BerandaKajianRenunganNikmat yang Terabaikan Saat Ujian Menimpa

Nikmat yang Terabaikan Saat Ujian Menimpa

- Advertisement -spot_img

Bagi seorang muslim, nikmat hakiki hanya ada di akhirat saja. Maka apa pun yang ada di dunia ini hanya akan dianggap sebagai nikmat jika bisa mengantarkan pada kenikmatan akhirat.

Artinya jika kenikmatan hanya sebatas duniawi saja dan tidak menyebabkan kita semakin dekat kepada Allah maka itu adalah bala bencana dan bukan nikmat.

Sehingga terkadang, bala bencana di dunia ini bisa menjadi sebuah nikmat yang agung jika seseorang tahu hakikat kenikmatan sebenarnya.

Begitu juga sebaliknya, kenikmatan di dunia terkadang juga bisa berubah menjadi bala bencana yang besar jika seorang muslim tidak paham dengan hakikat nikmat sebenarnya.

Seorang mukmin melihat sebuah bala bencana dengan pandangan melihat sebuah kenikmatan. Kenikmatan yang hanya diberikan khusus bagi orang mukmin.

Bala bencana bagi seorang mukmin bisa berarti jalan pintas mendekatkan diri di sisi Allah. Sebab setiap bala bencana bisa menghapus dosa.

Bala bencana akan menaikkan derajat di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sesungguhnya bala bencana akan berubah menjadi kenikmatan bagi seorang mukmin jika dihadapi dengan sabar dan mengharap pahala dari sisi Allah swt.

Memandang bala bencana adalah bentuk cinta Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-Nya. Sehingga ketika Allah mencintai hambanya, maka Allah akan turunkan bala bencana untuk hamba.

Bala bencana memilik manfaat yang banyak bagi seorang hamba. Di antara manfaat bala’ yaitu akan meingkatkan keimanannya.

Keimanan hamba akan meningkat dengan adanya bala’ ketika dia menghadapinya dengan sabar. Semakin kuat sabarnya maka semakin kuat imannya.

Semakin kuat imannya, maka semakin kuat cinta Allah kepada dia.

Ridha dengan ketetapan Allah atas bala’ bisa menguatkan hubungan hamba dengan Allah. Sehingga kehidupannya hanya berisi dengan kebahagiaan.

Semua bala bencana baginya adalah wasilah meningkatkan iman. Hal ini sebagaimana Rasulullah bersabda

عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Kehidupan seorang mukmin sangat menakjubkan! Semua yang dia hadapi adalah kebaikan.

etika dia mendapat kesenangan dia bersyukur dan itu baik baginya. Ketika dia mendapat sial dia bersabar dan itu baik baginya.” (HR. Muslim 2999)

Hari ini banyak orang yang takut dengan sebuah penyakit. Padahal penyakit adalah ujian dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sehingga jika kita bersabar dan berharap pahala kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. maka akan berubah menjadi kenikmatan yang besar.

Karena penyakit akan menghapuskan dosa-dosa dia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

مَا يَزَال الْبَلاءُ بِالْمُؤْمِنِ وَالْمؤمِنَةِ في نَفْسِهِ وَولَدِهِ ومَالِهِ حَتَّى يَلْقَى اللَّه تَعَالَى وَمَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ

“Akan selalu ada bala bencana yang menimpa orang mukmin laki-laki dan perempuan pada dirinya, hartanya dan anaknya sampai ia bertemu menghadap Allah dalam keadaan tidak memiliki dosa.” (HR. Tirmidzi 2399)

Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

ما يُصِيبُ المُسْلِمَ، مِن نَصَبٍ ولَا وصَبٍ، ولَا هَمٍّ ولَا حُزْنٍ ولَا أذًى ولَا غَمٍّ، حتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بهَا مِن خَطَايَاهُ.

“Tidaklah seorang muslim tertimpa musibah, penyakit, kesedihan, kegundahan atau gangguan bahkan meski hanya berupa duri kecil yang menusuknya melainkan Allah akan mengampuni dosanya.” (HR. Bukhari 5641)

Hari ini banyak manusia yang ketakutan dengan ekonomi sulit. Ketakutan kehilangan mata pencaharian. Ketakutan kalau tidak memiliki banyak harta atau miskin.

Padahal tidak diragukan, kalau semua peristiwa itu adalah bala ujian dari Allah.

Orang yang miskin, ketika dia bisa bersabar dan mengharap pahala dari sisi Allah, maka sebenarnya dia sedang berada pada kondisi kenikmatan yang besar.

Sebenarnya miskin itu bukan aib, bahkan miskin memiliki keutamaan.

Di antara keutamaan orang miskin yang tidak dimiliki orang kaya adalah bahwa orang miskin pada hari kiamat kelak akan lebih cepat hisabnya dibanding dengan orang kaya.

Dengan begitu orang miskin akan masuk surga lebih awal dari orang kaya. Nabi saw. bersabda:

يدخُلُ الفقراءُ الجنَّةَ قبلَ الأغنياءِ بخمسِمائةِ سنةٍ

“Orang miskin akan masuk ke dalam surga lebih dahulu 500 tahun sebelum orang kaya” (HR. Tirmidzi 2353)

Dalam hadits yang lain Rasulullah juga bersabda

اطَّلَعْتُ في الجنَّةِ فرأَيْتُ أكثَرَ أهلِها الفُقراءَ

“Aku diperlihatkan surga, maka yang aku lihat kebanyakan penduduknya adalah orang miskin” (HR. Ibnu Hibban 7455)

Sehingga musibah dan bala bencana akan bernilai sebagai nikmat ketika kita menghadapi dengan sabar dan mengharap pahala dari Allah.

Maka selama musibah ini tidak menimpa agama kita, kita patut bersyukur dan memuji Allah.

Ada sebuah kisah, seseorang mengeluh kepada sahabat Sahl radhiyallahu ‘anhu dengan mengatakan, Ada pencuri masuk rumahku dan mengambil barang-barangku yang berharga.

Sahl radhiyallahu ‘anhu berkata, Bersyukurlah kepada Allah, kalau seandainya setan yang masuk ke dalam hatimu, kemudian dia merusak keyakinan tauhidmu, bisa apa kamu?

Selain itu seorang mukmin juga harus memuji Allah karena tidaklah bala dan bencana yang menimpa kita lebih berat dan lebih besar.

Hal ini sebagaimana perkataan Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu ia mengatakan

ما ابتليت ببلاء إلا كان الله تعالى علي فيه أربع نعم: إذ لم يكن في ديني، وإذ لم يكن أعظم منه، و إذ لم أحرم الرضا به و إذ أرجوا الثواب عليه

“Tidaklah akau mendapat sebuah bala kecuali Allah di balik bala memberi 4 kenikmatan. Kenikmatan bala yang tidak meimpa agamaku. Kenikmatan bala yang tidak menimpa lebih besa dari itu.

Kenikmatan bala yang tidak menharamkan ridha Allah untukku, dan kenikmatan pengharapan pahala kepada-Nya.” [Imam Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, 4/129]

Bukan berarti bala bencana lebih baik daripada keselamatan. Bahkan ketenangan dan keselamatan lebih utama dari bala bencana.

Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri selalu meminta ketenangan dan keselamatan hidup dalam do’anya.

Hal ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudhri yang berkata

لم يَكن رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ يدعُ هؤلاءِ الكلماتِ حينَ يمسي وحينَ يصبحُ اللَّهمَّ إنِّي أسألُكَ العافيةَ في الدُّنيا والآخرةِ اللَّهمَّ إنِّي أسألُكَ العفوَ والعافيةَ في ديني ودنيايَ وأَهلي ومالي

“Rasulullah tidak pernah meninggalkan doa-doa ini setiap pagi dan petang. Beliau selalu berdoa,  ‘Ya Allah Aku meminta ampunan dan keselamatan di dunia dan di akhirat. Ya Allah aku meminta kepadamu keselamatan pada agamaku, duniaku, keluarga dan hartaku.” (HR. Abu Dawud 5074)

Ibnu Abbas mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada pamannya Abbas, “Wahai pamanku, perbanyaklah berdoa dengan  doa keselamatan.”

Bala bencana itu pahalanya besar. Akan tetapi keselamatan lebih dicintai oleh orang mukmin dikarenakan mereka takut tidak bisa sabar dalam menghadapi bala bencana.

Sebagai seorang hamba yang beriman, sepantasnya kita selalu bersyukur kepada Allah atas semua nikmat yang telah diberikan kepada kita.

Selain itu mari kita jalankan ketaatan dengan menjauhi larangan dan menjalankan semua perintahnya. Sebagai bentuk kerelaan kita menjadikan Allah sebagai tuhan, Muhammad sebagai Rasul dan Syariat Islam sebagai Agama.

Semoga kita semua selalu menjadi hamba-hamba Allah yang sabar dalam ketaatan dan meninggal dalam keadaan dicatat di sisi Allah sebagai pelaku kebaikan.

 

Oleh Ustadz Amri Yasir Mustaqim, M.Ag. (Dosen Ma’had ‘Aly Darusy Syahadah)

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
Stay Connected
16,985FansSuka
2,458PengikutMengikuti
61,453PelangganBerlangganan
Must Read
- Advertisement -spot_img
Related News
- Advertisement -spot_img

Silakan tulis komentar Anda demi perbaikan artikel-artikel kami