BerandaKajianUsrohAjarkan Anakmu Berkata Baik atau Diam

Ajarkan Anakmu Berkata Baik atau Diam

- Advertisement -spot_img

Perintah untuk Berkata yang Baik

Salah satu karakter yang harus kita tanamkan kepada anak adalah berkata yang baik. Karena perkataan yang baik dan menahan diri dari perkataan yang buruk merupakan salah satu tanda kesempurnaan iman seseorang. Sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أًوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ . رَوَاهُ الْبُخَارِيُ وَمُسْلِمٌ

“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya.” (Riwayat Al Bukhari dan Muslim)

Ibnu Hajar menjelaskan, maksud hadits ini adalah sesungguhnya jika seseorang ingin berbicara, hendaknya ia berpikir sebelum bicara. Jika ia mengetahui pembicaraannya tidak mendatangkan kerusakan dan tidak mengantarkan kepada perkataan haram atau makruh, maka hendaknya ia berbicara. Dan apabila perkataanya mubah maka yang lebih selamat dia diam agar tidak terjurumus kepada perkataan yang haram dan makruh.” (Fathul Bari, X/532)

Penjelasan senada juga disampaikan oleh Imam An Nawawi. Beliau berkata, “Jika seseorang ingin berbicara dengan yang perkataan baik dan mendatangkan pahala, baik perkataan yang hukumnya wajib maupun sunnah maka hendaknya ia berbicara. Namun jika tidak nampak baginya, apakah perkataan tersebut baik dan mendatangkan pahala maka hendaknya ia menahan diri dari berbicara, sebagaimana jika nampak bagi dirinya perkataan tersebut haram, makruh atau mubah. Keduanya sama-sama diperintahkan untuk menahannya. Oleh karena itu, perkataan yang mubah diperintahkan untuk ditinggalkan dan dianjurkan untuk ditahan karena khawatir akan terjerumus kepada perkataan yang diharamkan atau dimakruhkan. (Syarh Shahih Muslim, II/19)

Dalam hadits di atas Rasulullah menjelaskan tentang kesempurnaan iman. Seorang muslim sempurna imannya adalah yang berbicara suatu urusan yang membawa kebaikan di dunia dan akhirat. Ia menjadi figur di masyarakat dalam bertutur kata. Senantiasa menjaga lisannya untuk tidak melukai orang lain dan menimbulkan permusuhan serta mendatangkan kemurkaan Allah. Dari Anas bin Malik berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

لَا يَسْتَقِيمُ إِيمَانُ عَبْدٍ حَتَّى يَسْتَقِيمَ قَلْبُهُ وَلَا يَسْتَقِيمُ قَلْبُهُ حَتَّى يَسْتَقِيمَ لِسَانُهُ وَلَا يَدْخُلُ رَجُلٌ الْجَنَّةَ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ

“Iman seorang hamba tidak bakalan lurus hingga lurus hatinya dan hati tidak bakalan lurus hingga lurus lisannya dan seseorang tidak bakalan masuk surga jika tetangganya terganggu oleh keburukannya.” (HR. Ahmad)

Diriwayatkan dari Anas juga, Rasulullah bersabda:

لَا يَبْلُغُ عَبْدُ حَقِيْقَةَ الْإِيْمَانِ حَتَّى يَخْزُنَ مِنْ لِسَانِهِ

“Seorang hamba tidak akan sampai pada hakikat keimanan sehingga ia menahan dari lisannya.” (HR. Ath Thabrani)

Adapun maksud dari menahan lisan adalah menahan pembicaraan yang tidak baik dari lisannya.

 

Membalas Perkataan Buruk dengan Perkataan Baik

Anak-anak kita juga harus kita ajarkan untuk tidak membalas perkataan buruk dari orang awam dengan perkataan yang semisal. Walaupun seandainya membalas perkataan buruk dengan perkataan buruk yang semisal dibolehkan. Dan hal tersebut termasuk sikap yang adil. Sebagaimana diriwayatkan dari Aisyah radliallahu ‘anha bahwa sekelompok orang Yahudi datang kepada Nabi n sambil berkata; “Kebinasaan atasmu.” Aisyah pun berkata; “Semoga atas kalian juga, dan semoga laknat dan murka Allah juga menimpa kalian.” Maka Rasulullah bersabda: “Tenanglah wahai Aisyah, berlemah lembutlah dan janganlah kamu bersikeras dan janganlah kamu berkata keji.” Aisyah berkata; “Apakah anda tidak mendengar apa yang mereka katakan?” Beliau bersabda: “Tidakkah kamu mendengar apa yang saya ucapkan, saya telah membalasnya. Adapun jawabanku akan dikabulkan sementara do’a mereka tidak akan diijabahi.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Walau demikian, anak-anak kita harus kita ajarkan untuk membalas perkataan yang buruk dengan perkataan yang baik. Karena yang demikian merupakan salah satu ciri orang mukmin yang utama. Tidak membalas perkataan buruk dengan perkataan semisal adalah salah sifat ibadurrahman, hamba-hamba Allah pilihan yang beriman dan akan mendapat kemuliaan pada hari kiamat. Allah Swt berfirman:

وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلامًا

“Dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (Al-Furqan: 63)

Ibnu Katsir mejelaskan, yaitu apabila orang-orang jahil mengangap mereka sebagai orang-orang yang kurang akalnya yang diungkapkannya kepada mereka dengan kata-kata yang buruk, maka mereka tidak membalasnya dengan hal yang semisal, melainkan memaafkan, dan tidaklah mereka mengatakan perkataan kecuali yang baik-baik. Seperti yang dilakukan oleh Rasulullah Saw semakin orang jahil bersikap keras, maka semakin pemaaf dan penyantun pula sikap beliau. Dan seperti yang disebutkan oleh firman Allah Swt. dalam ayat yang lain:

وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ

Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling darinya. (Al-Qasas: 55)

 

Diriwayatkan dari An-Nu’man ibnu Muqarrin Al-Muzani yang mengatakan bahwa pada suatu hari ada seorang lelaki mencaci-maki orang lain di hadapan Rasulullah Saw., lalu orang yang dicaci mengatakan, “‘Alaikas salam (semoga engkau selamat).” Maka Rasulullah Saw. bersabda:

أَمَا إِنَّ مَلِكًا بَيْنَكُمَا يَذُبُّ عَنْكَ، كُلَّمَا شَتَمَكَ هَذَا قَالَ لَهُ: بَلْ أَنْتَ وَأَنْتَ أَحَقُّ بِهِ. وَإِذَا قَالَ لَهُ: عَلَيْكَ السَّلَامُ، قَالَ: لَا بَلْ عَلَيْكَ، وَأَنْتَ أَحَقُّ بِهِ.

Ingatlah, sesungguhnya ada malaikat di antara kalian berdua yang membelamu. Setiap kali orang itu mencacimu, malaikat itu berkata, “Bahkan kamulah yang berhak, kamulah yang berhak dicaci.” Dan apabila kamu katakan kepadanya, ” ‘Alaikas salam,” maka malaikat itu berkata, “Tidak, dia tidak berhak mendapatkannya, engkaulah yang berhak mendapatkannya.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dan sanad hadits berpredikat hasan).

Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: mereka mengucapkan kata-kata yang baik. (Al-Furqan: 63) Mereka mengucapkan kata-kata yang mengandung petunjuk. Sa’id ibnu Jubair mengatakan bahwa mereka menjawab dengan kata-kata yang baik. Sedang Al-Hasan Al-Basri mengatakan, mereka mengatakan, “Salamun ‘alaikum (semoga keselamatan terlimpahkan kepada kalian).”

Jika ada yang menganggap mereka para Ibadurrahman sebagai orang yang kurang akalnya, maka mereka bersabar dan memaafkan. Mereka tetap bergaul dengan hamba-hamba Allah di siang harinya dan bersabar terhadap apa pun yang mereka dengar.

 

Menolak Keburukan dengan Perkataan yang Baik

Termasuk menolak keburukan, kita pun diperintahkan dengan sikap dan perkataan yang baik. Allah berfirman:

خُذِ ٱلۡعَفۡوَ وَأۡمُرۡ بِٱلۡعُرۡفِ وَأَعۡرِضۡ عَنِ ٱلۡجَٰهِلِينَ ١٩٩

“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma´ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (Al A’raf: 199)

Ubay menceritakan bahwa ketika Allah Swt. menurunkan ayat di atas kepada Nabi-Nya, Muhammad, maka beliau Saw. bertanya, “Hai Jibril, apakah artinya ini?” Jibril a.s. menjawab, “Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepadamu agar memaafkan terhadap perbuatan orang yang berbuat aniaya kepadamu, dan kamu memberi orang yang mencegahnya darimu, serta bersilaturahmi kepada orang yang memutuskannya darimu.” (Tafsir Ibnu Katsir)

Dari Uqbah ibnu Amir r.a. yang menceritakan bahwa ia bersua dengan Rasulullah Saw., lalu ia mengulurkan tangannya, menyalami tangan Rasulullah Saw., kemudian bertanya, “Wahai Rasulullah, ceritakanlah kepadaku tentang amal-amal perbuatan yang paling utama.” Rasulullah Saw, bersabda:

يَا عُقْبَةُ صِلْ مَنْ قَطَعَكَ وَأَعْطِ مَنْ حَرَمَكَ وَأَعْرِضْ عَمَّنْ ظَلَمَكَ

“Hai Uqbah, bersilaturahmilah kamu kepada orang yang memutus­kannya darimu, berilah orang yang mencegahnya darimu, dan berpalinglah dari orang yang aniaya kepadamu.” (HR. Ahmad)

Ibnu Jarir mengatakan, Allah telah memerintahkan kepada Nabi-Nya agar menganjurkan semua hambanya untuk berbuat kebajikan, dan termasuk ke dalam kebajikan ialah mengerjakan ketaatan dan berpaling dari orang-orang yang bodoh. Sekalipun hal ini merupakan perintah kepada Nabi-Nya, sesungguhnya hal ini juga merupakan pelajaran bagi makhluk-Nya untuk bersikap sabar dalam menghadapi gangguan orang-orang yang berbuat aniaya kepada mereka dan memusuhi mereka. Tetapi pengertiannya bukan berarti berpaling dari orang-orang yang tidak mengerti perkara yang hak lagi wajib yang termasuk hak Allah, tidak pula bersikap toleransi terhadap orang-orang yang ingkar kepada Allah, tidak mengetahui keesaan-Nya, maka hal tersebut harus diperangi oleh kaum muslim. (Jami’ul Bayan fi Takwilil Qur’an, XIII/332)

Sehingga dalam menghadapi orang yang berbuat buruk, maka kita diperintahkan untuk berbuat yang makruf. Jika ia tetap tenggelam di dalam kesesatannya serta membangkang, tidak mau menuruti nasihatmu, serta terus-menerus di dalam kebodohannya, maka ber­palinglah kamu darinya. Mudah-mudahan berpalingmu darinya dapat menolak tipu muslihatnya terhadap dirimu, seperti yang disebutkan oleh firman Allah Swt.:

ٱدۡفَعۡ بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُ ٱلسَّيِّئَةَۚ نَحۡنُ أَعۡلَمُ بِمَا يَصِفُونَ ٩٦ وَقُل رَّبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنۡ هَمَزَٰتِ ٱلشَّيَٰطِينِ ٩٧ وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَن يَحۡضُرُونِ ٩٨

“Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik, Kami mengetahui apa yang mereka sifatkan. Dan katakanlah, “Ya Tuhanku, aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan setan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau, ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku.” (Al-Mu’minun: 96-98)
Dan Allah juga berfirman:

وَلَا تَسۡتَوِي ٱلۡحَسَنَةُ وَلَا ٱلسَّيِّئَةُۚ ٱدۡفَعۡ بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُ فَإِذَا ٱلَّذِي بَيۡنَكَ وَبَيۡنَهُۥ عَدَٰوَةٞ كَأَنَّهُۥ وَلِيٌّ حَمِيمٞ ٣٤ وَمَا يُلَقَّىٰهَآ إِلَّا ٱلَّذِينَ صَبَرُواْ وَمَا يُلَقَّىٰهَآ إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٖ ٣٥

“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah teman yang setia Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.” (Fushshilat: 34-35)

Melalui ayat di atas Allah Swt. memberikan petunjuk tentang tata cara menghadapi orang yang berbuat maksiat, yaitu menghadapinya dengan cara yang baik. Karena dengan cara inilah jalannya dalam berbuat maksiat dapat dihentikan dengan seizin Allah Swt.

 

Bagaimana Agar Anak Menjaga Lisan

Adapun di antara metode agar anak selalu berkata yang baik dan menahan diri dari kata-kata kotor adalah sebagai berikut:

Pertama, teladan. Hendaknya setiap pendidik maupun orang tua, dapat menjadi suri tauladan di hadapan anak didiknya dalam berbicara, yaitu dengan berbicara yang baik atau diam. Membalas perkataan yang buruk dan menolak keburukan dengan perkataan yang baik. Dengan demikan anak didik akan mencontoh dan mengikutinya. Sehingga tidaklah keluar dari lisan mereka kecuali perkataan yang baik dan bermanfaat.

Kedua, pilihkan teman yang baik. Teman bergaul akan memberi pengaruh terhadap anak. Anak akan meniru perbuatan dan perkataan teman bergaulnya. Seandainya anak berteman dengan orang yang berkata baik, maka ia juga akan meniru berkata baik. Namun jika teman bergaulnya sering berkata kotor maka sang anak juga akan mengikuti temannya berkata kotor. Karenanya orang tua harus pandai memilihkan teman yang baik bila ingin buah hatinya terjaga lisannya. Rasulullah bersabda:

الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Seseorang bergantung pada agama temannya. Maka hendaknya ia melihat dengan siapa dia berteman.” (Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 4833), at-Tirmidzi (no. 2378), Ahmad (II/303)

Demikianlah di antara karakter yang harus kita tanamkan kepada anak-anak kita, yaitu menjaga lisan. Berkata yang baik dan menahan diri dari perkataan kotor. Selain itu hendaknya anak juga kita hasung untuk tidak membalas celaan kecuali dengan kata-kata yang baik. Dengan demikian anak akan memiliki salah satu sifat ibadurrahman, hamba-hamba Allah pilihan yang beriman. Wallahu a’lam bish shawwab.

Oleh : Alfaqir ila Afwi Robbih

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
Stay Connected
16,985FansSuka
2,458PengikutMengikuti
61,453PelangganBerlangganan
Must Read
- Advertisement -spot_img
Related News
- Advertisement -spot_img

Silakan tulis komentar Anda demi perbaikan artikel-artikel kami