BerandaKajianIbrohJa’far bin Durustuwaih

Ja’far bin Durustuwaih

- Advertisement -spot_img

 

sekolah melayu

 

Ilustrasi

Terdepan dalam Menghadiri Majlis Ilmu

Sudah menjadi kewajiban bagi seorang muslim dan juga muslimah untuk mempelajari dan menambah pemahaman ilmu agamanya, supaya dia bisa mengerti bagaimana tata-cara beribadah kepada Rabbnya.

Dalam sebagian kesempatan, Syaikh Abdul Aziz bin Baz ra menjelaskan: “Salah satu perkara yang telah diketahui secara luas oleh segenap kaum muslimin dan juga oleh para ulama secara khusus ialah menambah pemahaman dalam ilmu agama serta menimba ilmu syar’i merupakan salah satu kewajiban yang paling penting. Bahkan ia termasuk kewajiban yang paling utama untuk bisa beribadah kepada Allah swt, di mana Allah telah ciptakan makhluk untuk beribadah kepada-Nya serta mengutus segenap rasul dengan misi ini, dan Allah perintahkan semua hamba untuk merealisasikannya”.

Memang menuntut ilmu itu sulit disebabkan besarnya pengorbanan baik harta, tenaga dan pikiran kita. Bahkan ilmu tidak akan mungkin diraih tanpa didiringi kesabaran terhadap segala rintangannya, selain seseorang harus mencurahkan jiwa dan raga untuk mendapatkannya. Oleh karenanya Yahya bin Katsir mengingatkan kepada kita dalam perkataannya yang monumental;

لاَيُسْتَطَعُ اْلعِلْمُ بِرَاحَةِ اْلجَسْمِ

“Ilmu tidak akan bisa diraih dengan banyak mengistirahatkan badan”

Maksud beliau ra dengan ungkapan ini ialah sebagai catatan yang harus di ingat bahwa untuk menggali ilmu dan mendalami agama itu sangat diperlukan kesabaran dan keteguhan.

Oleh karena itu barangsiapa yang menafkahkan masa mudanya untuk mencari ilmu, maka ketika tua ia akan kagum dengan hasil panennya dan merasa nikmat ketika menuliskan apa yang dilkumpulkannya selama ini; seakan-akan ia tidak merasakan hilangnya kenyamanan sedikitpun bagi tubuhnya tatkala melihat kenikmatan dari ilmu yang diraihnya. Ada seseorang yang bertanya kepada Imam Ahmad, “Kapan saatnya untuk bersantai?” Maka jawab beliau, “Ketika sebelah kaki kita berhasil menginjak jannah!”

Para ulama salaf kita adalah orang-orang yang sangat bersemangat dalam mendatangi pengajian. Mereka berlomba-lomba menjadi orang yang pertama kali mendatangi majelis ilmu dan tidak ingin terlambat sedetik pun. Di antara mereka bahkan rela menunggu sehari sebelumnya agar tidak terlambat dalam menuntut ilmu.

Ja’far bin Durustuwaih ra bercerita: “Kami mengambil tempat duduk karena terlalu padat disebuah majelis kajian Ali bin Al-Madini ra pada waktu Ashar untuk kajian esoknya. Kami menempatinya sepanjang malam, karena khawatir esoknya tidak mendapatkan tempat untuk mendengarkan kajian nya, karena penuh sesaknya manusia. Bahkan pada saat itu saya melihat seorang yang sudah tua di majelis tersebut, kencing di jubahnya, karena khawatir tempat duduknya diambil apabila ia berdiri untuk kencing.”

Yang perlu menjadi catatan adalah bahwa tempat belajar pada waktu itu bukanlah di masjid karena tidak akan cukup. Akan tetapi, di sebuah lapangan luas yang dapat menampung banyak orang. Oleh karena itu, mereka berlomba-lomba untuk menjadi yang terdepan supaya dapat mendengarkan pengajian dengan jelas.

Lihatlah, bagaimanakah semangat para salaf untuk menjadi yang paling awal mendatangi tempat pengajian. Namun sayangnya, pada masa sekarang ini, semangat seperti ini mulai memudar. Terkadang sering kita jumpai, di antara kita ada yang sengaja untuk tidak segera mendatangi kajian dan lebih memilih untuk agak terlambat meskipun tidak mendapatkan tempat di depan. Bahkan dia merasa lebih berbahagia ketika mendapatkan tempat di belakang dan agak jauh dari ustadz yang mengisi pengajian. Sebagian lagi sengaja menunda kedatangan supaya tidak terlalu lama menunggu ustadz. Dia berharap ketika dia datang pengajian langsung dimulai tanpa harus menunggu terlalu lama.

Ironisnya, terkadang justru ustadz yang menunggu santrinya. Ketika ustadz sudah datang tepat waktu, baru satu atau dua peserta pengajian yang kelihatan, sehingga ustadz harus bertanya, “Mana yang lain?” Sungguh pertanyaan yang membuat kita mengelus dada. Padahal banyak hal yang bisa kita lakukan sambil menunggu kedatangan ustadz. Kita bisa mengulang pelajaran pada pertemuan yang telah lewat. Kita bisa mempersiapkan diri membaca pelajaran terlebih dahulu, sehingga ketika ustadz menerangkan kita bisa lebih mudah untuk memahami materi atau pelajaran yang disampaikan. Kita pun bisa berdiskusi dengan teman-teman kita tentang masalah-masalah ilmiyyah yang muncul dalam benak kita sehingga kita pun bisa mendapatkan banyak faidah darinya. Semoga kita bisa mengambil teladan dari kisah- kisah para ulama di atas

Sumber bacaan: Al- Jami’ li Akhlaqir Rawi wa Adabis Sami’ karangan Khatib Al-Baghdadi

Penulis: Ust. Ahsanul Huda

Editor: Yazid Abu Fida’

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
Stay Connected
16,985FansSuka
2,458PengikutMengikuti
61,453PelangganBerlangganan
Must Read
- Advertisement -spot_img
Related News
- Advertisement -spot_img

Silakan tulis komentar Anda demi perbaikan artikel-artikel kami