Daftar Isi
Klik Santri Darsya untuk download artikel berikut
Khutbah Pertama
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْعَمَ عَلَيْنَا بِنِعْمَةِ الْإِيمَانِ وَالْإِسْلَامِ، وَهَدَانَا لِطَاعَتِهِ وَذِكْرِهِ وَشُكْرِهِ، وَوَفَّقَنَا لِاِتِّبَاعِ سُنَّةِ نَبِيِّهِ الْمُصْطَفَى ﷺ.
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، أَمَّا بَعْدُ:
فَإِنِّيْ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيَ الْمُقَصِّرَةَ أَوَّلًا بِتَقْوَى اللَّهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ:
﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ ﴾
وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ »
Ma‘āsyiral Muslimīn rahimakumullāh,
Marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah ﷻ dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Takwa adalah bekal terbaik yang menyelamatkan kita di dunia dan akhirat.
Pada kesempatan kali ini, khatib mengajak diri pribadi dan jamaah sekalian untuk merenungi sebuah fenomena yang kian hari kian nyata di hadapan kita: fenomena kesepian di tengah keramaian.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an:
﴿ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ ﴾
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” ( QS. ar-Ra‘d: 28)
Ayat yang mulia ini menjadi pengingat bagi kita bahwa ketenteraman jiwa bukanlah hasil dari banyaknya hiburan, ramainya pergaulan, atau tingginya interaksi digital, melainkan lahir dari hati yang senantiasa mengingat Allah ﷻ.
Fenomena Modern: Ramai Tapi Sepi
Jamaah Jum‘at yang dimuliakan Allah,
Kita hidup di zaman yang penuh dengan suara dan keramaian. Notifikasi media sosial berdenting setiap menit, percakapan daring tidak pernah berhenti, dunia seakan semakin kecil dan terkoneksi. Namun, realitanya banyak di antara manusia justru merasa kesepian, hampa, dan gelisah.
Kesepian ini bukan sekadar duduk sendiri di kamar, tetapi perasaan kosong di hati walau dikelilingi banyak orang. Para psikolog menyebutnya sebagai “epidemi sunyi” – sebuah krisis mental yang melanda jutaan orang. Bahkan negara-negara maju telah menjadikan kesepian sebagai masalah kesehatan publik.
Bayangkan, di zaman ketika komunikasi begitu mudah, justru banyak orang merasa tidak punya teman untuk berbagi cerita. Ada yang tersenyum di layar, namun menangis di balik layar. Ada yang menampilkan kebahagiaan semu di media sosial, tetapi hatinya gundah gulana.
Rasūlullāh ﷺ telah mengingatkan dalam sebuah hadis:
إِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً، إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
“Ketahuilah, di dalam tubuh terdapat segumpal daging; jika ia baik, baiklah seluruh tubuh; dan jika ia rusak, rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, ia adalah hati.” (HR. Bukhārī, no. 52; Muslim, no. 1599)
Kesepian yang kita rasakan sejatinya adalah tanda hati yang sedang haus akan ketenangan. Ia butuh nutrisi iman dan dzikrullāh agar kembali hidup dan kuat.
Fenomena Kesepian di Tengah Keramaian
Ma‘āsyiral Muslimīn rahimakumullāh,
Jika kita merenung sejenak, kesepian yang melanda manusia hari ini bukan sekadar karena tidak ada teman bicara, melainkan perasaan kosong yang mencekam hati, walaupun dikelilingi banyak orang. Ini adalah problem ruhani, bukan hanya problem sosial.
Kesepian adalah rasa kehilangan makna, kehilangan arah, dan kehilangan koneksi sejati. Syaikh al-Islām Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
“Di dalam hati ada kegersangan yang tidak bisa disembuhkan kecuali dengan menghadapkan diri sepenuhnya kepada Allah.” (Ibnul Qayyim, al-Fawā’id, hlm. 33)
Ini menunjukkan bahwa rasa hampa yang kita rasakan sesungguhnya adalah jeritan jiwa yang haus akan kedekatan dengan Allah ﷻ.
Realita Sosial yang Mengkhawatirkan
Fenomena ini semakin nyata di era digital. Media sosial yang diciptakan untuk mendekatkan, ternyata sering kali menciptakan ilusi kedekatan. Kita melihat senyum, tawa, dan cerita bahagia di layar gawai kita, namun banyak yang sebenarnya sedang menjerit di dalam batinnya.
Sebuah survei global menunjukkan angka depresi meningkat tajam dalam dua dekade terakhir. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa depresi kini menjadi salah satu penyebab utama disabilitas dan bahkan bunuh diri di seluruh dunia. Ini bukan hanya masalah medis, tetapi krisis spiritual dan sosial.
Rasūlullāh ﷺ telah mengingatkan akan datangnya masa di mana umat manusia ramai secara jumlah, namun rapuh secara kualitas. Beliau bersabda:
يُوشِكُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمُ الْأُمَمُ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا
فَقَالَ قَائِلٌ: وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ؟ قَالَ: بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ، وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ
“Hampir tiba suatu masa ketika umat-umat lain akan beramai-ramai memperebutkan kalian, sebagaimana orang-orang lapar berebut makanan di nampan.” Seseorang bertanya, “Apakah karena jumlah kami sedikit saat itu?” Beliau menjawab, “Bahkan kalian banyak, tetapi seperti buih di atas air.” (HR. Abū Dāwud, no. 4297)
Hadis ini bukan hanya berbicara tentang lemahnya kekuatan umat Islam di hadapan musuh, tetapi juga rapuhnya kualitas ruhani. Banyak, tapi hampa. Ramai, tapi sepi.
Analogi yang Menyentuh Hati
Fenomena ini dapat kita ibaratkan seperti seseorang yang berada di pasar yang ramai. Ribuan suara terdengar, hiruk pikuk tak pernah berhenti. Namun, ia seperti orang yang menutup telinganya: ia mendengar suara, tetapi tidak merasa terhubung dengan siapapun.
Begitulah hati yang lalai dari Allah ﷻ. Walaupun dunia ramai dengan hiburan, pertemanan, dan interaksi, hatinya tetap merasa sunyi.
Allah ﷻ menggambarkan keadaan orang-orang yang jauh dari-Nya:
﴿ وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا ﴾
(“Barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit.” – QS. Ṭāhā: 124)
Al-‘Allāmah as-Sa‘dī rahimahullah menafsirkan ayat ini dengan berkata:
“Yakni hatinya menjadi sempit, resah, dan gelisah. Ia tidak merasakan ketenteraman dalam hidupnya.” (Tafsīr as-Sa‘dī, hlm. 516)
Inilah yang kita saksikan hari ini: orang-orang tampak bahagia dari luar, tetapi hatinya gundah. Mereka terus mencari ketenangan dengan berbagai cara: hiburan, belanja, pelesiran, bahkan narkoba. Namun, mereka tetap merasa kosong.
Penyebab Kesepian Menurut Islam
Ma‘āsyiral Muslimīn rahimakumullāh,
Kesepian dan kegelisahan yang melanda umat manusia saat ini bukanlah sesuatu yang datang tanpa sebab. Islam telah memberikan peta yang jelas, menunjukkan akar masalah dari gundahnya hati dan sempitnya jiwa. Mari kita cermati beberapa penyebab utamanya menurut pandangan syariat.
- Lalai dari Dzikrullāh (Mengingat Allah)
Penyebab pertama dan utama dari kesepian batin adalah lalai dari mengingat Allah ﷻ. Hati diciptakan untuk mengenal, mencintai, dan mengabdi kepada-Nya. Jika hati berpaling dari Allah, maka ia akan merasa kosong walau semua fasilitas dunia ia miliki.
Allah ﷻ telah menegaskan dalam firman-Nya:
﴿ وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى ﴾
(“Barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit, dan Kami akan bangkitkan dia pada hari kiamat dalam keadaan buta.” – QS. Ṭāhā: 124)
Syaikh ‘Abdurraḥmān as-Sa‘dī rahimahullah menjelaskan:
“Ayat ini mencakup setiap orang yang berpaling dari agama Allah dan tidak menerima peringatan yang diturunkan-Nya. Maka baginya kehidupan yang sempit di dunia: tidak ada ketenangan baginya, dadanya terasa sempit dan gelisah.” (Tafsīr as-Sa‘dī, hlm. 516)
Maka, kesepian sejatinya adalah isyarat bahwa hati sedang menjauh dari Sang Pencipta.
- Kecanduan Dunia Digital & Perbandingan Sosial
Penyebab kedua adalah keterikatan yang berlebihan dengan dunia digital. Media sosial, meski bermanfaat bila digunakan dengan bijak, dapat menjadi racun hati bila berlebihan.
Di zaman ini banyak orang lebih sibuk memantau “story” orang lain daripada memantau kondisi hatinya sendiri. Sibuk membandingkan pencapaian dirinya dengan postingan orang lain: liburannya, barang mewahnya, pencapaiannya.
Akibatnya, lahirlah perasaan iri, dengki, rendah diri, bahkan depresi. Padahal Allah ﷻ telah memperingatkan:
﴿ وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ ﴾
“Dan janganlah engkau panjangkan pandanganmu kepada apa yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami uji mereka dengannya.” (QS. Ṭāhā: 131)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
“Barang siapa menuruti hawa nafsunya, ia akan binasa. Barang siapa taat kepada Rabb-nya, ia akan selamat dan bahagia.” (Ibnul Qayyim, al-Fawā’id, hlm. 82)
Ketika hati terlalu disibukkan dengan apa yang ada di tangan manusia, ia lupa bersyukur dengan apa yang ada di tangannya sendiri. Inilah yang menambah kesepian dan keresahan.
3️. Kurang Interaksi Nyata & Silaturahmi
Penyebab ketiga adalah minimnya interaksi nyata, silaturahmi, dan kebersamaan yang sehat. Banyak orang hari ini memiliki ratusan “teman” di media sosial, namun tak punya satu pun sahabat sejati yang menasihatinya ketika ia salah.
Padahal silaturahmi adalah sumber keberkahan hidup. Nabi ﷺ bersabda:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعُ رَحِمٍ
“Tidak akan masuk surga orang yang memutus silaturahmi.” (HR. Muslim, no. 2556)
Dan dalam hadis lain disebutkan:
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barang siapa ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menyambung silaturahmi.” (HR. Bukhārī, no. 5986; Muslim, no. 2557)
Maka, tidak heran jika banyak orang merasa kesepian: karena ia memutus hubungan dengan keluarga, enggan hadir di majelis ilmu, enggan bersosialisasi di lingkungan yang baik.
Dengan memahami tiga penyebab utama ini – lalai dari dzikrullāh, terjebak perbandingan sosial, dan hilangnya silaturahmi – kita bisa melihat betapa pentingnya kembali kepada Allah dan memperbaiki kualitas hubungan kita, baik dengan-Nya maupun dengan sesama manusia.
Solusi Mengobati Kesepian dengan Iman
Ma‘āsyiral Muslimīn rahimakumullāh,
Setelah kita memahami penyebab kesepian batin, kini saatnya kita mencari jalan keluar. Alhamdulillāh, Islam tidak hanya mengidentifikasi masalah, tetapi juga memberi obat yang mujarab. Obat itu adalah iman, dzikir, shalat, dan ukhuwah Islāmiyah.
- Menghidupkan Dzikir dan Tilawah
Obat hati yang paling mujarab adalah mengingat Allah ﷻ.
Allah ﷻ berfirman:
﴿ فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ ﴾
“Ingatlah Aku, niscaya Aku akan ingat kalian. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kalian kufur.” (QS. al-Baqarah: 152)
Ketika kita menyebut nama Allah, Allah mengingat kita. Bayangkan betapa besar ketenangan yang dirasakan seorang hamba ketika ia tahu bahwa Tuhannya mengingat dan memperhatikannya.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
“Dzikir menumbuhkan kejernihan dan cahaya dalam hati, serta mendatangkan rasa dekat dan akrab dengan Allah.” (Ibnul Qayyim, al-Wābil ash-Shayyib, hlm. 80)
Maka, biasakan lidah kita basah dengan dzikir: tasbīḥ, taḥmīd, tahlīl, takbīr, istighfār, dan shalawat. Jadikan tilawah Al-Qur’an sebagai teman harian kita. Insya Allah hati akan menjadi lebih tenang.
2️. Shalat Khusyuk & Doa yang Mendalam
Solusi kedua adalah memperbaiki kualitas shalat kita. Shalat bukan sekadar gerakan fisik, tetapi dialog spiritual antara hamba dan Tuhannya.
Rasūlullāh ﷺ bersabda:
وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ
(“Dan dijadikan penyejuk mataku dalam shalat.” – HR. Ahmad, no. 12107)
Bayangkan, Nabi ﷺ yang sudah dijamin ampunannya saja merasa damai dengan shalat. Apalagi kita yang penuh dosa, tentu lebih membutuhkan shalat sebagai penenang hati.
Setiap kali kita merasa gelisah, sedih, atau sepi, ambillah wudhu, lalu shalat dua rakaat dengan penuh kekhusyukan. Curhatkan semua kegelisahan kita kepada Allah ﷻ.
Allah ﷻ berjanji:
﴿ وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ﴾
(“Mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat.” – QS. al-Baqarah: 45)
3️. Silaturahmi & Ukhuwah Islāmiyah
Solusi ketiga adalah memperbanyak silaturahmi dan membangun ukhuwah Islāmiyah.
Kesepian sering kali hilang hanya dengan duduk bersama orang-orang saleh, mendengarkan nasihat mereka, dan saling menasihati dalam kebaikan.
Rasūlullāh ﷺ bersabda:
الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
“Seorang mukmin bagi mukmin lainnya bagaikan bangunan, yang saling menguatkan.” (HR. Bukhārī, no. 481; Muslim, no. 2585)
Imam an-Nawawī rahimahullah menjelaskan bahwa hadis ini mengandung anjuran untuk saling menolong, mendukung, dan menguatkan dalam urusan agama maupun dunia. (Syarḥ Muslim, 16/139)
Datangilah majelis ilmu, karena ia adalah taman-taman surga di dunia.
Nabi ﷺ bersabda:
إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوا، قِيلَ: وَمَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ؟ قَالَ: حِلَقُ الذِّكْرِ
“Apabila kalian melewati taman-taman surga, maka singgahlah.” Para sahabat bertanya, “Apakah taman-taman surga itu?” Beliau menjawab, “Majelis-majelis dzikir.” (HR. Tirmidzī, no. 3510)
4️. Kurangi “Toxic Scrolling” & Sibuklah dengan Amal
Solusi berikutnya adalah mengatur penggunaan media sosial. Jangan biarkan diri kita menjadi korban “toxic scrolling” — terus menerus menggeser layar tanpa tujuan, hanya untuk melihat kehidupan orang lain.
Batasi waktu media sosial dan ganti dengan amal yang bermanfaat: membaca buku, berdiskusi dengan keluarga, menghafal Al-Qur’an, berolahraga, atau membantu tetangga.
Rasūlullāh ﷺ bersabda:
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
(“Dua nikmat yang banyak manusia tertipu karenanya: kesehatan dan waktu luang.” – HR. Bukhārī, no. 6412)
Mari kita kelola waktu luang agar menjadi ladang pahala, bukan ladang dosa. Sesekali terapkan “hari tanpa gawai” untuk keluarga agar tercipta komunikasi yang hangat dan nyata.
Penutup & Seruan Taqwa
Ma‘āsyiral Muslimīn,
Kesepian batin adalah ujian yang nyata di zaman ini. Media sosial membuat kita seolah terhubung dengan banyak orang, tetapi hati justru terasa kosong. Obatnya bukan sekadar mencari hiburan baru, melainkan kembali kepada Allah, memperbaiki shalat, memperbanyak dzikir, memperkuat ukhuwah, dan mengelola waktu dengan bijak.
Mari kita ambil pelajaran dari Bilāl bin Rabāḥ radhiyallahu ‘anhu. Betapa pun beratnya ujian, ia tetap tegar hanya dengan satu kalimat: Aḥad! Aḥad! — karena ia tahu bahwa hanya Allah-lah yang mampu menolongnya.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ
Khutbah Kedua
اَلْـحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَحْسَنَ إِلَيْنَا بِكِتَابِهِ وَسُنَّةِ نَبِيِّهِ، وَجَعَلَ لَنَا فِي رَسُوْلِهِ أُسْوَةً حَسَنَةً، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
Ma‘āsyiral Muslimīn rahimakumullāh,
Dari seluruh pembahasan yang telah kita renungkan bersama, kita dapat mengambil pelajaran bahwa dunia yang semakin ramai dan penuh dengan interaksi digital bukanlah jaminan hati akan merasa damai. Hiruk-pikuk dunia maya sering kali justru membuat hati semakin gelisah dan hampa. Ketenangan sejati hanya bisa diperoleh dengan iman yang kokoh, memperbanyak dzikir, dan menjadikan shalat sebagai sarana kita mencurahkan segala kegelisahan kepada Allah ﷻ.
Shalat yang khusyuk adalah penyejuk mata dan obat bagi jiwa yang lelah. Begitu pula dzikir yang hidup di hati akan mengisi ruang kosong yang tidak bisa diisi oleh hiburan dunia. Ukhuwah Islāmiyah dan silaturahmi juga menjadi penopang penting agar kita tidak larut dalam keterasingan. Rasulullah ﷺ menggambarkan bahwa seorang mukmin bagi mukmin lainnya bagaikan bangunan yang saling menguatkan. Dengan saling mendoakan, menasihati, dan berbagi kebaikan, hati kita akan kembali hangat dan jauh dari kesepian.
Kesimpulannya, ketenangan dan kebahagiaan bukanlah hasil dari banyaknya teman atau ramai pengikut di media sosial, melainkan dari hati yang terhubung dengan Allah, hidup dengan ibadah, dan dekat dengan saudara seiman. Inilah jalan untuk mengobati kesepian di tengah keramaian dunia.
فَيَاأَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى اِنَّ اللهَ وَ مَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَعَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَعَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَآءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مَجِيْبُ الدَّعَوَاتِ
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلاةَ أُمُورِنَا، وَوَفِّقْهُمْ لِتَحْكِيمِ كِتَابِكَ وَسُنَّةِ نَبِيِّكَ، وَاجْعَلْهُمْ رُحَمَاءَ بِرَعَايَاهُمْ، وَاجْمَعْ كَلِمَتَنَا عَلَى الْحَقِّ وَالْهُدَى.
اللَّهُمَّ ارْزُقْنَا صُحْبَةَ الصَّالِحِينَ، وَمَجَالِسَ الذِّكْرِ، وَقُلُوبًا مُتَحَابَّةً فِيكَ، وَنَجِّنَا مِنَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا، وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا، وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ.
اللَّهُمَّ اجْعَلْ قُلُوبَنَا مُطْمَئِنَّةً بِذِكْرِكَ، وَصَلَاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنِنَا، وَاجْمَعْنَا وَأُسَرَنَا عَلَى طَاعَتِكَ وَمَحَبَّتِكَ.
اللَّهُمَّ أَذْهِبْ عَنَّا الْهَمَّ وَالْغَمَّ وَالْحُزْنَ، وَمَلِّئْ قُلُوبَنَا بِالسَّكِينَةِ وَالرِّضَا وَالطُّمَأْنِينَةِ.
عبادَ اللهِ، إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ. فَاذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ.
By : Santri Darsya




