BerandaRenunganTafakurTipuan yang Menimpa Ahli Ibadah

Tipuan yang Menimpa Ahli Ibadah

- Advertisement -spot_img

Ada di antara ahli ibadah yang mengabaikan ibadah-ibadah fardhu dan hanya menyibukkan diri dalam ibadah-ibadah nafilah-nafilah dan fadhilah amal saja. Gambarannya, mereka sangat berhati-hati dalam menggunakan air, agar mereka dapat keluar dari rasa was-was tatkala wudhu.

Bisa kita lihat salah seoarang di antara mereka tidak mau menerima air yang sebenarnya menurut syari’at sudah dihukumi suci. Tapi dia masih mempertinbangkan kemungkinan-kemungkinan yang menjauhkannya dari najis dan tidak mempertimmbangkan rasanya.

Andaikan kehati-hatian tentang air ini dialihkan ke rasa, tentu dia berbuat seperti yang diperbuat orang-orang salaf. Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu pernah berwudhu dari geriba milik wanita nasrani. Padahal tetap saja dia tinggalkan yang halal karena takut terseret kepada yang haram. Padahal telah disebutkan dalam sebuah hadits shahih, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah wudhu dari tempat bekal milik wanita musyrik.

Ada di antara mereka yang berlebih-lebih dalam penggunaan air wdhu dan wudhu hingga sedemikian lama. Akibatnya mereka kehilangan waktu shalat. Ada pula di antara mereka yang dirasuki rasa was-was tatkala melekukan takbiratul ihram dalam shalat, hingga terkadang mereka ketinggalan satu rakaat bersama imam.

Ada pula di antara mereka yang dirasuki rasa was-was tatkala mengucapkan huruf-huruf Al-Fatihah dan bacaan-bacaan shalat. Karena itu mereka terlalu berhati-hati. Perbedaan antara pengucapan huruf dhad dan zha’ terlalu dilebih-lebihkan hingga keluar dari porsi yang diperlukan, hingga mereka tidak sempat memikirkan selain itu, mengabaikan makna Al-Qur’an yang dibaca dan kandungannya. Ini termasuk tipuan yang terburuk.

Sebab mereka tidak dibebani  dengan pengucapan huruf secara mendetil ketika membaca Al-Qur’an, kecuali jika pengucapan huruf sesuai dangan makhraj-nya itu sudah menjadi kebiasaannya. Perumpamaan mereka seperti orang yang hendak menulis sepucuk surat pemimpin Negara. Lalu dai mencari-cari kata-kata yang indah, sehingga dia lupa tujuan dari surat itu. Tentu saja suratnya layak untuk diabaikan.

Ada pula di antara mereka yang tertipu oleh bacaan Al-Qur’an. Mereka membacanya secara serampangan, cepata dan sekenanya saja, sehingga mereka bisa khatam dua kali sehari. Lidah mereka meluncur deras sementara hati hanya bolak-balik dalam hayalan, tidak memikirkan makna bacaan Al-Qur’an, tidak mengambil pelajaran darinya, tidak memperhatikan perintah dan larangannya.

Tentu saja mereka tertipu, karena mereka bahwa maksud dari Al-Qur’an adalah sekedar membacanya semata. Perumpamaan mereka seperti seorang budak yang menerima surat dari tuannya, berisi beberapa perintah dan larangan.

Dia terus-menerus menghapalkan isi surat itu, tidak mau memahaminya dan melaksanakan isinya. Dia mengira bahwa yang di maksud adalah menghapalkan isi surat itu, sekalipun dia menentang perintah dan larangan tuannya.

Ada pula di antara mereka yang menikmati suara saat membaca Al-Qur’an tanpa memperhatikan makna-maknanya. Dalam keadaan seperti ini mereka harus memeriksa isi hatinya untuk mengetahui, apakah kenikmatannya itu tertuju kepada susunan bahasa, ataukah suara ataukah makananya.

Ada pula di antara mereka yang tertipu oleh puasa dan banyak puasa, sementara mereka tidak menjaga lidahnya dari ghibah dan mengobrol yang tidak perlu, tidak menjaga perut dari makanan yang haram tatkala berbuka dan tidak menjaga hati dari riya’.

Ada pula di anatar mereka yang tertipu oleh haji. Mereka berangkat haji tanpa membebaskan dirinya dari berbagai macam kezhalimannya, belum melunasi hutangnya, belum mencari keridhaan kedua orang tuanya, tidak mencari bekal yang halal, menyia-nyiakan pelaksanaan ibadah dan fardhu saat di perjalanan, tidak bisa menjaga kesucian pakaian dan badan, tidak berhati-hati terhadap kotoran. Sekalipun begitu mereka menganggap berada pada kebaikan, karena itu mereka pun tertipu.

Ada pula di antara mereka yang menyampaikan amar ma’ruf nahi mungkar kepada orang-orang, tapi justru mereka melupakan diri sendiri.

Ada pula di antara mereka biasa menjadi imam di sebuah masjid. Kemudian jika datang orang lain yang lebih wara’ darinya, lalu menjadi imam, maka ia merasa keberatan.

Ada pula di antara mereka yang biasa adzan dan mengira bahwa amalnya itu karena Allah. Tapi ketika dia sedang hadir lalu ada orang lain yang adzan, maka dia pun marah-marah sambil berkata, “Dia telah mengambil alih tugasku.”

Ada pula di antara mereka yang zuhud dalam masalah harta, puas dengan pakaian dan  makaanan ala kadarnya, puas menjadi orang miskin di masjid, lalu mengira bahwa mereka termasuk orang-orang yang zuhud. Padahal sebenarnya dia sangat ingin mendapatkan kedudukan tertentu. Mereka meninggalkan dua keadaan yang paling mudah, dan berada di tempat yang paling merusak.

Ada pula di antara mereka yang rajin mengerjakan nafilah dan tidak peduli terhadap yang fardhu. Mereka senang mengerjakan shalat dhuha dan shalat malam, tapi tidak suka mengerjakan yang fardhu dan tidak segera mengerjakan shalat fardhu di awal waktu. Mereka luap sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana yang beliau riwayatkan dari Allah dalam sebuah hadits qudsi,

مَا تَقَرَّبَ الْمُتَقَرِّبُوْنَ إِلَيَّ بِمِثْلِ أَدَاءِ مَاافْتَرَضْتُ عَلَيْهِمْ (رواه البخاري و البغوي)

“Tidaklah orang-orang yang taqarrub melakukan taqarrub kepada-Ku seperti saat melaksanakan apa yang kufardhukan kepada mereka.” (HR. Bukhari dan Al-Baghawi).

Semoga kita senantiasa diberi keistiqomahan untuk selalu mengingat dan mewaspadai hal-hal yang bisa mengurangi kualitas ibadah kita kepada Allah dan kita memohon agar dijauhkan dari hal-hal tersebut. Aamiiin, Wallahu A’lam bish Showab

Artikel ini diintisarikan dari kitab Mukhtashar Minhajul Qashidin karya Ibnu Qudamah Al-Maqdisi

 

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
Stay Connected
16,985FansSuka
2,458PengikutMengikuti
61,453PelangganBerlangganan
Must Read
- Advertisement -spot_img
Related News
- Advertisement -spot_img

Silakan tulis komentar Anda demi perbaikan artikel-artikel kami