Daftar Isi
Oleh: Ustadz Muhiburrahman Abu Zaafirah
(Staf Pengajar dan Pengurus Ponpes Darusy Syahadah)
Pendahuluan
Malam Lailatul Qadar adalah anugrah terindah yang khusus hanya diberikan oleh Allah SWT kepada Umat Muhammad SAW saja. Malam menjadi malam yang sangat agung bagi kaum muslimin karena banyak sekali keistimewaan di dalamnya. Rasulullah SAW sebagai sosok seorang utusan yang paling mulia, tidak henti-hentinya menunggu kedatangan malam mulia tersebut. Tentu kita sebagai umatnya juga mengikuti teladan yang telah dicontohkan oleh Nabi SAW. Sebab, sangat beruntung orang yang bisa mendapatkan kemuliaan dan keagungan pada malam lailatul qadar.
Sejarah Lailatul Qadr
Malam Lailatul Qadar berawal dari sebuah perjalanan spiritual Rasulullah SAW di Gua Hira Jabal Nur Makkah.
Disebutkan dalam salah satu riwayat, suatu saat Rasulullah SAW diberikan kesempatan oleh Allah untuk melihat umur para Nabi dan umat terdahulu. Hal tersebut menjadikan Rasulullah SAW merasa risau dan iri, karena dengan umur panjang menjadikan mereka mendapatkan kesempatan untuk beramal dan mendapatkan pahala yang lebih banyak dari pada umat yang hanya memiliki umur kisaran 60 hingga 70.
Umur umat terdahulu mencapai ratusan tahun, misalnya Nabi Nuh AS menjadi Nabi dan Rasul saja selama 950 tahun disebutkan umurnya mencapai 1.700 tahun, Nabi Ibrahim AS 300 tahun dan umat-umat yang lainya
Kemudian Rasulullah SAW memohon kepada Allah untuk menganugerahinya suatu waktu, yang mana pada waktu tersebut ibadah dan kebajikan yang dilakukan oleh umat Muhammad sebanding dengan umur panjang yang dimiliki oleh umat-umat sebelumnya. Akhirnya Allah memberikan malam lailatul qadar, yang mana amal ibadah dan kebajikan yang dilakukan pada malam tersebut senilai dengan ibadah yang dilakukan selama 1000 bulan, bahkan lebih. Riwayat ini sebagaimana disebutkan oleh Imam Malik dalam kitab Al-Muwattha’:
عَنْ مَالِك أَنَّهُ سَمِعَ مَنْ يَثِقُ بِهِ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ يَقُولُ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ أُرِيَ أَعْمَارَ النَّاسِ قَبْلَهُ أَوْ مَا شَاءَ اللَّهُ مِنْ ذَلِكَ فَكَأَنَّهُ تَقَاصَرَ أَعْمَارَ أُمَّتِهِ أَنْ لَا يَبْلُغُوا مِنْ الْعَمَلِ مِثْلَ الَّذِي بَلَغَ غَيْرُهُمْ فِي طُولِ الْعُمْرِ فَأَعْطَاهُ اللَّهُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
“Dari Malik, bahwa sesungguhnya ia mendengar dari ulama yang dapat dipercaya dari ahli ilmu yang berkata, bahwa telah diperlihatkan kepada Rasulullah umur-umur manusia sebelumnya (yang sangat panjang) sesuai dengan kehendak Allah dari semua itu, sampai (akhirnya) usia umatnya semakin pendek (sehingga) mereka tidak bisa beramal lebih lama sebagaimana umat-umat yang lainnya karena panjangnya usia mereka. Maka Allah memberikan Rasulullah lailatul qadar yang lebih baik dari seribu bulan.” (HR Malik bin Anas).
Lebih lanjut, Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam karyanya, Tafsir Ibnu Katsir pada juz 8 halaman 443 menyebutkan sebuah hadits tentang turunnya ayat Al-Qadar 1-3, yang kemudian ayat ini menjadi sinyalemen adanya Lailatul Qadar di bulan Ramadhan sebagai berikut:
عَنْ عَلِي بْنِ عُرْوَةَ قَالَ: ذكَرَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وس يَوْمًا أَرْبَعَةً مِنْ بَنِي إِسْرَائِيْلَ، عَبَدُوْا اللهَ ثَمانِيْنَ عَامًا، لَمْ يَعْصُوْهُ طَرْفَةَ عَيْنٍ: فَذَكَرَ أَيُّوْبَ، وَزَكَرِيَّا، وَحِزْقِيْلَ بْنَ الْعَجُوْزِ، وَيُوْشَعَ بْنَ نُونٍ، قَالَ: فَعَجَبَ أَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم مِنْ ذٰلِكَ، فَأَتَاهُ جِبْرِيْلُ فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، عَجِبَتْ أُمَّتُكَ مِنْ عِبَادَةِ هَؤُلاَءِ النَّفَرِ ثَمَانِيْنَ سَنَةً، لَمْ يعْصُوْهُ طَرْفَةَ عَيْنٍ؛ فَقَدْ أَنْزَلَ اللهُ خَيْرًا مِنْ ذٰلِكَ. فَقَرَأَ عَلَيْهِ: إِنَّا أَنزلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، هَذَا أَفْضَلُ مِمَّا عَجِبْتَ أَنْتَ وَأُمَّتُكَ. قَالَ: فَسُرَّ بِذٰلِكَ رَسُوْلُ اللهِ صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمَ وَالنَّاسُ مَعَهُ
Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW suatu hari menceritakan empat orang dari Bani Israil yang menyembah Allah selama 80 tahun, yang tidak pernah berbuat maksiat sekejap mata pun, yaitu Ayub, Zakariya, Hizqil bin ‘Ajuz dan Yusya’ bin Nun. Maka para sahabat mengagumi hal itu. Kemudian datanglah Jibril kepada Nabi SAW dan berkata: “Wahai Muhammad, umatmu kagum dengan ibadah selama 80 tahun, yang tidak pernah berbuat maksiat sekejap mata pun. Kemudian Allah menurunkan yang lebih baik dari ibadahnya orang Israil tersebut. Kemudian Jibril membacakan kepada Nabi: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan” (al-Qadr: 1-3) Ini lebih utama dari pada yang dikagumimu dan umatmu”. Kemudian Rasulullah dan sahabat merasa senang dengan hal itu.”
Bila umat Nabi Muhammad rata-rata berusia 60-an tahun, berarti memiliki kesempatan berpuasa Ramadhan sekaligus mendapati Lailatul Qadar sebanyak 52 kali. Karena biasanya kebanyakan orang mengawali berpuasa di usia 8 tahun. Jika Lailatul Qadar itu setara dengan 1000 bulan maka itu sama dengan 83 tahun, 83 tahun dikali 52 sama dengan 4.316 tahun. Dengan demikian sudah melampaui umat-umat terdahulu. Karena itu, umat Nabi Muhammad sangat istimewa dan kelak di akhirat akan ditempatkan di surga yang paling tinggi.
Sebab Menjadi Malam Yang Sangat Mulia
Malam itu menjadi malam yang begitu sangat mulia karena pada malam itu adalah malam turunya Al-Qur’an. Sebagaimana firman Allah SWT;
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang bathil)…” [QS. Al-Baqarah/2: 185]
Allah swt memuji bulan Ramadan di antara bulan-bulan lainnya dengan memilihnya sebagai bulan yang padanya diturunkan Al-Qur’an yang agung. Demikian pula kitab-kitab lain yang telah di turunkan oleh Allah swt kepada para nabi sebelum Nabi Muhammad Saw.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, “Sesungguhnya Al-Qur’an diturunkan dalam bulan Ramadan, yaitu dalam malam yang penuh dengan kemuliaan (Lailatul Qadar), dan dalam malam yang penuh dengan keberkahan secara sekaligus, kemudian diturunkan lagi sesuai dengan kejadian-kejadiannya secara berangsur-angsur dalam bulan dan hari yang berbeda-beda.”
Sungguh apapun yang berkaitan dengan Al-Qur’an pastilah mulia karena Al-Qur’an datangnya dari Dzat Yang Maha Mulia. Al-Qur’an dibawa oleh malaikat Jibril AS maka ia menjadi malaikat paling mulia diantara semua malaikat. Al-Qur’an diturunkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, maka baginda Nabi Muhammad dipilih oleh Allah menjadi Nabi yang paling mulia di antara semua Nabi. Al-qur’an diberikan kepada ummat Nabi Muhammad, maka ummat Nabi Muhammad menjadi sebaik-baik ummat di antara semua ummat. Al-Qur’an diturunkan di bulan Ramadhan, maka Allah jadikan bulan Ramadhan menjadi bulan paling mulia diantara semua bulan. Demikian pula ketika Al-Qur’an diturunkan pada satu malam, maka Allah jadikan malam tersebut sebagai malam paling mulia yang lebih baik dari seribu bulan.
Keistimewaan Malam Lailatul Qadar
Malam lailatul Qadr memiliki beberapa keistimewaan, di antaranya adalah;
- Lailatul Qadar Lebih Utama dari 1000 Bulan
Keutamaan pertama yang bisa kita dapatkan jika menjumpai Lailatul Qadar adalah malam harinya lebih baik dan lebih utama daripada 1000 bulan. Sebagaimana firman Allah SWT;
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
“Malam kemuliaan itu (lailatul qadar) lebih baik daripada seribu bulan.” (QS Al-Qadr: 3).
Para mufassir (ahli Tafsir) menyatakan, “Maknanya adalah amal shalih (yang dilakukan pada) lailatul Qadr lebih baik dari amal shalih selama seribu bulan (yang dilakukan) di luar lailatul qadr. Dan ini merupakan karunia yang agung, rahmat dari Allah pada hamba-hamba-Nya, serta keberkahan yang besar lagi nyata yang dimiliki oleh malam yang mulia ini.”
Syekh Syihabuddin Al-Husaini Al-Alusi dalam salah satu karya tafsirnya menjelaskan bahwa semua itu untuk menunjukkan kemuliaan dan keagungan Al-Qur’an. Sebab, pada malam tersebut bertepatan dengan diturunkannya Al-Qur’an yang mulia, melalui malaikat Jibril yang mulia, diberikan kepada Nabi SAW yang mulia, serta untuk menghormati umat yang mulia.
Dalam kitabnya disebutkan:
نُزِلَ فِيْهَا كِتَابٌ ذُوْ قَدْرٍ بِوَاسِطَةِ مَلَكِ ذِيْ قَدْرٍ عَلَى رَسُوْلِ ذِيْ قَدْرٍ لِأُمَّةِ ذَاتِ قَدْرٍ
“(Al-Qur’an) yang memiliki kemuliaan diturunkan pada malam tersebut, melalui malaikat yang memiliki kemuliaan, untuk diberikan kepada rasul yang memiliki kemuliaan, karena umat yang memiliki kemuliaan.” (Al-Alusi, Ruhul Ma’ani fi Tafsiril Qur’anil Azhim was Sab’il Matsani, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah: 1415 H], juz XVI, halaman 60).
- Diampuni Dosa-dosa yang telah Berlalu
Pada malam Lailatul Qadar Allah akan mengampuni semua dosa-dosa kecil yang pernah kita lakukan. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah SAW dalam salah satu haditsnya, yaitu:
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa beribadah pada lailatul qadar, karena iman dan mengharapkan pahala, maka dosanya yang telah berlalu akan diampuni.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
- Malam yang Tenang dan Tidak Ada Setan Berkeliaran
Malam hari itu adalah malam yang tenang, sejuk tidak terlalu dingin dan tidak pula terlalu panas. Sementara itu setan-setan tidak ada yang berkeliaran. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam salah satu hadits riwayat Imam Al-Bukhari, Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ أَمَارَةَ لَيْلَةِ الْقَدْرِ أَنَّهَا صَافِيَةٌ بَلْجَةٌ، كَأَنَّ فِيهَا قَمَرًا سَاطِعًا سَاكِنَةٌ سَاجِيَةٌ، لاَ بَرْدَ فِيهَا وَلاَ حَرَّ، وَلاَ يَحِلُّ لِكَوْكَبٍ أَنْ يُرْمَى بِهِ فِيهَا حَتَّى تُصْبِحَ، وَإِنَّ أَمَارَتَهَا أَنَّ الشَّمْسَ صَبِيحَتَهَا تَخْرُجُ مُسْتَوِيَةً لَيْسَ لَهَا شُعَاعٌ مِثْلَ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ، وَلاَ يَحِلُّ لِلشَّيْطَانِ أَنْ يَخْرُجَ مَعَهَا يَوْمَئِذٍ
“Sungguh tanda Lailatul Qadar adalah jernih lagi terang, seakan-akan ada rembulan yang terang-benderang, tenang lagi sejuk, tidak ada dingin padanya dan tidak pula panas, tidak ada pelemparan bintang (meteor) pada malam itu hingga pagi, dan sesungguhnya tandanya adalah bahwa pada pagi hari, matahari keluar dengan sempurna tanpa ada kesilauan padanya, seperti bulan pada malam lailatul qadar, setan tidak diperbolehkan keluar bersamanya (lailatul qadar) pada malam tersebut.” (HR Ahmad). (Abul Fadhl Al-Ghummari, Ghayatul Ihsan fi Fadli Syahri Ramadhan, [Kairo, Maktabah Al-Qahirah: tt], halaman 40).
- Mendapatkan Salam Langsung dari Malaikat
Pada malam hari itu para malaikat dari setiap langit turun memenuhi lapisan bumi untuk mendoakan dan memberikan salam secara langsung dari malaikat kepada setiap orang yang menghidupkan malam itu dengan berbagai ibadah. Hal ini sebagaimana telah ditegaskan dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ, سَلامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
“Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadr: 4-5).
Rasulullah SAW bersabda:
إذا كانتْ لَيْلَةُ القدْرِ نَزَلَ جِبريلُ فى كَبْكَبَةٍ من الملائكةِ يُصَلُّون وَيُسَلِّمُوْنَ على كلِّ عبدٍ قائمٍ أو قاعدٍ يَذْكُرُ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ فَيَنْزِلُونَ مِن لَدُنْ غُروبِ الشمسِ إلى طلوعِ الفَجْرِ (رواه البيهقى فى شعب الإيمان والسيوطىّ فى الجامع الكبير)
“Jika tiba Lailatul Qadar, malaikat Jibril turun dengan serombongan malaikat lalu mendoakan dan mengucapkan salam kepada setiap hamba yang berdiri atau duduk berdzikir mengingat Allah. Mereka turun dari terbenamnya matahari hingga terbit fajar” (HR al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman dan as Suyuthi dalam al-Jami’ al-Kabir).
Merujuk penjelasan Syekh Abdullah Sirajuddin, maksud dari ayat di atas adalah bahwa pada malam lailatul qadar para malaikat akan menyampaikan salam kepada semua umat Islam. Mulai dari yang sedang duduk, beribadah, berjalan, dan lainnya, kecuali orang yang sedang mabuk dan orang-orang yang terus-menerus dalam kemaksiatan. Maka orang terakhir ini tidak akan mendapatkan salam dari para malaikat. (Sirajuddin, As-Shiyam; Adabuhu Mathalibuhu Fawaiduhu Fadhailuhu, [Maktabah Darul Falah: 2004], halaman 49).
Adapun tanda-tanda orang yang mendapatkan salam dari Malaikat sebagaimana di jelaskan oleh Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya, Tafsirul Qur’anil Azhim. Ibnu Katsir mengatakan:
فَلاَ يَزَالُوْنَ لَيْلَتَهُمْ تِلْكَ يَدْعُوْنَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَجِبْرِيْلُ لَا يَدعُ أَحَدًا مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ إِلاَّ صَافَحَهُ وَعَلاَمَةُ ذَلِكَ مَنْ اِقْشَعَرَّ جِلْدُهُ وَرَقَّ قَلْبُهُ ودَمَعَتْ عَيْنَاهُ، فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ مُصَافَحَةِ جِبْرِيْلَ
“Maka tak henti-hentinya para malaikat mendoakan orang mukmin laki-laki dan perempuan pada malam tersebut. Malaikat Jibril tidak meninggalkan salah satu orang mukmin kecuali menyalaminya. Sedangkan tanda-tandanya yaitu: bulu (badan) merinding, lunak hatinya, dan menangis kedua matanya, semua itu karena disalami oleh malaikat Jibril.” (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, [Daru Thaybah: 1999], juz 8, halaman 452).
Kesimpulan
Malam Lailatul Qadar adalah anugerah luar biasa yang diberikan Allah SWT kepada umat Nabi Muhammad SAW, menjadikannya sebagai malam yang penuh kemuliaan dan keistimewaan. Dalam malam yang agung ini, setiap amal ibadah yang dilakukan akan mendapatkan pahala yang setara dengan seribu bulan, memberikan kesempatan bagi umat untuk meraih keberkahan yang melimpah. Sejarah malam ini yang berawal dari perjalanan spiritual Rasulullah di Gua Hira menunjukkan betapa pentingnya malam ini dalam konteks ibadah dan pengharapan akan ampunan Allah.
Dengan berbagai keutamaan yang dimiliki Lailatul Qadar, seperti pengampunan dosa, kedamaian, dan salam dari para malaikat, kita diingatkan untuk mempersiapkan diri dan berusaha semaksimal mungkin untuk menghidupkan malam ini dengan ibadah. Semoga kita semua dapat meraih keberkahan dan kemuliaan dari Lailatul Qadar, serta menjadikannya sebagai momentum untuk memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Aamiin.
Demikianlah beberapa hal yang berkaitan dengan sejarah Lailatul Qadar dan keutamaannya. Semoga menjadikan kita benar-benar berusaha meraih malam yang mulia tersebut dan menjumpainya. Aamiin ya Rabbal ‘Alamiin