BerandaKajianMeningkatkan Spiritualitas di Bulan Muharram

Meningkatkan Spiritualitas di Bulan Muharram

- Advertisement -spot_img

Bulan Muharram dan Puasa Asyura

Bulan Muharram merupakan salah satu dari empat bulan istimewa selain Ramadhan yang telah dijelaskan Allah ﷻ dalam firman-Nya

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At-Taubah: 36)

Kemudian ditegaskan oleh Rasulullah dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abi Bakrah radhiyallahu ‘anhu. Nabi ﷺ bersabda

إِنَّ الزَّمَانَ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَان

Sesungguhnya waktu telah berputar sebagaimana mestinya, hal itu ditetapkan pada hari Allah menciptakan langit dan bumi. Dalam setahun ada dua belas bulan, diantaranya ada empat bulan yang mulia.

Tiga darinya berturut-turut, yaitu Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram, dan Rajab yang biasa diagungkan Bani Mudlar yaitu antara Jumadil tsani dan Sya’ban.” (HR. Bukhari, 4294)

Sebagai bulan pertama dalam kalender Hijriyah, Muharram tidak hanya menandai awal tahun baru bagi umat Islam, tetapi juga mengingatkan kita akan peristiwa-peristiwa bersejarah yang memiliki pengaruh besar dalam perkembangan agama dan kehidupan umat Muslim.

Salah satu peristiwa yang paling dikenal dalam bulan Muharram adalah peringatan Asyura, khususnya dalam konteks puasa Asyura.

Asyura sendiri jatuh pada tanggal 10 Muharram dan memiliki makna yang mendalam dalam sejarah Islam. Pada hari itu, umat Muslim berpuasa untuk mengenang dan menghormati peristiwa penting yang terjadi di masa lalu.

Peringatan Asyura memiliki akar sejarah yang berasal dari zaman Nabi Musa dan umatnya. Dalam tradisi Islam, Asyura menjadi momen perayaan karena Allah menyelamatkan Nabi Musa dan umatnya dari penindasan dan kezaliman Fir’aun dengan membelah Laut Merah.

Nabi Muhammad mewarisi tradisi ini dan memerintahkan umat Muslim untuk berpuasa pada hari Asyura sebagai bentuk rasa syukur dan penghormatan terhadap penyelamatan tersebut.

Hal itu sebagaimana tertuang dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa ketika Nabi ﷺ tiba di Madinah, beliau mendapatkan orang Yahudi melaksanakan shaum hari Asyura (10 Muharam).

Seketika beliau bertanya dan mereka pun menjawab, “Ini adalah Hari Raya, yaitu hari ketika Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan Fir’aun. Lalu Nabi Musa ‘alaihissalam berpuasa sebagai wujud syukur kepada Allah.”

Mendengar penuturan tersebut beliau lantas bersabda, “Akulah yang lebih utama (dekat) terhadap Musa dibanding mereka.” (HR. Bukhari)

Kemudian beliau menganjurkan kepada kaum muslimin untuk berpuasa dan menyelisihi orang-orang Yahudi.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dengan status marfu’ bahwa Rasulullah bersabda, “Puasalah kalian pada hari Asyura dan bedakan dengan kaum Yahudi, puasalah kalian sehari sebelum atau sesudahnya.” (HR. Ahmad)

Sahabat Abdullah bin Abbas radyiallahu ‘anhuma juga mengabarkan bahwa ketika Rasulullah ﷺ berpuasa pada hari Asyura, beliau kemudian memerintahkan kaum muslimin untuk turut berpuasa.

Para sahabat saat itu berkata, “Wahai Rasulullah, itu adalah hari yang sangat diagungkan oleh kaum Yahudi dan Nashrani.”

Maka Rasulullah ﷺ bersabda, “Pada tahun depan insyaAllah, kita akan berpuasa pada hari ke sembilan (Muharram).” Hanya saja, Allah berkehendak lain dan tahun depan itu pun tak kunjung tiba hingga Rasulullah ﷺ wafat. (HR. Muslim)

Maka disunahkan untuk berpuasa tanggal 9 dan 10 Muharram atau dikenal dengan shaum Tasu’a dan ‘Asyura dalam rangka mengikuti perintah Nabi dan menyelisihi orang-orang Yahudi.

Selain sunah untuk berpuasa, hari Asyura juga berkaitan dengan salah satu peristiwa penting dalam sejarah Islam. Peristiwa tersebut terjadi di Karbala pada tahun 680 M atau 61 H.

Pada saat itu, terjadi tragedi yang melibatkan Husain bin Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad, dan pengikutnya. Mereka masuk dalam pusaran fitnah menghadapi ketidakadilan dan kekejaman pasukan Yazid bin Muawiyah.

Dalam mengenang peristiwa bersejarah yang terkait dengan bulan Muharram tersebut, umat Muslim hendaknya mengambil hikmah dan teladan dari pengorbanan dan ketabahan para tokoh agung dalam sejarah Islam.

Sebab, peristiwa Karbala mencerminkan ketabahan, kesetiaan, dan pengorbanan yang tidak tergoyahkan dalam membela kebenaran. Hanya saja, orang-orang Syi’ah terlalu berlebihan di dalam memperingati peristiwa tersebut sehingga jatuh ke dalam kesesatan.

Selain berpuasa, bulan Muharram juga menjadi momen untuk melakukan refleksi, introspeksi, dan memperbaiki diri. Umat Muslim dianjurkan untuk memperbanyak ibadah, seperti shalat, membaca Al-Qur’an, bersedekah, dan berbuat kebaikan.

Di dalam kitab Tafsir Al-Baghawi juz 4, hlm. 44 disebutkan bahwa amal shaleh yang dikerjakan pada bulan-bulan haram pahalanya lebih besar dari hari biasa.

Pun kezaliman yang dilakukan pada bulan tersebut dosanya jauh lebih besar daripada kezaliman yang dikerjakan selain di bulan haram, walaupun kezaliman bagaimanapun bentuknya tetaplah sebuah dosa. 

Sehingga melalui puasa, ibadah, dan amalan kebaikan tersebut umat Muslim mendapat kesempatan untuk senantiasa memperbaiki diri, mendekatkan diri kepada-Nya, dan mengambil teladan dari peristiwa-peristiwa bersejarah yang menginspirasi.

Keistimewaan Hari Asyura

Adapun shaum Asyura yang jatuh pada tanggal 10 Muharram dan merupakan praktik sunah yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad ﷺ memiliki beberapa makna dan keistimewaan bagi umat Muslim.

  1. Merupakan shiyam yang paling utama setelah Ramadhan sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ, Shiyam yang paling utama setelah Ramadhan adalah shiyam pada bulan Muharram, dan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam.” (HR. Muslim 1163)
  2. Pengampunan Dosa. Puasa Asyura juga memiliki keutamaan untuk menghapus dosa-dosa yang telah lalu. Dalam tradisi Islam, puasa Asyura dapat dianggap sebagai bentuk taubat dan kesempatan untuk membersihkan diri dari kesalahan dan dosa-dosa masa lalu. Rasulullah ﷺ bersabda, “Puasa Asyura itu dapat menghapus dosa-dosa satu tahun yang lalu.” (HR Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)
  3. Mengikuti Sunah Nabi Muhammad. Puasa Asyura juga merupakan bentuk pengamalan sunah atau tindakan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad. Mengikuti jejak beliau dalam berpuasa Asyura adalah cara untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mengambil teladan dari kehidupan Nabi sebagai contoh yang luar biasa dalam beribadah dan ketakwaan

Dengan mempraktikkan shaum Asyura dan memperbanyak amal perbuatan baik, umat Muslim akan dapat meningkatkan kualitas keimanan, membersihkan diri dari dosa, dan mendekatkan diri kepada Allah.

Selain itu, bulan Muharram juga menjadi waktu untuk memperkuat persaudaraan dan ikatan sosial dengan saling peduli dan berbagi dalam kebaikan.

Semoga bulan Muharram dan puasa Asyura menjadi momen yang membawa berkah dan kebaikan bagi umat Islam di seluruh dunia.

Dengan memperkuat spiritualitas dan menghargai nilai-nilai sejarah, kita dapat menjadi pribadi yang lebih baik dan berkontribusi positif dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Wallahu a’lam bish shawab.

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
Stay Connected
16,985FansSuka
2,458PengikutMengikuti
61,453PelangganBerlangganan
Must Read
- Advertisement -spot_img
Related News
- Advertisement -spot_img

Silakan tulis komentar Anda demi perbaikan artikel-artikel kami