BerandaMateri KhutbahKhutbah JumatRenungan di Tengah Musibah: Ketika Alam Berbicara dan Hati Kita Diuji

Renungan di Tengah Musibah: Ketika Alam Berbicara dan Hati Kita Diuji

- Advertisement -spot_img

 

Khutbah Pertama

الحَمْدُ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. نَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ عَلَى نِعَمِهِ الَّتِي لَا تُحْصَى، وَنَشْكُرُهُ عَلَى مَا أَسْبَغَ عَلَيْنَا مِنْ آلَائِهِ وَفَضْلِهِ، وَمِنْ أَعْظَمِهَا أَنَّهُ جَنَّبَنَا الْمَصَائِبَ وَالْبَلَايَا وَمَا نَزَلَ بِغَيْرِنَا مِنْ مِحَنٍ وَفِتَنٍ.

وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيرًا، دَعْوَتِي لِنَفْسِي وَلَكُمْ أَنْ نُكْثِرَ مِنَ الصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ ﷺ، فَإِنَّهَا نُورٌ لِلْقُلُوبِ وَرَفْعَةٌ لِلْدَّرَجَاتِ.

أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا المُسْلِمُونَ رَحِمَكُمُ اللَّهُ، أُوصِيكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَهِيَ زَادُ السَّالِكِينَ وَمَنْجَاةُ النَّاجِينَ. قَالَ تَعَالَى:

﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ ﴾

وَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ:

«اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ»

نَفَعَنِيَ اللَّهُ وَإِيَّاكُمْ بِكِتَابِهِ العَظِيمِ، وَبِهَدْيِ نَبِيِّهِ الكَرِيمِ ﷺ.

 

Pembukaan

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah, marilah kita memperbanyak syukur atas segala nikmat-Nya—nikmat kesehatan, keamanan, dan nikmat terhindar dari berbagai musibah yang menimpa sebagian saudara kita. Syukur itu hendaknya diiringi dengan memperbanyak shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad ﷺ, panutan dalam menghadapi ujian hidup dengan sabar dan tawakkal.

Pada kesempatan ini, saya berwasiat kepada diri saya dan kepada jamaah sekalian untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan. Ketakwaan adalah benteng yang menjaga kita, baik di saat Allah melapangkan kehidupan maupun ketika Dia menguji hamba-Nya dengan berbagai musibah.

Jamaah yang dirahmati Allah, sesungguhnya apa yang kita lihat dari berbagai bencana yang melanda saudara-saudara kita di negeri ini bukanlah kejadian tanpa makna. Ia adalah bagian dari sunnatullah, sebuah ketetapan Allah yang bertujuan menggugah hati manusia agar kembali kepada-Nya. Musibah adalah cara Allah melembutkan hati yang mulai keras, membangunkan jiwa yang mulai lalai, dan memperingatkan manusia yang mulai jauh dari jalan-Nya.

Jika di satu wilayah Allah menurunkan ujian berupa banjir, tanah longsor, atau letusan gunung, maka pada waktu yang sama Dia sedang mengingatkan kita yang masih diberi keselamatan agar mengambil pelajaran, memperbaiki diri, dan menambah ketakwaan. Sebab ujian bukan hanya untuk mereka yang tertimpa musibah, tetapi juga bagi kita yang menyaksikannya: apakah kita akan semakin dekat kepada Allah, atau tetap lalai padahal peringatan sudah begitu jelas di depan mata. Semoga Allah menjadikan hati kita lembut menerima nasihat-Nya, dan menjadikan kita hamba-hamba yang kembali kepada-Nya sebelum datang ujian yang lebih berat.

Menggugah Kesadaran akan Banyaknya Musibah

Dalam beberapa pekan terakhir, Indonesia kembali diuji dengan rangkaian bencana alam yang meninggalkan duka mendalam. Banjir besar dan tanah longsor di berbagai wilayah Sumatra merenggut ratusan nyawa, memutus akses ke desa-desa, serta menghancurkan rumah dan fasilitas umum. Hujan ekstrem yang turun tanpa henti menjadi pemicu, namun kerusakan lingkungan seperti deforestasi, penambangan, dan alih fungsi lahan turut memperburuk keadaan. Bersamaan dengan itu, aktivitas vulkanik meningkat di sejumlah gunung, seperti Semeru dan Gunung Ibu, menunjukkan bahwa negeri ini berada di bawah ancaman bencana yang tidak pernah benar-benar berhenti.

Di saat yang sama, gempa bumi di wilayah barat Sumatra kembali mengingatkan betapa rentannya negeri kita. Dalam catatan nasional, jumlah bencana alam pada tahun ini telah melampaui dua ribu kejadian. Semua ini bukan sekadar kabar musibah; ia adalah seruan peringatan dari Allah, agar manusia kembali melihat apa yang telah dilakukan terhadap bumi, dan bagaimana kita sering lupa menjaga amanah sebagai khalifah. Di balik kehancuran yang terlihat, ada pesan bahwa bumi ini tidak rusak kecuali oleh ulah tangan manusia, dan bahwa setiap bencana adalah momentum untuk kembali pada jalan yang benar, memperbaiki diri, dan memperbaiki hubungan kita dengan alam yang Allah titipkan.

Merenungi bencana-bencana ini hendaknya membuat hati kita lebih lembut, lebih takut kepada Allah, dan lebih sadar bahwa kehidupan dunia sangat rapuh. Di balik gemuruh banjir dan letusan gunung, Allah sedang mengingatkan hamba-Nya agar kembali, bertaubat, dan menegakkan kepedulian sosial. Musibah ini dapat menjadi pelajaran besar: bahwa keselamatan bukan hanya soal kesiapsiagaan fisik, tetapi juga kejernihan hati, kejujuran dalam menjaga alam, dan kesungguhan kita menunaikan amanah di muka bumi. Semoga setiap ujian ini mengantarkan kita pada kesadaran, bukan sekadar pada kesedihan.

 

Dalil Al-Qur’an Tentang Hakikat Musibah

Jamaah jum’at rahimakumullah, ketika kita melihat berbagai bencana alam yang silih berganti menimpa negeri ini, sesungguhnya Allah telah mengingatkan kita melalui firman-Nya:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

 

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; agar Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rūm: 41)

Mayoritas ulama tafsir—seperti Ibn Katsīr, At-Ṭabarī, Al-Qurṭubī, As-Sa’dī, Al-Marāghī, dan Al-Baghawī—menegaskan bahwa ayat ini merupakan gambaran nyata tentang hubungan langsung antara perilaku manusia dan kondisi bumi yang mereka tempati. Kerusakan yang tampak meluas, baik berupa bencana alam, hilangnya keberkahan, kekacauan sosial, krisis moral, maupun ketidakstabilan kehidupan, semuanya berakar dari ulah manusia sendiri: maksiat yang merajalela, kezaliman yang dibiarkan, kerakusan dalam mengeruk sumber daya, merusak lingkungan tanpa tanggung jawab, mengabaikan syariat Allah, serta penyimpangan akhlak yang kian dianggap biasa. Para mufassir menerangkan bahwa ketika manusia menjauh dari ketaatan, Allah menampakkan akibat perbuatan mereka agar mereka kembali sadar, menundukkan hati, dan memperbaiki diri. Inilah pesan besar ayat tersebut: bahwa kondisi bumi adalah cermin dari kondisi iman dan moral penghuninya, dan perbaikan dunia harus dimulai dari perbaikan jiwa.

Ayat ini menegaskan bahwa sebagian musibah terjadi bukan semata-mata karena fenomena alam, tetapi karena kelalaian manusia dalam menjaga amanah bumi. Penebangan hutan, pengrusakan lingkungan, kerakusan dalam mengolah alam tanpa memikirkan dampaknya—semua ini menjadi bagian dari sebab munculnya kerusakan. Musibah bukan hanya peringatan bagi mereka yang tertimpa secara langsung, tetapi juga bagi kita yang menyaksikan dari jauh. Allah ingin membuka mata kita bahwa bumi ini adalah titipan, dan siapa pun yang merusaknya berarti telah mengkhianati amanah yang Allah berikan. Maka setiap bencana hendaknya membuat kita tersadar, bahwa menjaga alam adalah bagian dari ketaatan, dan merusaknya adalah bentuk kedurhakaan.

Musibah yang menimpa manusia bukan sekadar peristiwa alam atau kejadian tanpa makna. Allah sendiri menegaskan dalam firman-Nya, “لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا” — agar manusia merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka. Ayat ini menjadi pengingat bahwa apa yang terjadi di dunia bukan terlepas dari ulah tangan manusia: kelalaian, maksiat, kezaliman, dan pengabaian terhadap aturan Allah yang seharusnya menjadi penuntun kehidupan. Ketika manusia semakin jauh dari ketaatan, Allah memperlihatkan konsekuensinya agar hati yang keras menjadi luluh, dan jiwa yang lalai kembali tersadar. Musibah itu bukan tanda kebencian Allah, melainkan bentuk kasih sayang yang membangunkan manusia dari kelengahan panjang.

 

Karena itulah Allah melanjutkan firman-Nya dengan “لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ” — supaya mereka kembali. Kembali kepada siapa? Kembali kepada Rabb yang Maha Pengasih, kembali kepada jalan lurus, kembali kepada kehidupan yang dibangun dengan takwa, adab, dan rasa tanggung jawab. Musibah sejatinya adalah undangan lembut dari Allah, agar manusia menata kembali keimanan, memperbaiki amal, dan membersihkan hati dari kesombongan serta kelalaian. Maka seorang mukmin memandang bencana bukan dengan putus asa, bukan pula hanya sebagai kesedihan, tetapi sebagai momentum hijrah batin: memperbaiki hubungan dengan Allah, memperkokoh ibadah, serta memperkuat kepedulian terhadap sesama. Dengan itu, musibah berubah dari sekadar ujian menjadi pintu menuju ampunan dan kedekatan kepada-Nya.

Selain itu, Allah mengingatkan dalam firman-Nya yang lain:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ

“Dan sungguh Kami akan menguji kalian dengan sedikit rasa takut, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan.” (QS. Al-Baqarah: 155).

Ayat ini menegaskan bahwa ujian adalah sunnatullah yang tidak mungkin dipisahkan dari kehidupan manusia. Allah menguji bukan untuk menghancurkan, tetapi untuk menguatkan; bukan untuk mematahkan, tetapi untuk mengangkat derajat orang-orang beriman. Ujian itu hadir agar manusia kembali bersandar kepada Rabb-nya, meninggalkan kelalaian, dan memperbaiki jalan hidupnya. Maka ketika musibah datang, jangan hanya melihatnya sebagai bencana fisik, tetapi lihatlah sebagai seruan lembut dari Allah: “Kembalilah kepada-Ku.” Jika demikian cara kita memandang musibah, maka hati kita tidak akan sekadar berduka, tetapi juga akan semakin kuat, semakin sabar, dan semakin dekat dengan Allah.

Hadits Tentang Hikmah Musibah

Para ulama menjelaskan bahwa salah satu tanda kasih sayang Allah kepada hamba-Nya adalah ketika Allah menghendaki kebaikan bagi seorang mukmin, Dia mempercepat balasan atas kesalahan-kesalahannya di dunia. Rasulullah ﷺ bersabda:

إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ

“Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba, maka Allah mempercepat hukuman (atas dosa-dosanya) di dunia.” (HR. At-Tirmiżī, no. 2396).

Inilah yang sering kita saksikan dalam bentuk musibah, ujian, kesempitan, atau kegagalan yang seolah menghimpit. Namun sesungguhnya, semua itu adalah sentuhan lembut dari kasih sayang Allah yang ingin membersihkan hati, menghapus dosa, dan mengembalikan langkah kita ke jalan yang lurus. Maka ketika ujian datang, jangan tergesa-gesa berprasangka buruk atau merasa hidup tidak adil. Justru di situlah bukti bahwa Allah masih memperhatikan kita, tidak membiarkan kita larut dalam kelalaian, dan menuntun kita agar semakin dekat kepada-Nya dengan hati yang lebih jernih, lebih tunduk, dan lebih kuat dalam ketakwaan.

Nasehat Ulama yang Menguatkan

Para ulama menjelaskan bahwa setiap musibah membawa pesan Ilahi yang dalam. Ibnul Qayyim berkata:

مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بَلَاءً إِلَّا لِكَيْ يَرْفَعَ بِهِ عَبْدًا أَوْ يَرُدَّهُ إِلَيْهِ

“Allah tidak menurunkan suatu bala’ kecuali untuk mengangkat derajat seorang hamba atau mengembalikannya kepada-Nya.” (Ibnul Qayyim, Madārij as-Sālikīn, jil. 1, hlm. 289 – Dār al-Kitāb al-‘Arabī).

Inilah hakikat lembut di balik setiap ujian. Terkadang Allah menimpakan musibah agar seorang mukmin naik derajatnya, dibersihkan dari dosa, dan dipantaskan untuk kedudukan yang lebih mulia di sisi-Nya. Di waktu lain, musibah itu hadir sebagai panggilan kasih sayang agar seseorang tersadar dari kelalaiannya, berhenti dari maksiat, memperbaiki hidup, dan kembali ke jalan yang mendekatkan dirinya kepada Allah. Maka tidak ada ujian yang sia-sia; semuanya hadir sebagai jembatan menuju kedewasaan iman dan kesempatan untuk memperbaiki hubungan kita dengan Rabb semesta alam.

 

Renungan dan Korelasi Realitas Bencana Indonesia

Realitas bencana yang berulang di Indonesia—banjir, longsor, tanah bergerak, hingga cuaca ekstrem—sebenarnya tidak hadir tanpa sebab. Ia adalah cermin rusaknya tata kelola manusia terhadap bumi yang Allah titipkan. Deforestasi yang tak terkendali, korupsi dalam perizinan yang mengabaikan keselamatan masyarakat, kelalaian menjaga lingkungan, serta kebiasaan meremehkan tanda-tanda alam, semuanya menjadi rangkaian sebab yang mempercepat datangnya musibah. Bumi bukan sekadar tempat tinggal; ia adalah amanah besar yang harus dijaga, dirawat, dan dihormati. Maka ketika kerusakan terjadi, itu bukan hanya persoalan alam, tetapi juga persoalan moral dan spiritual kita sebagai khalifah di muka bumi. Setiap diri dituntut bertanggung jawab, memperbaiki akhlak terhadap alam, dan menyadari bahwa menjaga bumi adalah bagian dari ibadah kepada Allah yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya.

Seruan Taubat dan Introspeksi

Ketika berbagai musibah datang silih berganti, sudah seharusnya setiap diri beriman mengawali dengan mengoreksi dirinya sendiri. Hujan yang selama ini kita harapkan membawa kehidupan—menyuburkan tanaman, menumbuhkan buah-buahan, dan menghadirkan panen yang indah—kini justru berubah menjadi longsor yang merusak dan memakan korban di berbagai tempat. Banjir bandang menerjang, air meluap tanpa kendali, dan terjadi berbagai hal yang sama sekali tidak kita inginkan. Maka muncul satu pertanyaan besar yang harus dijawab dengan jujur di hadapan hati kita: di mana orang-orang yang bertaubat itu? Ketika seruan untuk kembali kepada Allah semakin keras, apakah hati kita termasuk yang mendengarnya atau justru memalingkannya? Karena sesungguhnya, tanda iman yang hidup adalah ketika musibah hadir, hati segera bergerak mendekat kepada Allah, merendah, menangis, dan kembali mengharap ampunan-Nya.

 

Itulah sebabnya Al-Qur’an menempatkan istighfar sebagai langkah pertama yang harus ditempuh seorang mukmin ketika bencana datang. Allah ﷻ berfirman:

 ﴿ وَمَا كَانَ ٱللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ ﴾

“Dan Allah tidak akan mengazab mereka selama mereka memohon ampun.” (QS. Al-Anfāl: 33)

Maka khatib mengajak diri sendiri dan jamaah sekalian: mari posisikan diri kita di hadapan Allah dengan sebenar-benarnya iman. Jangan biarkan hati kita kaku ketika alam sedang berbicara, ketika Allah sedang mengingatkan. Mudah-mudahan peringatan ini tidak berubah menjadi hukuman. Mari kita lihat kembali ke dalam diri, karena boleh jadi ada perilaku, kebiasaan, atau maksiat yang selama ini kita anggap biasa padahal betul-betul harus dievaluasi. Mungkin inilah saatnya kita kembali dengan taubat yang tulus, memperbaiki diri sebelum Allah menurunkan peringatan yang lebih keras.

 

Karena itu, wahai jamaah sekalian, setiap musibah sejatinya adalah undangan lembut dari Allah agar kita kembali memperbaiki arah hidup. Bencana bukan hanya peristiwa alam, melainkan momentum untuk mengevaluasi hati, meluruskan niat, membenahi akhlak, dan menghidupkan kembali kepedulian sosial di tengah masyarakat. Kita harus sadar bahwa keselamatan dunia tidak hanya bergantung pada teknologi atau peringatan dini, tetapi sangat erat kaitannya dengan ketaatan manusia kepada Rabbnya, kejujuran dalam setiap aspek kehidupan, serta kepedulian kita satu sama lain. Jika hati kembali hidup, akhlak kembali tegak, dan kepedulian kembali tumbuh, maka insya Allah rahmat Allah akan lebih dekat daripada bencana yang kita takutkan.

بَارَكَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيمِ، وَنَفَعَنَا بِمَا فِيهِ مِنَ الآيِ وَالذِّكْرِ الحَكِيمِ. أَقُولُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ العَظِيمَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِينَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوهُ، إِنَّهُ هُوَ الغَفُورُ الرَّحِيمُ.

Khutbah Kedua

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ، كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى. اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيقِهِ وَامْتِنَانِهِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.

أُوصِيكُمْ عِبَادَ اللَّهِ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ، فَإِنَّ التَّقْوَى زَادُ الْقُلُوبِ، وَنُورُ الطَّرِيقِ، وَعِصْمَةُ الْعَبْدِ فِي الشِّدَّةِ وَالرَّخَاءِ. فَاتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَاسْتَمْسِكُوا بِالْهُدَى، وَأَكْثِرُوا مِنَ الِاسْتِغْفَارِ، فَإِنَّهُ أَمَانُ الْعِبَادِ وَسَبَبُ الرَّحْمَةِ وَدَفْعِ الْبَلاءِ.

فَقَالَ اللهُ تَعَالَى اِنَّ اللهَ وَ مَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَعَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَعَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ.

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ.

اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَغْفِرُكَ لِذُنُوبِنَا الَّتِي نَزَلَتْ بِسَبَبِهَا الْبَلَايَا، وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ سُوءِ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ.

اللَّهُمَّ ارْفَعْ عَنَّا الْمِحَنَ وَالْمِحَنَ، وَادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالزَّلَازِلَ وَالْوَبَاءَ، وَنَجِّنَا وَأَهْلَنَا وَبِلَادَنَا مِنْ كُلِّ سُوءٍ وَمَكْرُوهٍ.

اللَّهُمَّ اجْعَلِ الْمُصِيبَةَ الَّتِي نَزَلَتْ بِنَا تَذْكِرَةً لِقُلُوبِنَا، وَلَا تَجْعَلْهَا غَضَبًا وَلَا سَخَطًا عَلَيْنَا.

اللَّهُمَّ أَلْهِمْنَا فِيهَا الصَّبْرَ وَالطُّمَأْنِينَةَ وَالرِّضَا بِقَضَائِكَ، وَارْزُقْنَا فِيهَا حُسْنَ النَّظَرِ وَحِكْمَةَ الِاعْتِبَارِ.

اللَّهُمَّ اجْبُرْ مُنْكَسِرِينَ، وَارْحَمْ مَوْتَانَا، وَاشْفِ مَرْضَانَا، وَآوِ لَا جِئِينَ، وَأَطْعِمْ جَائِعِينَ، وَصَبِّرْ قُلُوبَ الْمُبْتَلِينَ.

اللَّهُمَّ كُنْ لِكُلِّ مُتَضَرِّرٍ عَوْنًا، وَلِكُلِّ مُصَابٍ سَنَدًا، وَلِكُلِّ ضَعِيفٍ قُوَّةً، وَلِكُلِّ خَائِفٍ أَمْنًا.

اللَّهُمَّ ارْحَمْ عِبَادَكَ الَّذِينَ تَعَرَّضُوا لِلزَّلَازِلِ وَالسُّيُولِ وَالْكَوَارِثِ، وَاكْشِفْ ضُرَّهُمْ، وَبَارِكْ فِي جُهُودِ مَنْ سَاعَدَهُمْ، وَاجْعَلْ هَذِهِ الْأَحْدَاثَ سَبَبًا لِرُجُوعِنَا إِلَيْكَ وَتَوْبَتِنَا صَادِقَةً نَقِيَّةً.

اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا، وَاحْفَظْ بِلَادَنَا وَعِبَادَكَ مِنْ كُلِّ شَرٍّ، وَاجْعَلْنَا مِفَاتِيحَ لِلْخَيْرِ مَغَالِيقَ لِلشَّرِّ.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ.

وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْـحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.

 

 

 

 

 

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
Stay Connected
16,985FansSuka
12,700PengikutMengikuti
2,458PengikutMengikuti
9,600PelangganBerlangganan
Must Read
- Advertisement -spot_img
Related News
- Advertisement -spot_img

Silakan tulis komentar Anda demi perbaikan artikel-artikel kami