BerandaKajianTarbiyahTarbiyah Ramadhan Untuk Sang Buah Hati

Tarbiyah Ramadhan Untuk Sang Buah Hati

- Advertisement -spot_img

Ramadhan tahun ini baru saja dimulai. Kehadirannya  yang  di nanti  umat muslim selalu membawa banyak kebaikan dan hikmah yang tidak pernah habis untuk digali dan dipelajari. Selain disebut  sebagai syahrun mubarok (bulan yang diberkahi), bulan Ramadhan seringkali disebut pula sebagai  shahrut tarbiyah (bulan pendidikan dan pelatihan). Banyak pelajaran dari bulan Ramadhan yang bukan hanya bermanfaat untuk kita sebagai orang tua tetapi juga untuk anak-anak kita .

Bagi anak-anak,  bulan Ramadhan adalah bulan yang istimewa dan berbeda dari bulan-bulan lainnya.Mereka mulai berlatih shiyam sesuai dengan kadar kemampuan mereka, mereka berangkat  pergi tarawih ke masjid bersama teman-teman dengan penuh semangat. Mereka berlomba-lomba untuk segera mengkhatamkan Al Qur’an dan lain sebagainya. Dibalik kegiatan-kegiatan mereka didalam bulan Ramadhan dan terkadang juga kerewelan mereka saat menjalankan shiyam, ternyata  banyak proses tarbiyah  dan  pelajaran yang sedang mereka  jalani.BerikutbeberapatarbiyahRamadhanuntukanak-anak:

 

Belajar Ketaatan kepada Allah

Kita semua mendambakan memiliki ketaatan kepada Allah seperti ketaatan Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il  yang menjalankan setiap perintah Allah tanpa menawar, tanpa protes  dan tanpa banyak bertanya kenapa ini dan kenapaitu. Ketaatan  yang sempurna murni karena begitulah Allah memerintah dan melarang, tanpa harus menunggu penelitian ilmiah  yang membuktikan manfaat dari larangan dan perintah tersebut.

Kita melakukan semua ibadah dalam bulan Ramadhan dari sahur, shiyam, berbuka, tarawih, tilawah Qur’an, i’tikaf dan lain sebagainya adalah semata karena semua itu diperintahkan Allah, bukan karena iming-iming hadiah atau  sebab-sebab yang lain. Kita melakukan semua itu karena kita  ingin menjadi hamba yang taatkepada  semua  perintah Allah dan mengharap pahala dari-Nya.

Sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala maka akan diampunkan seluruh dosa dosanya yang telah lalu.” ( HR. Bukhari  no. 38 dan Muslim no. 76 )

Hal ini tentunya bukan pelajaran yang bisa didapat dengan serta merta, tapi diperlukan persiapan sejak sebelum bulan Ramadhan, perlu banyak dialog, arahan dan motivasi yang kita berikan kepada anak-anak sehingga mereka bisa sampai pada pemahaman bahwa mereka melakukan ibadah shiyam adalah semata karena Allah bukan karena yang lainnya.

Inilah yang menjadi cita-cita setiap muslim yang melaksnakan ibadah shiyam yakni la’allakum tattaquun(agar kalian menjadi insan yang bertaqwa) dalam makna yang sebenarnya. Manusia yang menjalan setiap perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya.

 

Anak Belajar Arti Kesabaran.

Sabar yang sebenarnya,  tidak dapat dimengerti  dengan hanya sekedar berteori  tanpa diprektekkan. Itulah Maha luar biasanya Allah memberi banyak perintah termasuk syariat shiyam untuk melatih kesabaran hambanya.  Anak-anak yang biasanya dapat makan dan minum sewaktu-waktu,  kini harus menunda keinginannya sampai maghrib datang.Mereka harus bangun untuk  makan sahur dalam kondisi mata masih mengantuk.Tentu semua ini memerlukan kesabaranyang besar. Belum lagi ibadah- ibadah Ramadhan yang lain yang semuanya insyaallah mengantarkan anak- anak kita untuk memiliki jiwa yang sabar.

Dalam teori kecerdasan emosi, seseorang dapat dikatakan cerdas emosinya jika minimal memiliki tigakemampuan:

  1. Mampu mengenali emosi dirinya dan mengelolanya
  2. Mampu mengenali emosi orang lain dan menyikapinya
  3. Dapat menunda keinginan.

Dalam bulan Ramadhan, secara otomatis anak-anak pasti akan belajar menahan keinginan.Mereka akan belajar bahwa jika mereka memilikisebuah keinginan, keinginan itu tidak harus terwujud saat itu juga.Terkadang ia butuh proses dan waktu yang tidak sebentar.

Dengan kata lain,Ramadhan juga melatih kecerdasan emosi seorang anak untuk tidak mudah protes,marah atau kecewa jika keinginan tidak terwujud, untuk mengerti bahwa segala sesuatu butuh waktu, usaha dan proses. Kemudian diharapkan  anak-anakpun dapat  belajar menunda keinginan dan kesenangan sesaat untuk keinginan dan cita-cita  yang lebih besar, yang mana ini merupakan salah satu kunci  sukses dalam kehidupan.

 

Belajar Muraqabatullah

Muraqabatullah atau perasaan diawasi Allah adalah hal sangat penting untuk dimiliki anak-anak.Karena orang tua tidak mungkin bisa mengawasi mereka selama 24 jam. Terlebih dengan bertambahnya usia  anak-anak akan semakin besar, bertambah teman dan pergaulannya sehingga tidak selalu bersama orang tuanya  dirumah.

Disitu, setiap   orang tua  pasti memiliki  perasaan khawatir terhadap anak-anaknya,  tentang apa yang dilakukan si anak?  Dimana dia berada?  Bersama siapa?  Sedang melakukan apa? Dan lain sebagainya yang membuat orang tua was-was jika anak melakukan hal-hal yang tidak  seharusnya.

Saat melakukanshiyam di bulan Ramadhan, anak-anak belajar memahami bahwa Allah melihat, mendengar dan mengawasi  semua yang kita lakukan.Sehingga walaupun mereka merasa haus sekalipun mereka  tidak mencuri-curi untuk bisa makan dan minum saat tidak ada orang melihat. Inilah tingkatan Ihsan, merasa selalu dilihat dan diawasi oleh Allah. Sebagaimana Rasulullah pernah ditanya oleh malaikat Jibril, apa itu Ihsan? Maka beliau menjawab:

أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

“Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak mampu melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim)

 

Belajar Berempati dan Memiliki Kepekaan Sosial.

Saat anak-anak menjalankan shiyam, secara langsung mereka mengerti betapa tidak nyamannya rasa   lapar, haus, lemas dan lain sebagainya disebabkan tidak makan dan minum.Dan itulah yang dirasakan oleh banyak orang yang kurang beruntung dibanyak belahan dunia. Diharapkan dengan menjalankan shiyam mereka pun bisa mengerti apa yang dirasakan para fakir miskin dan memiliki rasa empati atas kesulitan orang lain. Apalagi yang mereka rasakan hanya bersifat sementara karena mereka dapat berbuka pada waktu maghrib nanti, tapi bagaimana dengan fakir miskin  yang tidak memiliki bahan untuk berbuka itu?

Sekali lagi, tentu pengertian ini tidak bisa terwujud tanpa mereka mengalaminya sendiri. Itulah sebabnya mengapa terkadang anak-anak orang sangat kaya yang tidak dilatih berempati  tidak bisa mengerti kesulitan orang yang kekurangan, karena mereka tidak pernah melihat kesulitan itu  secara langsung atau bahkan merasakannya.

Dalam tahapan selanjutnya kita berharap dari empati ini maka dapat muncullah karakter itsar dalam jiwa anak-anak, yang mana ini merupakan sifat mulia dari  para sahabat Anshar yang diabadikan Allah dalam surat Al Hasyr ayat 9 :

وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۚ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولئكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka.Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri.Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

 

Belajar Memiliki Jiwa Memberi bukan Jiwa Meminta

Dengan memberi hidangan ifthar ke tetangga, masjid atau yang lainnya, anak-anak belajar bersedekah. Dengan ikut mengantarkan zakat fitrah/zakat maal kepada orang-orang yang berhak anak-anak belajar untuk menjadi tangan diatas yang lebih mulia daripada tangan dibawah. Sebagaimana sabda Rasulullah:

الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ الْيَدِ السُّفْلَى وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ وَخَيْرُ الصَّدَقَةِ عَنْ ظَهْرِ غِنًى وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ

“Tangan yang diatas lebih baik dari pada tangan yang di bawah.  Maka mulailah untuk orang-orang yang menjadi tanggunganmu dan shadaqah yang paling baik adalah dari orang yang sudah cukup (untuk kebutuhan dirinya). Maka barangsiapa yang berusaha menjaga dirinya (dari meminta-minta), Allah akan menjaganya. Dan barangsiapa yang berusaha mencukupkan dirinya maka Allah akan mencukupkannya”. (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Hal ini bisa kita lanjutkan dengan melatih mereka mentasharufkan uang lebaranyang biasanya mereka dapatkan dari sanak keluarga dengan menyisihkan sebagiannya untuk bersedekah.Atau memberikan hadiah atau sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain.Sehingga mereka tidak akan  memiliki sifat egois tetapi mempunyai kepedulian  terhadap orang lain.

Karakter ini, merupakan karakter yang juga harus dimiliki oleh seorang muslim. Betapa banyak kita melihat orang yang sebenarnya mampu tapi sangat bakhil untuk urusan akhiratnya, selalu merasa kekurangan, menunda-nunda untuk memberi karena punya banyak keinginan dunia dan lain sebagainya.

Dilain pihak, ada orang-orang yang sebenarnya berkekurangan tapi mereka menahan diri dari meminta, sehingga orang yang tidak mengerti kondisi mereka yang sebenarnya  menyangka mereka berkecukupan.Bahkan terkadang mereka tetap berupaya untuk bisa memberi sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki.  Allah ta’ala berfirman dalam :

لِلْفُقَرَاءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الْأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُمْ بِسِيمَاهُمْ لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا ۗ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

 “(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengatahui.(QS. Al Baqarah: 273)

Sebulan dalam Ramadhan, anak-anak belajar untuk membiasakan diri melakukan amal-amal sholeh, selama kurang lebih 30 hari mereka berlatih kebiasaan-kebiasaan baik untuk taat, sabar, berbagi, dsb. Ini tentu merupakan salah satu upaya pembentukan prilaku/habit  yang baik. Sebagaimana sebuah habit/kebiasaan dan prilaku baik perlu dilatih dalam jangka waktu tertentu dan berkesinambungan.Semoga pembiasaan yang sudah diupayakan dalam bulan Ramadhan ini dapat terus berlanjut dan istiqomah  walaupun  Ramadhan sudah  berlalu.

Masih banyak sekali mutiara hikmah yang dapat kita ambil dari bulan yang mulia ini.Semoga bulan Ramadhan yang baru saja kita lewati membawa hal-hal yang baik pada diri dan keluarga.Dan semoga  kita tidak termasuk orang yang  disebut Rasulullah sebagai orang yang merugi karena menyia-nyiakan kesempatan dalam bulan Ramadhan ini.Dan yang juga tak kalah pentingnya juga adalah semoga kita diberi keistiqomahan dan tsabat setelah berlalunya bulan Ramadhan dengan tetap terjaganya semangat dalam beramal shaleh. Aamiin.

 

Oleh : Ustadzah SuryaniArfa

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
Stay Connected
16,985FansSuka
2,458PengikutMengikuti
61,453PelangganBerlangganan
Must Read
- Advertisement -spot_img
Related News
- Advertisement -spot_img

Silakan tulis komentar Anda demi perbaikan artikel-artikel kami