BerandaMateri KhutbahKhutbah JumatMencintai Tanah Air Sebagai Wujud Syukur kepada Allah

Mencintai Tanah Air Sebagai Wujud Syukur kepada Allah

- Advertisement -spot_img

Khutbah Pertama

Klik Santri Darsya untuk mendapatkan naskah khutbah jum’at berikut :

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِينَ، نَحْمَدُهُ عَلَى نِعَمِهِ العَظِيمَةِ، وَنَشْكُرُهُ عَلَى مَا أَوْلَانَا مِنْ نِعْمَةِ الأَمْنِ وَالِاسْتِقْرَارِ، وَمَا أَنْعَمَ بِهِ عَلَيْنَا مِنْ بَلَدٍ نَعِيشُ فِيهِ آمِنِينَ مُطْمَئِنِّينَ، فَالنِّعَمُ بِالشُّكْرِ تَدُومُ، وَبِالْكُفْرِ تَزُولُ.

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيرًا إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.

أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا المُسْلِمُونَ، إِنِّي أُوَصِيكُمْ وَنَفْسِيَ بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ؛ فَالتَّقْوَى سِرُّ السَّعَادَةِ وَالْبَرَكَةِ، وَهِيَ سَبَبُ نَجَاةِ الْعِبَادِ وَعِمَارَةِ الْبِلَادِ.

قَالَ اللَّهُ تَعَالَى:
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ﴾

وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
اِتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ  وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

نَفَعَنِيَ اللَّهُ وَإِيَّاكُمْ بِمَا نَسْمَعُ وَنَقُولُ، وَجَعَلَنَا مِنْ عِبَادِهِ المُتَّقِينَ.

Muqaddimah

Alhamdulillāh, segala puji hanya milik Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā yang telah melimpahkan kepada kita begitu banyak nikmat yang tak terhitung jumlahnya. Di antara nikmat terbesar yang sering kita lupakan adalah nikmat keamanan, ketenteraman, dan tanah air tempat kita hidup, beribadah, serta membesarkan generasi. Betapa banyak saudara kita di belahan dunia lain yang tidak merasakan ketenangan ini—masjid hancur, rumah porak-poranda, dan kehidupan terancam. Maka hari ini, kita menundukkan hati seraya bersyukur atas karunia negeri yang Allah jadikan bagi kita sebagai tempat tinggal yang aman (baladun āmin), yang dengannya ibadah dapat tegak, ilmu dapat dipelajari, dan dakwah dapat dijalankan tanpa rasa takut.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muḥammad ﷺ, teladan utama dalam memaknai syukur dalam seluruh aspek kehidupan. Beliau mengajarkan bahwa syukur bukan sekadar ucapan, tetapi juga perbuatan yang menjaga nikmat agar tetap lestari. Oleh karena itu, tema khutbah kita hari ini adalah tentang mencintai tanah air bukan semata-mata sebagai nasionalisme, namun sebagai wujud syukur yang merupakan ibadah hati (‘ibādah qalbiyyah) kepada Allah. Kita akan merenungi bagaimana syariat memandang negeri sebagai nikmat, dan bagaimana setiap muslim dipanggil untuk merawatnya, menjaganya, serta mengisinya dengan kebaikan sebagai bukti syukur yang sejati.

Ma‘āsyiral muslimīn rahimakumullāh, sebelum kita melangkah lebih jauh dalam tema khutbah hari ini, marilah kita saling mewasiatkan ketakwaan. Sesungguhnya takwa adalah bekal terbaik, penguat hati, dan penjaga setiap nikmat yang Allah titipkan kepada kita. Dengan takwa, seorang hamba menjaga lisannya dari keburukan, meluruskan amalnya, serta menata niatnya agar tetap berada di jalan Allah. Dan dengan takwa pula sebuah negeri akan Allah berkahi, dihiasi kedamaian, dijauhkan dari fitnah, serta dijaga dari kehancuran moral. Maka saya berwasiat kepada diri pribadi dan kepada jamaah sekalian: marilah kita memperbarui ketakwaan kita kepada Allah—takwa yang lahir dari hati yang bersyukur, tercermin dalam amal yang jujur, serta tampak dalam upaya menjaga keamanan, persatuan, dan kebaikan di negeri yang kita cintai ini. Semoga Allah menjadikan kita semua termasuk hamba-hamba-Nya yang bertakwa.

Makna Syukur dan Kaitan dengan Cinta Tanah Air

Ma‘āsyiral muslimīn rahimakumullāh, ketika kita berbicara tentang syukur, seringkali pikiran kita tertuju pada ucapan alhamdulillāh semata. Padahal para ulama menjelaskan bahwa syukur terdiri dari tiga unsur: hati, lisan, dan amal. Dengan hati, kita mengakui bahwa segala nikmat, termasuk keamanan dan kedamaian negeri, hanyalah pemberian Allah. Dengan lisan, kita memuji-Nya dan menyadari bahwa nikmat tempat tinggal tidak boleh dipandang remeh. Dan dengan amal, kita menjaga negeri ini dari kerusakan, perpecahan, fitnah, dan maksiat. Tiga pilar inilah yang menjadikan syukur sebagai energi kebaikan yang menjaga nikmat agar tetap bertahan. Allah berfirman sebagai peringatan:

﴿وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ﴾

“Dan Allah membuat perumpamaan sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang melimpah dari berbagai tempat, tetapi penduduknya mengingkari nikmat-nikmat Allah.” (QS. An-Naḥl: 112)

Ayat ini menegaskan bahwa keamanan negeri adalah salah satu nikmat terbesar yang wajib disyukuri dan dijaga.

Jamaah yang dirahmati Allah, tanahlah air tempat kita berpijak adalah salah satu nikmat terbesar yang sering tidak kita sadari. Betapa banyak saudara kita di berbagai belahan dunia yang kehilangan hak dasar untuk merasa aman: tempat ibadah dirusak, pendidikan lumpuh, dan kehidupan sehari-hari penuh ketakutan. Tanpa negeri yang aman, ibadah menjadi sulit ditegakkan; masjid tak lagi hidup, pendidikan tertunda, dan dakwah terbatas. Karena itu, ketika Allah menganugerahkan kepada kita baladun āmin — negeri yang aman — maka sesungguhnya Dia telah memberikan salah satu nikmat dunia yang paling berharga, sekaligus pintu menuju kemudahan beramal shalih. Nabi ﷺ mengajarkan bahwa saat seseorang bangun pagi dan merasa aman di tempat tinggalnya, itu adalah bagian dari nikmat dunia yang sempurna. Beliau bersabda:

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ، مُعَافًى فِي جَسَدِهِ، عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ، فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا

“Barang siapa di antara kalian bangun di pagi hari dalam keadaan aman di tempat tinggalnya, sehat tubuhnya, dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia seluruhnya telah dikumpulkan untuknya.” (HR. At-Tirmiżī, no. 2346)

Hadits ini menunjukkan bahwa rasa aman adalah inti dari kesejahteraan seorang mukmin.

Dari sinilah kita memahami bahwa mencintai tanah air bukan sekadar luapan emosi nasionalisme atau rasa bangga semata. Cinta tanah air adalah bentuk kesadaran spiritual, karena ia lahir dari rasa syukur atas nikmat Allah berupa tempat tinggal yang aman. Ketika kita mencintai negeri ini, pada hakikatnya kita sedang mensyukuri karunia-Nya. Dan ketika kita menjaga persatuan, menebar kebaikan, serta menghindari perbuatan yang merusak kestabilan sosial, pada dasarnya kita sedang menjalankan salah satu bentuk ibadah syukur.

Teladan Syariat dalam Mencintai Negeri

Ma‘āsyiral muslimīn rahimakumullāh, bila kita menelusuri jejak kehidupan Nabi Muḥammad ﷺ, kita akan menemukan betapa kuatnya kecintaan beliau kepada tanah air. Ketika beliau meninggalkan Makkah dalam peristiwa hijrah, beliau menatap kota itu dengan penuh haru dan mengucapkan kata-kata yang menggambarkan betapa dalam cintanya kepada tanah kelahiran. Beliau pun berdoa agar Allah memberkahi Makkah dan Madinah, menjadikannya kota yang aman, subur, dan dicintai oleh orang-orang beriman. Doa-doa ini menunjukkan bahwa kecintaan kepada tanah air adalah fitrah yang dibenarkan syariat, bahkan diteladankan oleh manusia terbaik sepanjang masa.

Dalam sebuah doa, Nabi ﷺ bersabda:

اللَّهُمَّ احْبِبْ إِلَيْنَا الْمَدِينَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ أَوْ أَشَدَّ

“Ya Allah, cintakanlah kepada kami Kota Madinah sebagaimana kecintaan kami kepada Makkah, bahkan lebih dari itu.” (HR. al-Bukhārī, no. 1889)

Para ulama juga menjelaskan bahwa stabilitas suatu negeri merupakan salah satu nikmat terbesar dari Allah. Negeri yang aman adalah tempat berkembangnya ibadah, ilmu, dakwah, dan kebaikan. Karena itu, mereka memandang bahwa menjaga stabilitas negeri adalah amanah yang harus ditunaikan oleh setiap muslim. Nikmat ini tidak boleh disia-siakan dengan tindakan yang dapat merusak kedamaian, memecah belah persatuan, atau melemahkan tatanan masyarakat. Semakin besar kenikmatan yang Allah berikan, semakin besar pula tanggung jawab kita untuk memeliharanya.

Dalam syariat Islam, perintah menjaga keamanan, persatuan, dan kedamaian sangatlah jelas. Semua itu bukan sekadar etika sosial, tetapi bagian dari ibadah dan bentuk syukur yang paling nyata. Syukur bukan hanya diucapkan, tetapi diwujudkan dalam tindakan yang menenangkan hati manusia, memelihara lingkungan sosial, serta menguatkan ikatan umat. Maka setiap upaya menghindari fitnah, meredam konflik, menebarkan salam, menjaga adab bermedia sosial, hingga membangun kerja sama dalam kebaikan adalah manifestasi syukur yang diperintahkan oleh Allah. Inilah cara seorang muslim merawat nikmat negeri yang aman, mengikuti jejak Nabi, dan menghidupkan petunjuk syariat dalam kehidupan bermasyarakat.

Wujud Syukur dalam Berbangsa dan Bernegara pada Konteks Kekinian

Ma‘āsyiral muslimīn rahimakumullāh, salah satu wujud syukur terbesar di era modern ini adalah menjaga persatuan di tengah derasnya polarisasi digital. Media sosial sering menjadi tempat lahirnya permusuhan, padahal syukur yang benar menahan kita dari sikap memecah belah. Setiap muslim hendaknya menjadi penyejuk, bukan pemantik provokasi. Allah telah memperingatkan:

﴿وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا﴾

“Berkatalah kepada manusia dengan perkataan yang baik.” (QS. al-Baqarah: 83)

Maka menahan jari dari komentar yang menyakiti adalah bagian dari syukur di zaman ini.

Jamaah yang dirahmati Allah, wujud syukur yang lain adalah tidak menyebarkan hoaks, fitnah, dan narasi yang merusak stabilitas negeri. Syukur bukan hanya ucapan, tetapi tindakan menjaga masyarakat tetap tenang dan aman. Nabi ﷺ bersabda:

كُفَّ عَلَيْكَ هَذَا

— beliau menunjuk lisannya — “Tahanlah ini (lisanmu).” (HR. at-Tirmiżī, no. 2616)

Termasuk lisan zaman sekarang: tulisan, status, dan postingan.

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah, syukur juga diwujudkan dengan berperan membangun negeri sesuai kapasitas masing-masing. Santri yang belajar sungguh-sungguh, orang tua yang mendidik anak dengan ketakwaan, para profesional yang bekerja jujur dan amanah, serta para pedagang yang tidak curang—semua ini adalah amal shalih yang menjaga negeri. Imam al-Ghazālī menegaskan bahwa keberlangsungan kehidupan hanya mungkin dengan “ṣinā‘at al-madaniyyah” (peran sosial setiap individu) yang dijalankan dengan amanah. Maka setiap profesi adalah ladang syukur sekaligus penjaga nikmat keamanan.

Hadirin sekalian, menjaga lingkungan, fasilitas umum, dan adab sosial juga merupakan syukur dalam bentuk paling nyata. Memelihara kebersihan, menaati aturan, tidak merusak sarana publik, serta menghormati sesama adalah bentuk syukur yang langsung terasa dampaknya. Inilah yang disebut para ulama sebagai al-mashāliḥ al-‘āmmah—kemaslahatan umum—yang wajib dijaga oleh setiap muslim karena darinya lahir ketertiban dan ketenteraman masyarakat.

Terakhir, syukur kepada Allah juga tampak dalam sikap adil saat menghadapi perbedaan politik. Perbedaan boleh, kritik pun boleh, tetapi merusak negeri tidak pernah dibenarkan dalam syariat. Ibn Taymiyyah menjelaskan bahwa kemaslahatan umat lebih besar daripada kepentingan kelompok, sehingga setiap tindakan yang mengancam kedamaian termasuk perbuatan yang dilarang oleh agama. Karena itu, menjaga negeri tetap damai adalah ibadah syukur yang sangat tinggi nilainya dan menjadi tanda keimanan yang matang.

Tantangan Kekinian bagi Syukur Terhadap Tanah Air

Ma‘āsyiral muslimīn rahimakumullāh, di tengah nikmat negeri yang aman ini, kita menghadapi tantangan besar yang menggerus rasa syukur terhadap tanah air. Era digital menghadirkan apa yang disebut para ahli sebagai digital chaos: kebencian, polarisasi, misinformasi, dan fitnah yang merusak kepercayaan publik. Di saat yang sama, krisis moral terjadi di berbagai lapisan masyarakat—korupsi, ketidakjujuran, dan individualisme yang semakin menguat. Banyak orang larut dalam dunia maya, namun hubungan sosial di dunia nyata justru melemah. Perhatian terhadap lingkungan, fasilitas umum, serta kepedulian sosial pun kian menurun. Semua ini menjadi indikator bahwa nikmat keamanan, kemudahan, dan kenyamanan negeri sering tidak lagi disyukuri sebagaimana mestinya.

Nabi ﷺ juga telah memperingatkan agar umat tidak menjadi sumber kerusakan dan kekacauan di tengah masyarakat. Beliau bersabda:

لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ

“Tidak boleh menimbulkan bahaya dan tidak boleh saling membahayakan.” (HR. Ibn Mājah, no. 2340)

Hadits ini menjadi kaidah besar dalam Islam bahwa setiap tindakan yang membawa kerusakan—baik melalui ujaran kebencian, menyebar hoaks, merusak fasilitas umum, atau melemahkan kepercayaan publik—termasuk perbuatan yang diharamkan. Para ulama menegaskan bahwa menjaga keamanan dan mencegah bahaya bagi masyarakat adalah bentuk syukur paling nyata karena dengan itulah Allah menjaga keberkahan sebuah negeri.

Karena itu, jamaah yang dirahmati Allah, solusi syar‘i untuk seluruh tantangan ini adalah menghidupkan kembali kesadaran syukur secara kolektif. Syukur bukan hanya urusan pribadi, tetapi tanggung jawab bersama sebagai sebuah masyarakat. Ia dimulai dari diri sendiri: menjaga lisan dan jari dari provokasi, memperbaiki akhlak, dan menjaga adab bermedia. Lalu diperluas kepada keluarga: menanamkan nilai amanah, kejujuran, dan cinta terhadap sesama. Kemudian berlanjut kepada lingkungan: peduli terhadap tetangga, menjaga kebersihan, dan merawat fasilitas umum. Bila syukur ditumbuhkan pada level individu, keluarga, dan komunitas, maka Allah akan menjaga negeri ini dengan keberkahan-Nya, sebagaimana janji-Nya:

 ﴿لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ﴾

“Jika kalian bersyukur, pasti Aku akan menambah kalian.” (QS. Ibrāhīm: 7). Dengan syukur kolektif inilah nikmat keamanan akan tetap terjaga dan negeri menjadi tempat yang penuh keberkahan.

Mengapa Syukur Membuat Negeri Diberkahi?

Ma‘āsyiral muslimīn rahimakumullāh, syukur adalah kunci keberkahan sebuah negeri. Ketika sebuah bangsa mensyukuri nikmat Allah—baik nikmat keamanan, persatuan, maupun rezeki—Allah menjanjikan tambahan nikmat yang lebih besar.

Negeri yang dihuni oleh orang-orang yang bersyukur akan menjadi negeri yang aman, damai, subur, serta saling menghormati. Mereka memandang nikmat tanah air bukan sebagai hal biasa, melainkan karunia besar yang harus dijaga. Maka tumbuhlah masyarakat yang rukun, saling menolong, dan takut melakukan kerusakan yang dapat menghilangkan nikmat tersebut.

 

Sebaliknya, jamaah sekalian, ketika sebuah negeri dipenuhi sikap kufur nikmat—meremehkan keamanan, merusak persatuan, korupsi merajalela, fitnah tersebar, dan moral masyarakat melemah—maka hilanglah keberkahan dari kehidupan mereka. Al-Qur’an telah memberikan peringatan melalui kisah sebuah negeri yang awalnya aman dan makmur, namun menjadi hancur karena kufur terhadap nikmat Allah. Allah berfirman:

 ﴿فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ﴾

“Mereka mengingkari nikmat Allah, maka Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan.” (QS. an-Naḥl: 112).

Ayat ini menunjukkan bahwa kehancuran sosial, konflik, dan kekacauan bukan terjadi tiba-tiba, tetapi merupakan akibat hilangnya rasa syukur dalam jiwa masyarakat. Karena itu, syukur adalah benteng negeri: menjaga keberkahan, memperkuat persatuan, dan mengundang penjagaan Allah atas tanah air yang kita cintai.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ

Khutbah Kedua

 

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.

Penutup

Wahai jamaah yang dirahmati Allah, marilah kita menutup khutbah ini dengan tekad yang kuat untuk menanamkan cinta tanah air sebagai bagian dari ibadah syukur kepada Allah. Negeri yang kita pijak ini bukan sekadar tempat tinggal, tetapi amanah besar yang akan dimintai pertanggungjawaban. Maka marilah kita menjaga negeri ini dengan menjaga lisan dari ucapan yang memecah belah, menjaga dunia digital dari ujaran kebencian dan fitnah, menjaga persatuan di tengah perbedaan, serta menjaga amanah dalam setiap tugas yang Allah titipkan. Ingatlah, negeri yang aman, tenteram, dan damai adalah nikmat yang tidak ternilai, dan ia hanya akan bertahan jika dijaga oleh tangan-tangan yang bersyukur. Dengan penuh kerendahan hati marilah kita memohon kepada Allah agar menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang pandai bersyukur, serta penjaga keamanan dan kebaikan negeri ini, hingga nikmat yang Allah limpahkan terus berlanjut dan tidak dicabut dari kita.

فَيَاأَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى اِنَّ اللهَ وَ مَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَعَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَعَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ.

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَآءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مَجِيْبُ الدَّعَوَاتِ

اَللّٰهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ.

اَللّٰهُمَّ طَهِّرْ أَلْسِنَتَنَا مِنَ الْكَذِبِ وَالْفُحْشِ وَالْبُهْتَانِ، وَأَقْلَامَنَا مِنَ الزَّلَلِ وَالْعُدْوَانِ، وَاجْعَلْ أَقْوَالَنَا وَأَعْمَالَنَا حُجَّةً لَنَا لَا عَلَيْنَا.

اَللّٰهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي أَوْقَاتِنَا، وَأَهْلِنَا، وَأَبْنَائِنَا، وَبِلَادِنَا، وَارْزُقْنَا فِيهَا الْأَمْنَ وَالْإِيمَانَ وَالسَّلَامَةَ وَالْإِسْلَامَ.

ثُمَّ صَلُّوا وَسَلِّمُوا رَحِمَكُمُ اللّٰهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللّٰهِ، فَقَدْ أَمَرَكُمُ اللّٰهُ بِذٰلِكَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيمِ.

إِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ.
فَاذْكُرُوا اللّٰهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللّٰهِ أَكْبَرُ، وَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ.

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
Stay Connected
16,985FansSuka
12,700PengikutMengikuti
2,458PengikutMengikuti
9,600PelangganBerlangganan
Must Read
- Advertisement -spot_img
Related News
- Advertisement -spot_img

Silakan tulis komentar Anda demi perbaikan artikel-artikel kami