BerandaKajianMeninjau Lemahnya Kemauan dan Rendahnya Cita-cita

Meninjau Lemahnya Kemauan dan Rendahnya Cita-cita

- Advertisement -spot_img

Beberapa pengamat  menilai adanya perbedaan  yang nampak   antara karakter generasi yang lahir dan tumbuh  sebelum tahun 90-an dengan generasi sesudahnya. Generasi pertama,  secara  umum tumbuh  dengan kesederhanaan dan keterbatasan fasilitas. Sehingga jika mereka menginginkan sesuatu, mereka harus  bersabar atau  berusaha terlebih dulu jika ingin harapannya segera  terwujud. Sedangkan generasi kedua tumbuh saat teknologi semakin maju dan fasilitas semakin mudah. Sehingga mereka bisa mendapatkan keinginan dan kebutuhan mereka dengan mudah dan instan.

Alhasil, dengan latar belakang yang berbeda  generasi pertama tumbuh  dewasa dengan mental yang kuat, ulet, kerja keras dan keinginan dan pandangan ke depan yang jelas. Sedangkan generasi kedua tergambar seperti yang banyak dikeluhkan para guru dan orang tua hari ini; malas  belajar, apa-apa harus disuruh, kalau tidak disuruh tidak jalan dan ungkapan lainnya yang menunjukkan rendahnya cita cita  dan  motivasi  .

Memiliki  cita-cita/harapan yang tinggi (uluwwul himmah) adalah sifat yang  terpuji. Dari sini lahirlah keinginan yang kuat ( quwwatul irodah ) yang kemudian akan mengantarkan seseorang untuk mau bekerja keras, belajar sungguh-sungguh, pantang menyerah, tahan terhadap kesulitan dan tekanan, serta bersedia untuk  mengerahkan segala  usaha, fikiran, waktu dan tenaga untuk mencapai apa yang dicita-citakan.

Salafush shalih  telah memberi contoh kepada kita bagaimana mereka memiliki  himmah/cita-cita yang tinggi.  Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa  Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu saat mendengar  Rasulullah sedang  mengabarkan tentang pintu-pintu surga yang akan memanggil para penghuninya, sehinggga ada orang yang dipanggil oleh pintu shalat, pintu sedekah, pintu jihad dsb.  Maka Abu Bakar pun bertanya:  “Wahai Rasulullah,  adakah orang yang dipanggil dari semua pintu tersebut ? “

Nabi menjawab : “Ada. Dan semoga engkau termasuk dari mereka wahai Abu bakar.” ( HR. Bukhari, No 3666)

Begitu pula kita mendapati kisah Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, di saat rekan-rekannya yang lain mendapatkan pembagian kambing-kambing dari Rasulullah. Ia tidak menginginkan seperti yang didapatkan teman temannya, tapi beliau malah meminta  agar Rasulullah mengajarkan seluruh  ilmu  yang telah Allah ajarkan kepada Rasulullah, sehingga  menjelmalah Abu Hurairah menjadi sahabat yang sangat  menguasai  hadits Nabi.

Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata : “Janganlah kalian mengecilkan   himmah kalian, karena aku tidak melihat sesuatu yang menahan langkah seseorang (untuk beramal) daripada rendahnya himmah/ cita-cita”.

Dan inipun dibuktikan, ketika suatu saat Umar bersama para sahabatnya, tiba-tiba ia berkata,  “Berangan-anganlah kalian”.

Salah seorang sahabat lalu berkata, “Aku ingin memiliki uang dirham yang banyak, memenuhi rumah ini, lalu aku infakkan di jalan Allah.

Kemudian salah seorang sahabat berkata, “Aku ingin memiliki emas banyak, yang memenuhi rumah ini, lalu aku infak kan di jalan Allah.

Kemudian Umar berkata, “Namun aku ingin rumah ini dipenuhi sosok-sosok seperti Abu Ubaidah Al Jarrah.

Lalu para sahabatpun terdiam, tak bersuara,  mengingat keutamaan sahabat Abu Ubaidah Al jarrah.

Inilah yang kiranya mulai pudar dalam kehidupan kita dan anak anak kita hari ini, fenomena rendahnya cita-cita dan lemahnya keinginan dapat kita rasakan.  Akibatnya  sikap pasif, apatis, miskin amal, merasa tidak butuh terhadap ilmu dan keinginan untuk hidup santai, tanpa masalah dan enggan untuk susah menjadi  gaya hidup.

Seorang yang memiliki himmah/cita-cita yang tinggi, biasanya nampak dengan sifat mereka yang tidak merasa cukup dengan apa yang sudah diraihnya. Mereka selalu memiliki pandangan  kedepan, harapan/target yang tinggi serta motivasi untuk mencapai apa yang mereka  harapkan. Mereka juga memiliki tekad yang kuat, teguh pendirian, mau bersusah payah dan rela mengorbankan kesenangan sesaat untuk tujuan jangka panjang. Mereka tidak mudah terbawa arus bahkan bisa membawa  pengaruh bagi  orang lain. Terkadang mereka mengeluhkan sempitnya waktu,  tetapi di luar itu mereka orang yang mudah menerima nasehat  dan masukan yang bermanfaat.

Banyak upaya yang dapat ditempuh, jika kita menginginkan adanya himmah ’ aliyah ini ada pada diri kita, anak didik ataupun keluarga kita, antara lain ;

  1. Memohon kepada Allah ta’ala agar diberikan himmah ‘aliyah dan kekuatan untuk meraihnya. Sebagaimana Rasulullah mengajarkan doa kepada kita:

اللَّهُمّ لاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا

“Ya Allah janganlah engkau jadikan dunia menjadi cita-cita / harapan terbesar kami”

  1. Banyak mencari inspirasi dari kehidupan para salaf dan tokoh-tokoh besar bagaimana mereka memliki himmah ‘aliyah dan mewujudkannya dalam kehidupan mereka
  2. Mujahadah / bersungguh-sungguh dan rela berkorban
  3. Mengkaji ulang kegiatan rutin  harian untuk lebih memprioritaskan amal yang penting daripada yang tidak bermanfaat
  4. Bijak  dalam memilih teman,  lebih baik jika dapat berteman dengan orang yang yang memiliki himmah ‘aliyah sehingga bisa memotivasi saat lemah atau futur
  5. Tidak berlebihan dalam menikmati  hal yang mubah dan  menghindari pola hidup yang ingin serba  mudah  dan  instan
  6. Mengingatkan dan memotivasi diri sendiri dengan menuliskan keinginan dan harapan yang ingin dicapai dan melakukan muhasabah
  7. Menghindari hal-hal yang dapat melunturkan himmah

Semogaa Allah menjadikan kita menjadi hamba-hamba-Nya yang memiliki ketinggian cita-cita dan memudahkan kita untuk mencapainya. Aamiin.

 

Oleh : Ustadzah  Suryani Arfa

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
Stay Connected
16,985FansSuka
2,458PengikutMengikuti
61,453PelangganBerlangganan
Must Read
- Advertisement -spot_img
Related News
- Advertisement -spot_img

Silakan tulis komentar Anda demi perbaikan artikel-artikel kami