Seseorang bisa istiqamah itu atas karunia Allah Ta’ala. Karena setiap hati manusia dibawah genggaman Allah. Di dalam Al-Qur`an terdapat banyak ayat yang menunjukkan bahwa Allah Ta’ala menyandarkan bahwa hidayah jalan yang lurus dan seluruh urusan itu ada di tangan-Nya. Allah Ta’ala lah yang memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan menyesatkan orang yang Dia kehendaki pula. Di tangan Allah-lah hati seluruh hamba-Nya, maka barangsiapa yang Allah kehendaki lurus hatinya, Allah-pun akan luruskannya sebagai karunia dari-Nya.
Allah Ta’ala berfirman dalam ayat yang lainnya, masih dalam surat yang sama,
فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَاعْتَصَمُوا بِهِ فَسَيُدْخِلُهُمْ فِي رَحْمَةٍ مِنْهُ وَفَضْلٍ وَيَهْدِيهِمْ إِلَيْهِ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا
“Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat (yang khusus) dari-Nya dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya” (Q.S.An-Nisa: 175).
Allah Ta’ala berfirman,
وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَىٰ دَارِ السَّلَامِ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam)” (QS.Yunus: 25).
Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا صُمٌّ وَبُكْمٌ فِي الظُّلُمَاتِ ۗ مَنْ يَشَإِ اللَّهُ يُضْلِلْهُ وَمَنْ يَشَأْ يَجْعَلْهُ عَلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami adalah tuli, bisu, dan berada dalam gelap yang pekat. Barangsiapa yang dikehendaki Allah (kesesatannya), niscaya disesatkan-Nya. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah (untuk diberi-Nya petunjuk), niscaya Dia menjadikan-Nya berada di atas jalan yang lurus” (Q.S. Al-An’am: 39).
لَقَدْ أَنْزَلْنَا آيَاتٍ مُبَيِّنَاتٍ ۚ وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan ayat-ayat yang menjelaskan. Dan Allah memimpin siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus” (Q.S. An-Nur: 46).
إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ لِلْعَالَمينْ لمن شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيم َوَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“Al-Qur`an itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam (yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki oleh Allah, Tuhan semesta alam” (Q.S. At-Takwir: 27-29).
Banyak ayat-ayat yang menunjukkan bahwa hidayah itu ada di tangan Allah Ta’ala. Menurut penjelasan aya-ayat Al-Qur’an di atas bahwa hidayah itu karunia Allah Ta’ala. Allah Ta’ala memberikan kepada orang yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Mengetahui siapa di antara hamba-hamba-Nya yang bersungguh-sungguh untuk mendapatkan petunjuk-Nya dan layak mendapatkan petunjuk-Nya, dan siapa yang enggan mendapatkannya!
Suatu hal yang mendasar dan termasuk diantara kaedah istiqamah yang pertama kali perlu diperhatikan yaitu kesungguhan seorang hamba dalam bersandar, berharap, dan memohon kepada Allah Ta’ala. Karena hidayah istiqamah itu hanyalah ada di tangan-Nya. Allah Ta’ala yang berhak memberi petunjuk kepada hamba-hamba-Nya kepada jalan yang lurus.
Karena istiqamah itu ada di tangan Allah Ta’ala, maka doa yang banyak dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah doa mohon ketetapan hati di atas agama-Nya. Dari Anas radhiyallahu ‘anhu menuturkan:
“Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperbanyak berdoa :
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ
“Wahai Sang Pembolak-balik hati, teguhkan hatiku di atas agama-Mu”.
Lalu Anas pun berkata:
“Wahai Rasulullah, kami beriman kepadamu, dan beriman kepada ajaran Islam yang engkau bawa, maka apakah engkau mengkhawatirkan kami?”
Beliau menjawab :
نَعَمْ، إِنَّ الْقُلُوبَ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ، يُقَلِّبُهَا كَيْفَ يَشَاءُ
“Ya! Sesungguhnya hati (para hamba) itu berada diantara dua jari dari jari-jemari Allah, Dia membolak-balikkannya sesuai dengan yang Dia kehendaki!”. (HR. At-Tirmidzi, Ahmad, dan selainnya, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi 2140).
Apabila tiba waktu shalat malam di antara kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam shalat malam adalah membuka dengan doa istiftah yang di antara kalimatnya, yaitu:
إِنَّكَ تَهْدِي مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Sesungguhnya Engkau memberi petunjuk orang yang Engkau kehendaki kepada jalan yang lurus”. (HR. Muslim).
Kita diwajibkan berdoa pada setiap shalat-shalat yang kita lakukan dengan memohon hidayah jalan yang lurus dan diberikan keistiqamahan oleh Allah Ta’ala. Karena ini suatu yang urgen, maka Allah Ta’ala mewajibkan kita berdoa dengan doa itu berulang kali dalam sehari semalam. Doa tersebut adalah doa yang terdapat dalam surat Al-Fatihah,
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (QS. Al-Fatihah : 6-7)
Karena istiqamah itu di tangan Allah Ta’ala, maka hal penting yang harus dilakukan agar bisa istiqamah dalam hidup ini adalah berdoa memohon kepada Allah Ta’ala semata. Hendaknya dengan menghiba, merengek-rengek, dan memelas dalam memohonnya kepada Allah Ta’ala.
Hijrah, Istiqamahnya Hati
Sebagian seseorang yang berhijrah, tidak memperhatikan kondisi hatinya. Yang diperhatikan hanya perkara pakaian dan pakaian. Iya emang tidak salah ketika sudah berhijrah tampilanpun harus berhijrah. Kadang kurang perhatian terhadap hijrah hatinya.
Imam Ahmad meriwayatkan dalam musnadnya sebuah hadits dari Anas bin Malik radhiallaahu ‘anhu bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَسْتَقِيمُ إِيمَانُ عَبْدٍ حَتَّى يَسْتَقِيمَ قَلْبُهُ
“Tidak akan istiqamah (tegak) iman seorang hamba hingga hatinya istiqamah.” (HR. Ahmad dalam al-Musnad, No. 13048. Di hasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah).
Al-Hafidz Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan,
فَأَصْلُ الْاِسْتِقَامَةِ اِسْتِقَامَةُ الْقَلْبِ عَلَى التَّوْحِيْدِ
“Pokok istiqamah adalah istiqamahnya hati di atas tauhid.”
Beliau melanjutkan, “Tatkala hati telah istiqamah dengan mengenal Allah, takut kepada-Nya, memuliakan-Nya, mengagungkan-Nya, mencinta-Nya, menghendaki-Nya, berharap kepada-Nya, berdo’a kepada-Nya, tawakkal kepada-Nya, dan berpaling dari selain-Nya. Maka anggota badan juga akan istiqamah dalam ketaatan. Karena hati adalah raja bagi tubuh dan anggota badan yang lain adalah tentaranya. Jika sang raja istiqamah (yaitu hati yang lurus) maka seluruh tubuh sebagai tentaranya juga akan istiqamah.” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, hal. 386)
Pernyataan ini berdasarkan dalil dari hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam,
إِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
“Sesungguhnya dalam jasad ada segumpal daging. Jika segumpal daging itu baik, maka baik pulalah seluruh jasad dan jika segumpal daging itu rusak, maka rusaklah seluruh jasad. Segumpal daging itu adalah qalbu.” (HR. Bukhari No. 52 dan Muslim No. 1599)
Istiqamahnya hati dalam ketaatan kepada Allah menjadi bukti istiqamahnya seorang. Bentuk ketaatan kepada Allah Ta’ala adalah melakukan amalan yang nampak baik amalan sunnah maupun yang wajib. Tentu karena hati yang bersih akan menghasilkan amalan dzahir yang bersih pula. Namun, tidak berlaku sebaliknya, ketika seorang hamba menampakkan ketaatan, bisa saja hatinya memalingkan ketaatan tersebut kepada selain Allah, karena amalan lahiriahnya bukan atas motivasi ketundukan kepada Allah, melaikan karena riya atau ujub yang ada di dalam hatinya.
Allah Ta’ala berfirman,
إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ
“Pada hari dimana harta dan anak-anak laki-laki tidak bermanfaat, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang sehat.” (QS. Asy-Syu’ara: 88-89)
Oleh karena itu, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berdo’a
أللَّهُمَّ إِنِّي أَسأَلُكَ قَلْبًا سَلِيْمًا
“Ya Allah! Aku memohon kepadamu hati yang selamat.” (HR. Ahmad dan An-Nasa’i, dishahihkan Syaikh Al-Albani)
Dari pemaparan tersebut bisa disimpulkan bahwa diantara sebab istiqamahnya seorang adalah senantiasa waspada dengan penyakit hati yang akan mungkin mengotorinya. Dan bersemangat untuk memperbaiki amalan hatinya sehingga mengapai keistiqamahan.
Oleh : Parlan Al-Pacitani (Alumni Darusy Syahadah)
Baca juga artikel lainnya terkait istiqamah :