BerandaKajianUsrohMenyempurnakan Keshalihan Rumah Tangga

Menyempurnakan Keshalihan Rumah Tangga

- Advertisement -spot_img

Pernahkah kita membeli barang yang tidak kita butuhkan karena tergiur diskon? Inilah yang disebut impulse buying, atau membeli tanpa rencana. Hasilnya? Penyesalan karena pengeluaran bertambah sementara barang tidak terpakai.

Atau kita termasuk orang yang suka menunda untuk menabung karena selalu berpikir ‘spend now save later’? Hingga setiap memiliki uang, selalu berpikir untuk berbelanja,kemudian kita tidak pernah bisa menabung.

Atau kita memiliki karakter shopaholic? Diantaranya adalah: tidak bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan,hingga setiap sesuatu yang menarik kita beli. Atau merasa rugi kalau tidak membeli sesuatu padahal tidak membutuhkan. Termasuk  stress jika tidak memiliki uang, karena menganggap uang satu-satunya yang membuat bahagia. Begitu pula kebiasaan membeli barang yang sama yang tidak dibutuhkan. Juga sering menyembunyikan nota belanja, karena tidak ingin menghitung pengeluaran, atau bahkan melampiaskan semua perasaan dengan belanja? Hati senang belanja, saat susahpun juga belanja!

Atau para ibu yang tidak menyadari dompetnya bocor  halus, yaitu banyak pengeluaran yang tidak terasa karena sedikit atau kecil namun terus menerus. Contohnya jajan anak, seribu rupiah tapi berkali-kali. Tahu-tahu uang berkurang banyak.

Inilah perangkap-perangkap dalam membelanjakan harta. Yang sebenarnya sangat penting untuk kita perhatikan kemudian  kita upayakan perbaikannya. Karena bagi seorang muslim, urusan belanja bukan hanya tentang ada uang atau tidak. Tapi berkaitan dengan penggunaan harta, yang merupakan amanah Allah agar menjadi bermanfaat dan memudahkan seseorang untuk beribadah.Maka ia juga berkaitan erat dengan keshalihan dan kebaikan seseorang.

Banyak nash Qur’an maupun hadits yang menyebutkan kreteria keshalihan manusia secara umum .  Diantaranya adalah tidak bakhil, tapi juga tidak berlebihan dalam membelanjakan harta. Sedang pelaku tabdzir (mubadzir) disebut oleh Allah sebagai saudara syetan.

Sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala juga memberi gambaran detail tentang kriteria keshalihan seorang isteri dalam Al-Qur’an surat An Nisa’: 34.

فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ

Maka wanita-wanita yang shalihah adalah yang mentaati Allah lagi menjaga diri di balik pembelakangan suaminya karena Allah telah memelihara mereka. Imam As-Suddy menafsirkan kata قانتات  dengan mentaaati suami-suami mereka.

Adapun kalimat حافظات للغيب  beliau tafsirkan dengan ‘menjaga suaminya dalam dirinya saat tidak ada dan juga hartanya’. (Tafsir Ibnu Katsir). Hadits yang semakna dengan tafsir ini adalah :

خَيْرُ النِّسَاءِ اِمْرَأَةٌ إِذَا نَظَرْتَ إِلَيْهَا سَرَّتْكَ وَ إِذَا أَمَرْتَهَا أَطَاعَتْكَ وَإِذَا غِبْتَ عَنْهَا حَفِظَتْكَ فِي نَفْسِهَا وَ مَالِكَ ( رَوَاهُ اِبْنُ أَبِي حَاتِم )

Sebaik-baik wanita adalah seorang isteri yang jika engkau memandangnya menyenangkanmu, jika engkau perintah mentaatimu. Jika engkau meninggalkannya ia menjagamu dalam dirinya dan hartamu ( HR. Ibnu Abi Hatim).

Banyak ulama’ membahas tentang kewajiban seorang suami untuk memberikan nafkah kepada keluarganya, hingga jika kewajiban ini ditinggalkan tanpa udzur syar’i maka seorang suami telah berdosa. Dan karena pemberian nafkah  itulah ia ditaati oleh isterinya. Adapun kadarnya setiap orang disesuaikan dengan kemampuannya.

Adapun yang termasuk bagian dari keshalihan isteri setelah mentaati suami adalah menjaga kehormatan diri dan harta suami. Meskipun seandainya harta suami sangat banyak dan berlimpah, maka isteri yang shalihah tidak akan menghamburkannya untuk hal-hal yang tidak penting. Apalagi jika harta suami tidak banyak, maka dituntut kehati-hatian yang sangat untuk membelanjakannya.

Apapun kondisinya, yang pasti setiap dari amanah dan tanggung jawab akan ditanyakan di akhirat. Termasuk harta suami yang diamanahkan kepada isteri, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam,

وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَ وَلَدِهَا وَهِيَ مَسْؤُوْلَةٌ عَنْهُمْ ( رَوَاهُ الْبُخَارِي وَ مُسْلِمٌ )

‘Dan wanita (isteri) bertanggung jawab atas rumah suaminya dan anak-anaknya dan ia akan ditanya tentangnya (HR. Bukhori dan Muslim)

Makna dari rumah suami tentu dengan segala aspeknya, baik yang berkaitan dengan penghuninya maupun isi rumahnya. Semua kebaikan di dalamnya bergantung pada kemampuan isteri untuk mengaturnya. Termasuk kemampuan mengatur agar keuangan keluarga berlancar dan barakah. Bukan isteri yang tidak memperhitungkan pengeluaran dan pemasukan apalagi suka berhutang. Dan kerja keras untuk mewujudkan keuangan yang sehat adalah bernilai ibadah, in syaalah.

Memang bukan hal yang mudah untuk melakukan semua tugas rumah tangga dengan cara dan hasil yang terbaik, tapi upaya maksimal kita semoga bisa menjadi hujjah di hadapan Sang Khaliq kelak. Karena yang demikian itu juga menjadi upaya menyempurnakan keshalihan.

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
Stay Connected
16,985FansSuka
2,458PengikutMengikuti
61,453PelangganBerlangganan
Must Read
- Advertisement -spot_img
Related News
- Advertisement -spot_img

Silakan tulis komentar Anda demi perbaikan artikel-artikel kami