BerandaKajianMengantisipasi Dampak Negatif Kartun Pada Anak Usia Dini

Mengantisipasi Dampak Negatif Kartun Pada Anak Usia Dini

- Advertisement -spot_img

Upaya Orang Tua Mengantisipasi Dampak Negatif Kartun Pada Anak Usia Dini
Oleh Yumna Nur Izzah (Mahasantri Ma’had Aly li Ta’hil al-Mudarrisat)

Pendahuluan

Masa kanak-kanak adalah suatu masa ketika anak akan meniru segala sesuatu yang dilihatnya.1[1] Melvi Arsita dkk, “Pola Tayangan Film Kartun Terhadap Pola Tingkah Laku Anak Usia Sekolah Dasar”, Jurnal FKIP UNILA, Vol. 2, No. 7, 2014, hal. 2. Semua hal yang didapatkan dari penglihatannya maupun perlakuan kepada anak akan menjadi gambaran mereka melakukan sesuatu.

Kemudian dari pengamatannya tersebut akan menghasilkan suatu perilaku baik ataupun buruk. Menurut Marrison, faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak pada usia sekolah dasar awal adalah violence (kekerasan).

Perilaku kekerasan didapatkan anak salah satunya di dalam tontonan yang berasal dari program-program televisi maupun kanal Youtube yang tersebar. Sebagai contoh dari tontonan tersebut adalah film kartun. Film kartun yang dipandang aman ditayangkan untuk anak-anak pada kenyataannya masih ditemukan adegan-adegan kekerasan.2[2] Dadan Suryana, Pendidikan Anak Usia Dini (Teori dan Praktik Pembelajaran), (Padang: UNP Press, 2013), hal. 39.

Selain adegan kekerasan, tayangan kartun yang disuguhkan pada generasi saat ini juga banyak mengandung unsur horror, mistik, tahayul yang berbau syirik dan kufur, kisah percintaan, serta perbuatan maksiat lainnya.3[3] Abu Ihsan al-Atsari dan Ummu Ihsan, Mencetak Generasi Rabbani, Cet V, (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2019), hal. 237.

Tayangan-tayangan tersebut dapat sangat mudah disaksikan anak melalui chanel televisi maupun Youtube. Tontonan yang dilihat anak akan berdampak pada perilaku sehari-harinya baik ketika di rumah maupun di sekolah.4[4] Dadan Suryana, Pendidikan Anak Usia Dini …, hal. 39.

Fenomena beberapa waktu terakhir ini, ditemukan kartun-kartun yang mengandung unsur negatif sebagaimana yang dilansir dari Urbandepok.com (Selasa, 31 Januari 2023) seorang ibu menulis curhatannya pada sebuah akun TikTok @chystore tentang anaknya yang berumur 3 tahun yang kerap menonton kartun di YouTube.

Tanpa disadari oleh sang ibu, kartun tersebut ternyata memberikan dampak negatif pada anak. Suatu saat ketika sang anak itu merajuk, anaknya melakukan hal yang tidak terduga yaitu ingin memotong tangan ibunya dengan pisau.5[5] Mega Yana Sari, “Ngeri, Sering Nonton Huggy Wuggy, Anak Usia 3 Tahun Berperilaku Aneh, Curhatan Ibu Viral: Aku Mau Pot0ng…”, dalam https://depok.urban.com, diakses pada Kamis, 22 Juni 2023 pukul 16:58 WIB.

Pada chanel Youtube yang diunggah oleh Warta Kota Production (Sabtu, 19 Agustus 2023) memberitakan tentang adanya kartun anak yang mengandung unsur LGBT yang viral beberapa waktu terakhir ini.

Kartun tersebut berjudul Accident Happen Play Time yang tayang di kanal Youtube JJ and Ella – Lellobee by Cocomelon. Hal yang mengejutkan dari kartun tersebut ketika sang anak menyebut dua orang laki-laki yang datang dengan sebutan ayah dan papa.6[6] Warta Kota Production, “Waspada! Kartun Anak Berbau LGBT Sudah Tayang di Indonesia”, dalam www.youtube.com., diakses pada Senin, 23 Oktober 2023 pukul 21.53.

Agama Islam memiliki perhatian khusus terhadap pendidikan anak. Pada prinsip pendidikan anak tersebut, Islam memerintahkan para orang tua untuk memberikan perlindungan yang sempurna kepada keluarganya dari setiap perkara yang menyebabkan datangnya murka Allah dan sebab dimasukkan ke dalam neraka.7[7] Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, Cet.IX, (Solo: Insan Kamil, 2018), hal. 92.

Sebagaimana yang disebutkan di dalam firman Allah ﷻ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

Wahai orang-orang yang beriman! Periharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.8[8]  QS. At-Tahrim: 6.

Ayat di atas mengandung pesan bahwa orang-orang mukmin seyogyanya senantiasa menjaga diri juga keluarganya termasuk anak-anak dan para perempuan mereka supaya meninggalkan maksiat serta memerintahkan kepada ketaatan.9[9] Muhammad bin Muhammad al-Syiribînî, Al-Sirâju al-Munîr, Cet. I, (Kairo: Syarikah al-Quds, 2018), vol. 6, hal. 186.

Salah satu bentuk kemaksiatan orang tua adalah membiarkan anak-anak untuk menyaksikan tayangan-tayangan yang membahayakan aqidah dan mendorong mereka berbuat penyimpangan.10[10]  Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam …, hal. 93.

Dampak Negatif Kartun

Merusak Pemahaman 

Film kartun yang kurang mendidik dapat menimbulkan pola pikir buruk pada anak. Anak justru lebih sering meniru adegan antagonis pada tayangan kartun, hal ini dikarenakan keterbatasan umur dan pola pikir mereka masih rentan dalam membedakan mana yang patut ditiru dan mana yang tidak.11[11] Emmawati Adam, Skripsi:  Pengaruh Menonton Film Kartun yang Mengandung Unsur Kekerasan terhadap Pembentukan Karakter Anak pada Murid Kelas V SD Negeri Tombolo K Kec. Pallangga Kab. Gowa, (Makassar: Universitas Muhammadiyah Makassar, 2021), hal. 69.

Selain itu, kartun-kartun yang mengandung unsur-unsur penyelewengan aqidah seperti LGBT, syirik, dan mitos juga akan merusak pemahaman Islam yang benar pada diri anak

Menumbuhkan Perilaku Buruk

Tayangan yang mengandung unsur ketakutan, kekerasan, seksualitas, penggunaan bahasa yang tidak senonoh dan agresif akan berdampak besar pada diri anak. Anak akan mudah mengingat adegan yang sudah ditampilkan dan akan menirunya kembali.12[12] KEMENDIKBUD, Mendidik Anak di Era Digital, Cet I, (Jakarta: KEMENDIKBUD 2018, 2018), hal. 26.

Terutama pada anak usia prasekolah, tayangan kartun tersebut sangat mudah mendatangkan pengaruh pada perilaku fisik, sosial, maupun gaya berbahasa.13[13] Melvi Arsita dkk, “Pola Tayangan Film Kartun…, hal. 4.

Anak akan meniru adegan buruk dari tayangan kartun yang dilihatnya seperti memukul, menendang, bekelahi, dan berkata kasar sehingga memberikan dampak negatif pada dirinya.14[14] Ester Debora, Skripsi: Analisis Tayangan Film Kartun Terhadap Perilaku Meniru pada Anak Usia 4-5 Tahun di Desa Blok 15 Kec. Gunung Meriah Kab. Aceh Singkil, (Aceh: Universitas Bina Bangsa Gegsempena, 2021), hal. 83.

Antisosial 

Menghabiskan waktu untuk menonton kartun merupakan salah penyebab anak menjadi tidak peduli terhadap apa yang terjadi di sekitar mereka. Anak akan mengisolasi diri dengan teman-temannya dan mengabaikan lingkungan sekitarnya.

Menonton kartun lebih menarik daripada bermain dengan teman-teman. Dengan demikian, menonton kartun terlalu lama akan mempengaruhi perilaku sosialnya.15[15] Emmawati Adam, Skripsi:  Pengaruh Menonton Film Kartun …, hal.71.

Menghabiskan Waktu dan Menyebabkan Kecanduan

Televisi dan platform Youtube sengaja menampilkan tayangan yang dikemas secara visual dan audio, sehingga membuat anak terkesan serta menjadikan anak sering menonton tayangan yang disajikan.

Akibatnya anak akan lebih memilih menghabiskan waktu untuk menyaksikan tayangan di televisi atau di platform yang ada daripada melakukan kegiatan bermanfaat lainnya.16[16] Emmawati Adam, Skripsi:  Pengaruh Menonton Film Kartun …, hal.70.

Terlebih pada tayangan kartun yang sengaja dibuat sesuai dengan kesukaan anak-anak. Akibatnya anak akan cenderung menunda pekerjaan.17[17] Tri Suhardi dan Esti Utami, Ayah & Bunda Mengatasi Kecanduan Gadget, Cet I, (Semarang: Syalmahat Publishing, 2019), hal. 31.

Menimbulkan Pemasalahan Kesehatan

Anak yang sering menonton kartun akan lebih banyak diam dari pada bermain dengan teman-temannya.18[18] Dadan Suryana, Pendidikan Anak Usia Dini…, hal. 39. Hal tersebut membuat malas dan tidak banyak bergerak.

Akibat dari terlalu banyak diam saat menonton kartun akan memberikan dampak buruk pada kesehatan anak diantara dampaknya adalah menjadi salah satu faktor obesitas pada anak.

Obesitas akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Terlebih jika anak menonton kartun bersamaan dengan makan makanan yang cepat saji.19[19] Hikmat Widayat dkk, Pengasuhan di Era Digital, (Yogyakarta: KEMENDIKBUD Direktorat Jendral Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat, 2017), hal. 6.

Menonton kartun menggunakan gadget juga dapat menganggu kesehatan mata dan struktur tulang, menghambat dan menggangu pola tidur anak, menimbulkan kecanduan, lambat memahami pelajaran, dan mendatangkan resiko terhadap perkembangan psikologis anak.20[20] Bunda Niralilla, The Art of Islamic Parenting, Cet I, (Depok: Sahima Plus, 2021), hal.  86.

Upaya Dalam Mengantisipasi Dampak Negatif Kartun

Membimbing Anak 

Orang tua hendaknya mendampingi anak ketika menonton kartun dengan membantu menyampaikan pelajaran dari tayangan kartun yang ditonton bersama,21[21] KEMENDIKBUD, Mendidik Anak di Era …, hal. 28. memberikan pengertian antara pebuatan baik dan buruk, serta membimbing anak mengenali sesuatu yang fakta dan fantasi.22[22] Muhammad Nur Abdul Hafidz Suwaid, Propetic parenting, Terj. Farid Abdul Aziz Qurusy, Cet.IV, (Yogyakarta: Pro-U Media, 2010), hal 166.

Orang tua dapat menjelaskan kepada anaknya bahwa tokoh kartun yang memiliki sifat permarah, suka berkata kasar, melakukan adegan yang tidak senonoh, ataupun sifat buruk lainnya, perilakunya tidak boleh ditiru.

Sebaliknya, jika tayangan kartun tersebut menampilkan tokoh kartun yang memiliki sifat mulia seperti taat, penyayang, gemar memberi, rendah hati dan sifat-sifat mulia lainya, Orang tua juga harus menjelaskan bahwa sifat tersebut terpuji dan dapat ditiru.

Menceritakan Kisah-Kisah Islami

Hikayat atau kisah-kisah memiliki peran penting dalam menarik perhatian anak dan membangun pola pikir anak.23[23] Muhammad Nur Abdul Hafidz Suwaid, Propetic parenting, Terj. Farid Abdul Aziz Qurusy, Cet.IV, (Yogyakarta: Pro-U Media, 2010), hal 166. Pesan-pesan moral yang disampaikan melalui cerita akan lebih mudah sampai pada pikiran anak.

Sama halnya dengan kartun, kartun dibuat sebagaimana cerita yang dikemas sedemikian rupa untuk mempengaruhi pikiran anak. Oleh karena itu, salah satu upaya untuk mengatasi konten kartun negatif adalah dengan menyampaikan kisah-kisah Islami pada anak.

Orang tua dapat menyampaikan cerita tentang kisah para nabi dan rasul, para ulama, dan orang-orang shalih sebagai pembelajaran pada anak. Kisah para nabi dan rasul seluruhnya bepedoman pada kejadian masa lampau yang jauh dari segala macam khurafat dan khayalan.24[24] Muhammad Nur Abdul Hafidz Suwaid, Propetic parenting, Terj. Farid Abdul Aziz Qurusy, Cet.IV, (Yogyakarta: Pro-U Media, 2010), hal 166.

Adapun kisah para ulama dan orang-orang shalih akan membangun rasa percaya diri pada Islam, menanamkan keutamaan pada jiwa, dan dapat mendorong diri untuk berjuang menggapai tujuan yang mulia.25[25] Rullie Nasrullah, Materi Pedukung Literasi Digital, (Jakarta: KEMENDIKBUD, 2017), hal. 22.

Sehingga anak akan mendapatkan sosok teladan dari para tokoh kaum muslimin bukan pada tokoh-tokoh fiktif yang diceritakan pada kartun sebagai idolanya.

Membuat Kesepakatan

Membuat kesepakatan atau aturan keluarga berkenaan tentang pemanfaatan dan penggunaan teknologi dan media digital dapat mendukung pengembangan diri anggota keluarga terutama untuk anak.26[26] Abu Ihsan al-Atsari dan Ummu Ihsan, Mencetak Generasi Rabbani…, hal. 237.

Sebagai contohnya adalah orang tua juga perlu menentukan kartun apa saja yang boleh ditonton oleh anak.27[27] Bunda Niralilla, The Art of Islamic Parenting, Cet I, (Depok: Sahima Plus, 2021), hal. 86. Selain itu, orang tua juga dapat membuat kesepakatan dengan anak mengenai batasan-batasan menonton kartun yaitu dengan menentukan waktu menonton kartun dan lama durasinya.28[28] Dadan Suryana, Pendidikan Anak Usia Dini…, hal. 36.

Melakukan Aktivitas yang Menyenangkan

1. Bermain dengan Anak

Bermain merupkan sarana penting bagi perkembangan sosial, emosional, kognitif anak dan juga dapat menjadi refleksi bagi perkembangan anak.29[29] Dadan Suryana, Pendidikan Anak Usia Dini…, hal. 36.

Ketika anak-anak sudah mulai sering menonton kartun sebaiknya para orang tua memperbanyak bermain dengan anak daripada membuang-buang waktu untuk menyaksikan kartun.30[30] Aisha Dahlan, Maukah jadi Orang Tua Bahagia?, Cet II, (Jakarta: Pustaka Elmadina, 2022), hal. 186.

Orang tua dapat mengajak anak bermain permainan edukatif seperti lego, puzzle, balok, dan boneka jari atau hand puppet.31[31] Rakhmawati, “Alat Permainan Edukatif (APE) untuk Meningkatkan Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Dini”, Jurnal Karas Institute, Vol. 4, No. 2, Agustus 2022, hal. 385.

2. Mengajak Anak Berpergian

Bentuk upaya orang tua dalam membentuk karekter sosial pada diri anak yaitu dengan cara dapat mengajak anak untuk bersilaturahmi. Orang tua dapat mengajak anak mengunjungi rumah kakek dan nenek, sanak saudara, berkunjung ke rumah teman, panti asuhan, atau ke tempat-tempat lainnya.

Kegiatan tersebut selain dapat mengasah keterampilan anak dalam bersosialisasi tetapi juga dapat menumbuhkan simpati dan empati terhadap kondisi saudaranya.32[32] Bunda Niralilla, The Art of …, hal, 86. Anak akan bertemu dengan banyak orang lain ketika bepergian.

Hal ini memungkinkan anak akan bertemu dengan teman baru yang akan mengalikannya dari menonton kartun secara terus menerus.

Mengatur Tontonan Kartun Anak

Memilih tontonan edukatif khususnya bagi anak akan dapat menjadi sumber pengetahuan bagi anak. Tayangan yang edukatif akan menjadi bahan pelajaran dan kegiatan literasi yang menyenangkan diantara keluarga. Oleh karena itu, orang tua wajib memilah dan memilih kartun atau tayangan apa saja yang layak ditonton oleh anak.33[33] Rullie Nasrullah, Materi Pedukung Literasi …, hal. 20.

Karena masih banyak ditemukan kartun-kartun yang tidak sesuai dengan usia anak-anak, kartun yang menampilkan adegan dan bahasa yang tidak layak ditonton anak-anak serta konten-konten kartun yang berisi tentang cerita khayalan dan perusak aqidah.34[34] Bunda Niralilla, The Art of …, hal, 85.

Maka, salah satu solusinya adalah hendaknya orang tua sudah menyediakan kartun atau tayangan edukatif untuk anak sesuai dengan ajaran Islam yang baik dan benar.35[35] Bunda Niralilla, The Art of …, hal, 86.

Kesimpulan

Masa kanak-kanak merupakan masa ketika anak meniru apa yang dia lihat. Salah satu sarana yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak adalah tayangan kartun.

Tayangan kartun yang di dalamnya terdapat adegan kekerasan, horor, syirik, dan penyimpangan akan melahirkan perilaku buruk yang akan tumbuh pada diri anak.

Adapun dampak negatif kartun tersebut terhadap anak usia dini di antaranya adalah merusak pemahaman anak, menumbuhkan sifat yang buruk pada diri anak, antisosial, dan menimbulkan permasalahan kesehatan.

Pada prinsip pendidikan agama Islam, orang tua memiliki peran penting dalam memberikan pengawasan terhadap hal-hal yang menjerumuskan anak-anak mereka ke dalam kemaksiatan.

Salah satu bentuk kemaksiatan adalah membiarkan anak menonton kartun yang buruk dan tidak pantas untuk disaksikan oleh mereka.

Oleh karena itu, hendaknya para orang tua waspada dan berupaya untuk mengantisipasi dampak negatif tersebut dengan cara membuat kesepakatan dalam menonton kartun, membimbing anak ketika menonton kartun, mengatur tontonan anak, menceritakan kisah-kisah Islami, dan melakukan aktivitas yang menyenangkan.

Hal ini diharapkan akan menjadi upaya dalam mengantisipasi anak dari dampak-dampak negatif yang ditampilkan oleh kartun.

Referensi

[1] Melvi Arsita dkk, Pola Tayangan Film Kartun Terhadap Pola Tingkah Laku Anak Usia Sekolah Dasar, Jurnal FKIP UNILA, Vol. 2, No. 7, 2014, hal. 2.

[2] Dadan Suryana, Pendidikan Anak Usia Dini (Teori dan Praktik Pembelajaran), (Padang: UNP Press, 2013), hal. 39.

[3] Abu Ihsan al-Atsari dan Ummu Ihsan, Mencetak Generasi Rabbani, Cet V, (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2019), hal. 237.

[4] Dadan Suryana, Pendidikan Anak Usia Dini …, hal. 39.

[5] Mega Yana Sari, “Ngeri, Sering Nonton Huggy Wuggy, Anak Usia 3 Tahun Berperilaku Aneh, Curhatan Ibu Viral: Aku Mau Pot0ng…”, dalam https://depok.urban.com, diakses pada Kamis, 22 Juni 2023 pukul 16:58 WIB.

[6] Warta Kota Production, “Waspada! Kartun Anak Berbau LGBT Sudah Tayang di Indonesia”, dalam www.youtube.com., diakses pada Senin, 23 Oktober 2023 pukul 21.53.

[7] Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, Cet.IX, (Solo: Insan Kamil, 2018), hal. 92.

[8]  QS. At-Tahrim: 6.

[9] Muhammad bin Muhammad al-Syiribînî, Al-Sirâju al-Munîr, Cet. I, (Kairo: Syarikah al-Quds, 2018), vol. 6, hal. 186.

[10]  Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam …, hal. 93.

[11] Emmawati Adam, Skripsi:  Pengaruh Menonton Film Kartun yang Mengandung Unsur Kekerasan terhadap Pembentukan Karakter Anak pada Murid Kelas V SD Negeri Tombolo K Kec. Pallangga Kab. Gowa, (Makassar: Universitas Muhammadiyah Makassar, 2021), hal. 69.

[12] KEMENDIKBUD, Mendidik Anak di Era Digital, Cet I, (Jakarta: KEMENDIKBUD 2018, 2018), hal. 26.

[13] Melvi Arsita dkk, Pola Tayangan Film Kartun…, hal. 4.

[14] Ester Debora, Skripsi: Analisis Tayangan Film Kartun Terhadap Perilaku Meniru pada Anak Usia 4-5 Tahun di Desa Blok 15 Kec. Gunung Meriah Kab. Aceh Singkil, (Aceh: Universitas Bina Bangsa Gegsempena, 2021), hal. 83.

[15] Emmawati Adam, Skripsi:  Pengaruh Menonton Film Kartun …, hal.71.

[16] Emmawati Adam, Skripsi:  Pengaruh Menonton Film Kartun …, hal.70.

[17] Tri Suhardi dan Esti Utami, Ayah & Bunda Mengatasi Kecanduan Gadget, Cet I, (Semarang: Syalmahat Publishing, 2019), hal. 31.

[18] Dadan Suryana, Pendidikan Anak Usia Dini…, hal. 39.

[19] Hikmat Widayat dkk, Pengasuhan di Era Digital, (Yogyakarta: KEMENDIKBUD Direktorat Jendral Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat, 2017), hal. 6.

[20] Bunda Niralilla, The Art of Islamic Parenting, Cet I, (Depok: Sahima Plus, 2021), hal.  86.

[21] KEMENDIKBUD, Mendidik Anak di Era …, hal. 28.

[22] Muhammad Nur Abdul Hafidz Suwaid, Propetic parenting, Terj. Farid Abdul Aziz Qurusy, Cet.IV, (Yogyakarta: Pro-U Media, 2010), hal 166.

[23] Muhammad Nur Abdul Hafidz Suwaid, Propetic parenting, Terj. Farid Abdul Aziz Qurusy, Cet.IV, (Yogyakarta: Pro-U Media, 2010), hal 166.

[24] Muhammad Nur Abdul Hafidz Suwaid, Propetic parenting, Terj. Farid Abdul Aziz Qurusy, Cet.IV, (Yogyakarta: Pro-U Media, 2010), hal 166.

[25] Rullie Nasrullah, Materi Pedukung Literasi Digital, (Jakarta: KEMENDIKBUD, 2017), hal. 22.

[26] Abu Ihsan al-Atsari dan Ummu Ihsan, Mencetak Generasi Rabbani…, hal. 237.

[27] Bunda Niralilla, The Art of Islamic Parenting, Cet I, (Depok: Sahima Plus, 2021), hal. 86.

[28] Dadan Suryana, Pendidikan Anak Usia Dini…, hal. 36.

[29] Dadan Suryana, Pendidikan Anak Usia Dini…, hal. 36.

[30] Aisha Dahlan, Maukah jadi Orang Tua Bahagia?, Cet II, (Jakarta: Pustaka Elmadina, 2022), hal. 186.

[31] Rakhmawati, “Alat Permainan Edukatif (APE) untuk Meningkatkan Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Dini”, Jurnal Karas Institute, Vol. 4, No. 2, Agustus 2022, hal. 385.

[32] Bunda Niralilla, The Art of …, hal, 86.

[33] Rullie Nasrullah, Materi Pedukung Literasi …, hal. 20.

[34] Bunda Niralilla, The Art of …, hal, 85.

[35] Bunda Niralilla, The Art of …, hal, 86.

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
Stay Connected
16,985FansSuka
2,458PengikutMengikuti
61,453PelangganBerlangganan
Must Read
- Advertisement -spot_img
Related News
- Advertisement -spot_img

Silakan tulis komentar Anda demi perbaikan artikel-artikel kami