ini didasarkan pada hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam.

Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ وَلَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

‘Semua amalan bani Adam adalah untuknya kecuali puasa, sesungguhnya puasa adalah untuk-Ku (Allah), dan Aku lah yang membalasnya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa itu lebih wangi di sisi Allah dari pada harumnya minyak wangi’”. (HR. Al-Bukhari)

Pendapat yang memakruhkan bersiwak atau sikat gigi pada siang hari bulan Ramadhan beralasan sikat gigi atau siwak akan menghilangkan aroma tak sedap yang keluar dari mulut, di mana hal itu merupakan keutaman bagi seorang yang berpuasa, bahkan di sisi Allah aroma yang keluar dari mulutnya diibaratkan dengan harumnya minyak wangi. Dan menghilangkau sesuatu yang disenangi Allah adalah perbuatan yang makruh.

Sedangkan waktu dimulainya makruh bersiwak adalah setelah tergelincirnya matahari disimpulkan dari fenomena bahwa keluarnya aroma tak sedap dari mulut pada umumnya mulai tercium setelah tergelincirnya matahari.

Keluarnya aroma yang tidak sedap dari mulut merupakan akibat kosongnya perut dari makanan.

Selain alasan di atas, para ulama Syafi’i mengqiyaskan (menganalogikan) antara aroma tak sedap dari mulut orang yang berpuasa dengan darah yang mengalir dari tubuh para syuhada. Di mana dalam perintah Rosulullah, para syuhada dikuburkan dengan pakaian yang melekat dengan tubuhnya. Tidak perlu dimandikan.

Berdasarkan qiyas di atas, maka disimpulkan tidak boleh menghilangkan aroma tak sedap yang keluar dari mulut orang-orang yang berpuasa. Karena orang yang berpuasa kelak akan dibangkitkan dalam keadaan seperti ia sedang berpuasa, yaitu aroma yang keluar dari mulutnya harum seperti minyak wangi di sisi Allah.

Ashab (ulama) Syafi’i menambahkan, dalam bersiwak, baik yang digunakan siwak basah atau kering, disyarat tidak ada sesuatu pun yang masuk ke dalam tenggorokan dari kayu tersebut. Jika ada, maka hal itu membatalkan puasanya.

Dengan demikian, maka bagi siapa saja yang teguh dalam memegang pendapat madzhab Syafi’i, hendaknya ia bisa mengatur waktu untuk bersiwak atau sikat gigi, sehingga ia tidak terjatuh pada perbuatan makruh.

Bisa melakukan siwak atau sikat gigi setelah makan sahur sampai menjelang tergelincirnya matahari, masuknya waktu Zhuhur, atau bersiwak setelah berbuka puasa sebelum berangkat ke masjid untuk shalat Maghrib. Waktu ini tidak termasuk waktu yang dimakruhkan, karena telah masuk waktu untuk berbuka. Wallahu a’lam

 

Sumber : dakwah.id

Editor : Azzam

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
Stay Connected
16,985FansSuka
2,458PengikutMengikuti
61,453PelangganBerlangganan
Must Read
- Advertisement -spot_img
Related News
- Advertisement -spot_img

Silakan tulis komentar Anda demi perbaikan artikel-artikel kami