BerandaKonsultasiMemperlakukan Mushaf yang Sudah Rusak

Memperlakukan Mushaf yang Sudah Rusak

- Advertisement -spot_img

Pertanyaan:

Bagaimanakah memperlakukan mushaf yang sudah rusak atau tidak lengkap?

 

Jawaban:

Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada nabi Muhammad saw, keluarga beserta seluruh sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat.

Al-Quran adalah Kalamullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw melalui perantara malaikat Jibril, ia adalah kitab yang suci diturunkan dari Rabbul-‘alamin, penguasa alam semesta, Dzat yang Mahakuasa atas segala sesuatu, yaitu Allah Tabaraka wa Ta’ala, diturunkan kepada manusia paling agung dan mulia semenjak Allah menciptakan manusia yang pertama hingga manusia yang terakhir. maka setiap mukmin wajib memuliakan Al-Quran, memperlakukanya dengan penuh adab, sopan santun yang tinggi.  Allah berfirman:

إِنَّهُۥ لَقُرۡءَانٞ كَرِيمٞ ٧٧ فِي كِتَٰبٖ مَّكۡنُونٖ ٧٨ لَّا يَمَسُّهُۥٓ إِلَّا ٱلۡمُطَهَّرُونَ ٧٩

“Sesungguhnya Al-Quran Ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada Kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.” (QS. Al-Waqia’ah [56]: 77-79)

Dan di antara bentuk adab kepada Al-Quran adalah meletakkannya di tempat yang terhormat, menjauhkanya dari najis dan menjaganya dari hal-hal yang bisa menjadikannya terhina dan rendah.

Menyikapi mushaf yang telah rusak dan berserekan dan juga demi menghindari tindakan yang bisa mengurangi kehormatan dan kesucian mushaf, seperti terinjak, terkena kotoran, dan tercampur dengan barang-barang lain nya, maka ada dua solusi cara yang bisa dilakukan.

Pertama, dengan cara ditanam dalam tanah, yaitu Al-Quran bekas dikubur di tempat yang terhormat dan tidak diinjak orang. Seperti di sudut rumah atau di halaman yang atasnya aman tidak menjadi lalu-lalang manusia. Cara seperti ini sebagaimana pendapat dari kalangan madzhab Hanafi dan Hambali.

 

Hal ini pula yang difatwakan Syaikhul Islam:

أَمَّا الْمُصْحَفُ الْعَتِيقُ وَاَلَّذِي تَخَرَّقَ وَصَارَ بِحَيْثُ لَا يُنْتَفَعُ بِهِ بِالْقِرَاءَةِ فِيهِ، فَإِنَّهُ يُدْفَنُ فِي مَكَان يُصَانُ فِيهِ، كَمَا أَنَّ كَرَامَةَ بَدَنِ الْمُؤْمِنِ دَفْنُهُ فِي مَوْضِعٍ يُصَانُ فِيهِ

“Mushaf yang sudah tua atau rusak sehingga tidak bisa dibaca, dia kubur di tempat yang terlindungi. Sebagaimana kehormatan jasad seorang mukmin, dia harus dikubur di tempat yang terlindungi (bukan tempat kotor dan tidak boleh diinjak).” (Majmu’ Fatawa, 12:599).

Kedua, yaitu dengan cara dibakar. Ini merupakan pendapat Malikiyah dan Syafiiyah. Tindakan ini meniru yang dilakukan oleh Khalifah Utsman radhiyallahu anhu, setelah beliau menerbitkan mushaf induk Al-Imam, beliau memerintahkan untuk membakar semua catatan mushaf yang dimiliki semua sahabat. Semua ini dilakukan Utsman untuk menghindari perpecahan di kalangan umat islam yang tidak memahami perbedaan cara bacaan Al Quran.

Imam Bukhari menceritakan hal ini dalam shahihnya:

فَأَرْسَلَ عُثْمَانُ إِلَى حَفْصَةَ أَنْ أَرْسِلِي إِلَيْنَا بِالصُّحُفِ نَنْسَخُهَا فِي الْمَصَاحِفِ ثُمَّ نَرُدُّهَا إِلَيْكِ فَأَرْسَلَتْ بِهَا حَفْصَةُ إِلَى عُثْمَانَ فَأَمَرَ زَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ وَسَعِيدَ بْنَ الْعَاصِ وَعَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ الْحَارِثِ بْنِ هِشَامٍ فَنَسَخُوهَا فِي الْمَصَاحِفِ وَقَالَ عُثْمَانُ لِلرَّهْطِ الْقُرَشِيِّينَ الثَّلَاثَةِ إِذَا اخْتَلَفْتُمْ أَنْتُمْ وَزَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ فِي شَيْءٍ مِنْ الْقُرْآنِ فَاكْتُبُوهُ بِلِسَانِ قُرَيْشٍ فَإِنَّمَا نَزَلَ بِلِسَانِهِمْ فَفَعَلُوا حَتَّى إِذَا نَسَخُوا الصُّحُفَ فِي الْمَصَاحِفِ رَدَّ عُثْمَانُ الصُّحُفَ إِلَى حَفْصَةَ وَأَرْسَلَ إِلَى كُلِّ أُفُقٍ بِمُصْحَفٍ مِمَّا نَسَخُوا وَأَمَرَ بِمَا سِوَاهُ مِنْ الْقُرْآنِ فِي كُلِّ صَحِيفَةٍ أَوْ مُصْحَفٍ أَنْ يُحْرَقَ

Utsman meminta Hafshah untuk menyerahkan mushaf dari Umar, untuk disalin, kemudian dikembalikan lagi ke Hafshah. Kemudian Hafshah mengirim mushaf itu ke Utsman. Lalu Utsman memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin al-Ash, dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam. Merekapun menyalin manuskrip itu. Utsman berkata kepada tiga orang Quraisy dari mereka, “Jika kalian berselisih dengan Zaid bin Tsabit terkait dengan Al Qur`an, maka tulislah dengan bahasa Quraisy, sebab Al Qur`an turun dengan bahasa mereka.” Kemudian mereka mengindahkan perintah itu hingga penyalinan selesai dan Utsman pun mengembalikannya ke Hafshah. Lalu beliau kirimkan ke berbagai penjuru daerah satu mushaf salinannya. Kemudian Utsman memerintahkan mushaf Al-Quran selainnya untuk dibakar. (HR. Bukhari no. 4988).

 

Sedangkan Komite Fatwa Kerajaan Arab Saudi (Al-lajnah Ad-Daimah, 4/139) menyebutkan, “Apa yang sobek dari Mushaf, kitab dan kertas-kertas yang ada di dalamnya ayat-ayat Al-Qur’an, dikubur di tempat bersih. Jauh dari lewatan orang dan dari tempat pembuangan kotoran. Atau dibakar, untuk menjaga dan melindungi dari pelecehan. Sebagaimana prilaku Utsman radhiallahu’anhu.

 

Wallahu a’lam bishshawab .

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
Stay Connected
16,985FansSuka
2,458PengikutMengikuti
61,453PelangganBerlangganan
Must Read
- Advertisement -spot_img
Related News
- Advertisement -spot_img

Silakan tulis komentar Anda demi perbaikan artikel-artikel kami